BAB I
PENDAHULUAN
Pesatnya perkembangan lembaga keuangan syari’ah, memberikan harapan bagi perkembangan pasar modal yang dilandasi prinsip-prinsip syari’ah. Ada keterkaitan yang erat dalam upaya pengembangan lembaga keuangan syari’ah dengan pasar modal syari’ah. Lembaga keuangan syari’ah membutuhkan penempatan portofolionya pada pasar modal syari’ah dengan saham yang halal dalam obligasi syari’ah. Terutama untuk memenuhi kebutuhan penempatan dana investasi lembaga keuangan syari’ah yang cenderung over likuiditas pada pasca fatwa MUI mengenai haramnya bunga bank.
Obligasi merupakan salah satu instrumen pasar modal syari’ah, disamping saham syari’ah dan reksa dana syari’ah. Pada awalnya banyak kalangan yang meragukan dari keabsahan obligasi syari’ah. Mengingat obligasi syari’ah merupakan surat bukti kepemilikan hutang, yang dalam islam sendirihal tersebut tidak diakui.
Namun demikian, sebagaimana pengertian bank syari’ah adalah bank yang menjalankan prinsip syari’ah, tetap menghimpun dan menyalurkan dana, tetapi tidak dengan dasar bunga, demikian juga adanya pergeseran pengertian pada obligasi. Mulanya dikenal sebagai instrumen fixed income karena memberikan kupon dengan bunga tetap (fixed) sepanjang tenornya. Kemudian dikembangkan pula obligasi dengan kupon bunga mengambang (floating) sehingga bunga yang diterima pemegang obligasi tidak lagi tetap. Dalam hal obligasi syari’ah, kupon yang diberikan tidak lagi berdasarkan bunga, tetapi bagi hasil atau margin/fee.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN, SEJARAH, DASAR HUKUM, & TUJUAN BERDIRINYA.
1. Pengertian
obligasi merupakan surat hutang dari suatu lembaga atau perusahaan yang dijual kepada investor untuk mendapatkan dana segar. Para investor akan mendapatkan return dalam bentuk tingkat suku bunga tertentu yang sangat bervariasi, tergantung kekuatan bisnis penerbitnya. Suku bunga ini bisa dibayarkan secara tetap atau berjenjang. Obligasi diterbitkan dapat berupa atas unjuk dan atas nama.
Obligasi atas unjuk berarti pemegang obligasi dianggap sebagai pemilik atas hak obligasi tersebut. Sedangkan obligasi atas nama berarti yang berhak atas sejumlah nilai uang atas obligasi tersebut adalah sesuai dengan nama yang tertera pada obligasi tersebut.
Tingkat suku bunga dalam obligasi disebut kupon. Kupon merupakan penghasilan bunga obligasi yang didasarkan atas nilai nominal yang dilakukan berdasarkan perjanjian, biasanya setiap tahun atau setiap semester atau triwulan.
Penerbitan obligasi melibatkan perjanjian antara dua pihak, yaitu pihak penerbit (issuer) dengan pihak pembeli pinjaman (investor/bondholder). Dalam kontrak perjanjian tersebut biasanya berisi beberapa hal, diantaranya:
1. Besarnya tingkat kupon serta periode pembayaran
2. Jangka waktu jatuh tempo
3. Besarnya nominal
4. Jenis obligasi
Sedangkan yang dimaksud dengan obligasi syari’ah sebagaimana Fatwa Dewan Syari’ah Nasional (DSN) No.32/DSN-MUI/IX/2002, obligasi syari’ah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syari’ah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syari’ah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syari’ah berupa bagi hasil atau margin atau fee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.
Walaupun masih ada sebagian ulama yang mempertanyakan kebolehan obligasi syari’ah, namun obligasi syari’ah di Indonesia telah dipayungi kehalalannya oleh Fatwa Dewan Syari’ah Nasional (DSN) bernomor 32/DSN-MUI/IX/2002. Dua obligasi yang beredar bernomor 32/DSN-MUI/IX/2002, yaitu obligasi syari’ah mudharabah dan obligasi syari’ah ijarah. Masing-masing disahkan oleh Fatwa DSN –MUI No.33/DSN-MUI/IX/2002 dan fatwa DSN-MUI No.41/DSN-MUI/111/2004.
Adapun kaidah syari’ah untuk obligasi syari’ah ini adalah:
a. Bersifat mudharabah karena tidak harus menanggung rugi.
b. Dapat menerima pembagian dari pendapatan (revenue sharing) dimana emiten mengikat diri untuk membatasi penggunaan pendapatan sebagai biaya usaha.
c. Dapat dijual dibawah nilai paru (modal awal) kalau perusahaan mengalami kerugian.
d. Perubahan nilai pasar bukan berarti perubahan jumlah utang.
2. Sejarah Munculnya Obligasi
Pasar modal syari’ah telah diluncurkan pada tanggal 14 maret 2003. Mucul harapan bahwa pasar modal yang di dasari prinsip syari’ah dapat berkembang lebih besar lagi. Pasar modal syari’ah diharapkan dapat mendorong pertumbuhan institusi-institusi (lembaga keuangan) syari’ah dan instrumen-instrumen syari’ah. Salah satu instrumen syari’ah yang diperkirakan akan berkembang pesat adalah obligasi syari’ah.
Memang terdapat keterkaitan yang erat dalam upaya pengembangan pasar modal syari’ah ini. Pasar, instrumen, dan institusi menjadi komponen yang saling mendukung dalam sistem keuangan syari’ah. Satu institusi skan membutuhkan pasar, instrumen, dan institusi lainnya.
Ketika bank syari’ah dikembangkan, muncullah untuk membuat pasar uang syari’ah. Pada saat reksa dana syari’ah dimunculkan, perlu instrumen halal untuk penyaluran penempatan fortofolio-nya. Demikian juga dengan asuransi dan dana pensiun syari’ah. Lembaga keuangan syariah ini memerlukan bank syari’ah, membutuhkan pasar modal syariah dengan saham halal dan obligasi syariahnya. Ketika suatu emiten yang tercatat di bursa ingin dikatakan tergolong syariah, boleh jadi emiten tadi memerlukan obligasi syariah sebagai pendanaan alternatifnya.
3. Dasar Hukum
Pelaksaan obligasi syari’ah di Indonesia dilaksanakan atas dasar hukum:
a. pendapat ulama tentang keharaman mendapatkan bunga
b. pendapat ulama tentang keharaman obligasi yang penghasilannaya berbentuk bunga (kupon)
c. pendapat ulama tentang obligasi syari’ah yang menggunakan prinsip mudharabah, murabahah, musyarakah, istishna, dan salam.
d. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional no.20 DSN/IV/2001 mengenai pedoman pelaksaan invstasi reksa dana syari’ah.
e. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No.32/DSN-MUI/IX/2002 tentang obligasi syari’ah.
Dengan dasar pegangan hukum dari Dewan Syari’ah Nasional dibawah Majlis Ulama Indonesia mengenai obligasi syari’ah, penerbitan obligasi syari’ah oleh perusahaan di Indonesia bisa direalisasikan.
Penyelesaian perselisihan dalam menerbitkan obligasi syari’ah jika timbul perselisihan antara pihak terkait, harus diselesaikan Badan Arbitrase Syrai’ah apabila tidak mendapatkan penyelesaian sepakat antara kedua belah pihak yang bersengketa.
Adapun ayat Al-Qur’an yang berhubungan dengan ini adalah:
“hai orang-orang yang beriman! Penuhilah aqad-aqad itu...” (Al-Maidah: 1)
•
“dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti dimintai pertanggungjawabannya” (Al-Isra’: 34)
• •
275. Orang-orang yang makan (mengambil) riba[174] tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila[175]. keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang Telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu[176] (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
[174] Riba itu ada dua macam: nasiah dan fadhl. riba nasiah ialah pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. riba fadhl ialah penukaran suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya Karena orang yang menukarkan mensyaratkan demikian, seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi, dan sebagainya. riba yang dimaksud dalam ayat Ini riba nasiah yang berlipat ganda yang umum terjadi dalam masyarakat Arab zaman Jahiliyah.
[175] Maksudnya: orang yang mengambil riba tidak tenteram jiwanya seperti orang kemasukan syaitan.
[176] riba yang sudah diambil (dipungut) sebelum turun ayat ini, boleh tidak dikembalikan.
Dari hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Al-Tirmidzi dari ‘Amr Bin ‘Auf Al Muzani, Nabi SAW bersabda:
“perjanjian boleh dilakukan diantara kaum muslimin kecuali perjanjian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum kuslimin terikat dengna syarat-syarat mereka kecuali syarat yan mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.”
4. Tujuan Berdirinya Obligasi Syari’ah
Adapun tujuan di terbitkannya obligasi adalah sebagai berikut:
• Memperluas basis sumber pembiayaan angggaran negara
• Mendorong pengembangan pasar keuangan syari’ah
• Menciptakan benchmark di pasar keuangan syari’ah
• Diversifikasi basis investor
• Mengembangkan alternatif instrumen investasi
• Megoptimalkan pemanfaatan barang milik negara
• Memanfaatkan dana-dana mesyarakat yang belum terjaring oleh sistem perbankan konvensional
B. KONSEP DASAR OBLIGASI SYARI’AH
Sebagaimana yang telah dikemukakan diawal makalah ini, bahwa obligasi adalah surat hutang, dimana pemegangnya berhak atas bunga tetap. Sedangkan bunga dalam islam sama dengan riba yang diharamkan baik dalam al-qur’an, hadits nabi, ataupun ijma’ ulama. Oleh kerena itu, pada prinsip syari’ah tidak mengenal adanya hutang, tetapi mengenal adanya kewajiban yang hanya timbul akibat adanya transaksi atas aset/produk (maal) maupun jasa (amal) yang tidak tunai, sehingga terjadi transaksi pembiyaan.
Perbedaan yang paling mendasar antara obligasi syari’ah dengan obligasi konvensional terletak pada penetapan bunga yang besarnya sudah ditentukan diawal transaksi jual-beli. Sedangkan pada obligasi syari’ah saat perjanjian jual-beli belum ditentukan besarnya bunga. Yang ditentukan adalah seberapa besar proporsi pembagian hasil apabila mendapatkan keuntungan dimasa yang akan datang.
Rekontruksi terhadap obligasi dilakukan agar sesuai dengan kaidah-kaidah ayari’ah, diantaranya:
1. penghapusan bunga yang tetap dan mengalihkannya ke surat investasi yang ikut serta dalam keuntungan dan dalam kerugian, serta tunduk pada kaidah al-ghunm bi al-ghurm, yaitu keuntungan/peghasilan itu berimbang dengan kerugian yang ditanggungnya.
2. penghapusan syarat jaminan atas kembalinya harga obligasi dan bunganya sehingga menjadi saham biasa.
3. pengalihan obligasi ke saham biasa.
Menurut Muhammad Amin, instrumen obligasi syari’ah dapat diterbitkan dengan menggunakan prinsip mudharabah, musyarakah, ijarah, istishna, salam dan mudharabah sehingga dari prinsip ini nama obligasi syari’ah tergantung pada prinsip yang mana yang akan digunakan emiten.
Dalam konsep obligasi syari’ah mudharabah, emiten menerbitkan surat berharga jangka panjang untuk ditawarkan kepada investor dan berkewajiban membayar pendapatan berupa bagi hasil atau margin fee serta pokok hutang obligasi pada waktu jatuh tempo kepada para pemegang obligasi tersebut. Dalam hal ini pihak emiten berfungsi sebagai mudharib, sedangkan investor pemegang obligasi sebagai shahibul maal. Sementara emiten yang menerbitkan obligasi syari’ah harus memenuhi persyaratan seperti persyaratan emiten yang masuk dalam kriteria Jakarta Islamic Index (JII).
Obligasi syari’ah juga lebih kompetitif dibandingkan dengan obligasi konvensional, hal ini disebabkan oleh:
1. Kemungkinan perolehan dari bagi hasil pendapatan lebih tinggi dari pada obligasi konvensional.
2. Obligasi syari’ah aman karena digunakan untuk mendanai proyek-proyek yang prosfektif.
3. Bila terjadi kerugian (di luar kontrol) investor tetap memperoleh aktiva.
4. Terobosan paradigma, bukan lagi surat hutang tapi surat investasi.
C. PRINSIP TRANSAKSI DAN APLIKASINYA
Sebagai bentuk pendanaan (financing) dan sekaligus investasi memungkinkan beberapa bentuk atau struktur yang dapat ditawarkan untuk tetap berada dalam rambu-rambu syari’ah. Salah satunya adalah menghindarkan segala jenis transaksi dari unsur riba. Berdasarkan alasan tersebut, maka struktur obligasi syari’ah dapat berupa:
a. Bagi hasil berdasarkan akad mudharabah, muqaradah, qiradah, ataupun musyarakah. Akad mudharabah/musyarakah adalah akad kerja sama dengan skema bagi hasil pendapatan atau keuntungan. Obligasi jenis ini akan memberikan return dengan penggunaan term indicativ atau expected return karena sifatnya yang floating dan tergantung pada kinerja pendapatan yang dibagihasilkan.
b. Margin atau fee berdasarkan akad mudharabah, salam, istishna, dan ijarah. Dengan akad tersebut, obligasi syari’ah akan memberikan fixed return (pendapatan tetap)
Berdasarkan prinsip transaksi diatas, untuk saat ini di indonesia mengenal adanya dua jenis obligasi, yaitu obligasi mudharabah dan obligasi ijarah.
Obligasi Mudharabah
Obligaasi syari’ah mudharabah adalah obligasi syari’ah yang menggunkan akad mudharabah. Sesbagaimana yang telah kita ketahui, akad mudharabah adalah akad kerjasama antara pemilik modal (shahibul maal/investor) dan pengelola (mudahrib/emiten)
Ikatan atau akad mudharabah pada hakikatnya adalah ikatan penggabungan atau percampuran berupa hubungan kerjasama antara pemilik harta dengan pemilik usaha, dimana pemilik harta hanya menyediakan dana secara penuh (100%) dalam suatu kegiatan usaha dan tidak boleh secara aktif dalam pengelolaan usaha. Sedangkan pemilik usaha (mudharib/emiten) memberikan jasa, yaitu mengelola harta secara penuh dan mandiri (directonery) dalam bentuk asset pada kegiatan usaha tersebut.
Ada beberapa alasan yang mendasari pemilihan prinsip obligasi mudharabah, diantaranya:
a. Obligasi syari’ah mudharabah merupakan bentuk pendanaan yang paling sesuai untuk investasi dalam jumlah besar dan jangka waktunya relatif panjang.
b. Obligasi syari’ah mudharabah dapat digunkan untuk pendanaan umum (general financing), seperti pandanaan modal kerja ataupun capital expenditure.
c. Mudharabah merupakan pencampuran kerjasama antara modal dan jasa (kegiatan usaha), sehingga membuat strukturnya memungkinkan untuk tidak memerlukan jaminan atas aset yang spesifik. Hal ini berbeda dengan struktur yang menggunakan dasar akad jual beli yang mensyartakan jaminan atas aset yang didanai.
d. Kecenderungan regional dan global, dari penggunaan struktur mudharabah dan bai’ bi’tsaman ajil menjadi mudharabah dan ijarah.
Produk obligasi mudharabah juga dapat dikonversi menjadi saham setelah dalam jangka waktu tertentu dengan persetujuan pemiliknya. Sehingga pemilik surat ini berubah menjadi mitra kerjasama kontemporer bagi perusahaan. Dalam keuntungan investasinya menjadi pemilik saham atau mitra kerjasama selamanya.
Pada prinsipnya, obligasi mudharabah yang dikonversi menjadi saham sama dengan obligasi mudharabah baik yang muthlaqah maupun muqayyadah. Persamaan adalah sama-sama menggunakan prinsip musyarakah dan al-ghunm bi al-ghurm dalam hal pembagian keuntungan, sehingga dalam hal ini sesuai dengan kaidah-kaidah islam dalam distribusi keuntungan investasi.
Obligasi Ijarah
Obligasi ijarah adalah obligasi syari’ah berdasarkan akad ijarah. Akad ijarah adalah suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian. Artinya, pemilik harta memberikan hak untuk memanfaatkan objek yang ditransaksikan melalui penguasaan sementara atau peminjaman objek dengan manfaat tertentu dengan membayar imbalan kepada pemilik objek. Ijarah mirip dengan leasing, tapi tidak sepenuhnya sama. Dalam akad ijarah disertai dengan adanya perpindahan manfaat tetapi tidak terjadi perpindahan kepemiikan.
Ketentuan akad ijarah adalah sebagai berikut:
a. Objeknya dapat berupa barang (harta fisik yang bergerak, tak bergerak, harta perdagangan) maupun berupa jasa.
b. Manfaat dari objek dan nilai manfaat tersebut diketahui dan disepakati oleh kedua belah pihak.
c. Ruang lingkup dan jangka waktu pemakaiannya harus dinyatakan secara spesifik.
d. Penyewa harus membagi hasil manfaat yan diperolehnya dalam bentuk imbalan atau sewa/upah.
e. Pemakai manfaat (penyewa) harus menjaga objek agar manfaat yang diberikan oleh objek tetap terjaga.
f. Pembeli sewa haruslah pemilik mutlak.
Sebagai contoh transaksi obligasi ijarah adalah pemegang obligasi memberi dana kepada Toko Matahari untuk menyewa sebuah ruangan guna keperluan ekspansi. Yang mempunyai hak manfaat atas sewa ruangan adalah pemegang obligasi, tapi ia menyewakan kembali kepada Toko Matahari. Jadi harus membayar kepada pemegang obligasi sejumlah dana obligasi yang dikeluarkan ditambah return sewa yang telah disepakati.
Obligasi ijarah banyak diminati oleh para investor, karena pendapat-pendapatnya bersifat tetap. Terutama investor yang paradigmanya masih konvensional konservatif dan lebih mengykai fixied income.
D. JENIS-JENIS OBLIGASI & MEKANISME OPRASIONALNYA
1. Jenis Obligasi Berdasarkan Penerbitan
a) Obligasi pemerintah pusat
b) Obligasi pemerintah daerah
c) Obligasi badan usaha milik negara
d) Obligasi perusahaan swasta
2. Jenis Obligasi Berdasarkan Jaminan
a) Unsecured bonds/ debentures (obligasi tanpa jaminan)
b) Indenture (obligasi dengan jaminan)
c) Mortage bond (obligasi yang dijamin oleh properti)
d) Collateral trust (obligasi yang dijamin dengan skuritas)
e) Equipment trust certificates (obligasi yang dijamin asset tertentu)
3. Jenis Obligasi Berdasarkan Jenis Kupon
a) fixed rate, yaitu obligasi yang memberikan tingkat kupon tetap sejak diterbitkan hingga jatuh tempo.
b) Floating rate, yaitu obligasi yang tingkat bunganya mengikuti tingkat kupon yang berlaku dipasar.
c) Mixed rate, yaitu obligasi yang memeberikan tingka kupon tetap untuk periode tertentu.
4. Jenis Obligasi Berdasarkan Konversi
a) Concertible bond, yaitu obligasi yang dapat ditukarkan dengan saham setelah jangka waktu tertentu.
b) Non-convertable bond, yaitu obligasi yang tidak dapat dikonversi menjadi saham.
Untuk mekanisme oprasional obligasi syari’ah, terdapat beberapa hal pokok mengenai obligasi syari’ah mudharabah dan obligasi syari’ah ijarah.
Untuk obligasi syari’ah mudharabah:
Kontrak atau aqad mudharabah dihitung dalam perjanjian perwalimanatan.
Rasio atau persentasi bagi hasil dapat ditetapkan berdasarkan komponen pendapatan (revenue) atau keuntungan (opening profit, EBIT atau EBITDA). Tetapi fatwa no. 15/DSN-MUI/IX/2000 memberi pertimbangan bahwa dari segi kemaslahatan pembagian usaha sebaiknya menggunakan prinsip revenue sharing.
Nisbah ini dapat ditetapkan konstan meningkat ataupun menurun dengan mempertimbangkan proyeksi pendapatan emiten, tetapi sudah ditetapkan diawal kontrak.
Pendapatan bagi hasil berarti jumlah pendapatan yang dibagihasilkan yang menjadi hak dan oleh kerenanya harus dibayarkan oleh emiten kepada pemegang obligasi syari’ah dengan pendapatan/keuntungan yang dibagihasilkan yang jumlahnya tercantum dalam laporan keuangan konsolidasi emiten.
Pembagian hasil pendapatan atau keuntungan ini dapat dilakukan secaar periodik (tahunan, semesteran, kuartalan, bulanan).
Karena besarnya pendapatan bagi hasil akan ditentukan oleh kinerja aktual emiten, maka obligasi syari’ah memberikan indicative return tertentu.
Untuk obligasi syari’ah ijarah:
Investor dapat bertindak sebagai penyewa (musta’jir). Sedangkan emiten dapat bertindak sebagai wakil investor. Dan property owner dapat bertindak sebagai orang yang menyewakan (mu’jir). Dengan demikian, ada dua kali transaksi dalam hal ini; transaksi pertama terjadi antara investor dengan emiten, dimana investor mewakilkan dirinya kepada emiten dengan akad wakalah, untuk melakukan transaksi sewa-menyewa dengan property owner dengan akad ijarah. Selanjutnya, transaksi terjadi antara emiten (sebagai wakil investor) dengan properti owner (sebagai orang yang menyewakan) untuk melakukan transaksi sewa-menyewa (ijarah).
Setelah investor memperoleh hak sewa, maka investor menyewakan kembali objek sewa tersebut kepada emiten. Atas dasar transaksi sewa-menyewa tersebut, maka diterbitkanlah surat berharga jangka panjang (obligasi syari’ah ijarah), dimana atas penerbitan obligasi tersebut, emiten wajib membayar pendapatan kepada investor berupa fee serta wajib membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.
E. PERATURAN TERKAIT
Beberapa peraturan terkait mengenai obligasi syari’ah:
a. Akivitas utama (core business) yang halal, tidak bertentangan dengan substansi Fatwa No: 20/DSN-MUI/IV/2001. fatwa tersebut menjelaskan bahwa jenis kegiatan usaha yang bertentangan dengan syari’ah islam diantaranya adalah:
(i) usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang; (ii) usaha lembaga keuangan konvensional (ribawi), termasuk perbankan dan asuransi konvensional; (iii) usaha yang memproduksi, mendistribusi, serta memperdagangkan makanan dan minuman haram; (iv) usaha yang memproduksi, mendistribusi dan atau menyediakan barang-barang ataupun jasa yang merusak moral dan bersifat mudharat.
b. Peringkat investment grade: (i) memiliki fundamental usaha yang kuat; (ii) memiliki fundamental keuangan yang kuat; (iii) memiliki citra yang baik bagi publik.
c. Keuntungan tambahan jika termasuk dalam komponen Jakarta Islamic Index (JII) Struktur obligasi syari’ah.
F. PERKEMBANGAN DAN PERTUMBUHAN OBLIGASI SYARI’AH DI INDONESIA
Di Indonesia penerbitan obligasi syari’ah ini dipelopori oleh indosat dengan menerbitkan obligasi syari’ah mudharabah indosat senilai Rp 100 milyar pada oktober 2002 lalu. Obligasi ini mengalami oversubribed dua kali lipat, sehingga indosat menambah jumlah obligasi yang ditawarkan menjadi Rp 175 milyar. Langkah indosat ini diikuti Bank Muamalat dan Bank Syari’ah Mandiri (BSM) pada tahun ini.
Disusul PT Berlain Laju Tanker yang menerbitkan obligasi syari’ah Berlian Laju Tanker dengan emisi senilai Rp 175 milyar pada 28 Mei 2003. PT Bank Bukopin menerbitkan obligasi syari’ah mudharabah pada 10 Juli 2003 dengan nilai emisi Rp 45 milyar. PT Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada 15 Juli 2003 dengan nilai emisi Rp 200 milyar, PT Ciliandra Perkasa pada 26 September 2003 dengan nilai emisi Rp 60 milyar, PT Bank Syari’ah Mandiri pada 31 Oktober 2003 dengan nilai emisi Rp 200 milyar, dll.
Namun, perkembangan obligasi syari’ah belum memicu pemerintah untuk segera menerbitkan sukuk, yaitu sejenis obligasi negara syari’ah. Sampai saat ini pengkajian terhadap sukuk masih terus dilakukan oleh Departemen Keuangan. Hal ini disebabkan oleh perlunya menerapkan prinsip kehati-hatian dan tidak sekedar latah atau ikut-ikutan.
Dari sisi pasar modal, penerbitan obligasi syari’ah muncul sehubungan dengan berkembangnya institusi-institusi keuangnan syari’ah seperti perbankan syari’ah, asuransi syari’ah, dan reksadana syai’ah yang membutuhkan penempatan alternatif obligasi syari’ah.
TABEL EMISI OBLIGASI SYARI’AH
Emiten Jenis obligasi Nilai emisi perangkat Indikasi return/ fee Waktu penerbitan
Indosat Mudharabah Rp 175 M AA+ 15,75 % TH 2002
Berlian Laju Tanker Mudharabah Rp 60 M A- 14,75 % TH 2003
Bank Bukopin Mudharabah Rp 45 M BBB+ 13,75 % TH 2003
BMI Mudharabah Rp 200 M BBB- 17,00 % 15 JULI 2003
Ciliandra Perkasa Mudharabah Rp 60 M BBB 17, 70 % 26 SEP 2003
BSM Mudharabah Rp 200 M BBB 13,00 % 31 OKT 2003
Perkebunan Nusantara Vii Mudharabah Rp 75 M BBB+ 13875 %
Matahari Putra Prima Mudharabah Rp 150 M A+ 13,80 % 6 MEI 2004
Di Malaysia, instrumen obligasi syari’ah digunakan untuk berbagai macam keperluan, baik untuk pembiyaan kegiatan pemerintah maupun untuk keperluan industri keuangn syari’ah. Instrumen yang sudah pernah diterbitkan berupa government investment issue, yaitu pinjaman kebaikan atau qardhul hasan yang digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintah. Konsep ini tidak ada imbalan bagi pemilik modal, namun demikian pemerintah boleh memberikan semacam hadiah. Oleh karena itu, instrumen GIIs tidak untuk diperdagangkan.
The Malaysian Global Sukuk merupaka surat berharga dengan akad ijarah. Surat berharga ini adalah aset backed scurities dengan aset berupa real estate yang berharga milik pemerintah Malaysia.
Disamping menerbitkan obligasi pemerintah, berbagai perusahaan di Malaysia juga menerbitkan instrumen efek syari’ah. Seperti sanadat Mudharabah Cagamas adalah obligasi mudharabah dengan jangka waktu s/d 7 tahun yang diterbitkan untuk pembiayaan perumahan. Biniaring Satelit Sistem menerbitkan surat berharga senilai RM 750 milion berupa akad ba’i bi thaman ajil dan mudharabah underwritten notes issuance facility (MUNIF).
Sementara itu, di Bahraen juga telah menerbitkan beberapa surat berharga syari’ah. Salah satunya adalah Bahrain Monetary Agency Sukuk Al-Ijarah senilai $US 100 dan US $ 70 milion yang digunakan untuk membiayai infrastruktur pemerintah.
G. PROSPEK, KENDALA, & STRATEGI PENGEMBANGAN
1. Prospek Obligasi Syari’ah
Dengan penerbitan obligasi syari’ah Indosat, diharapkan pangsa pasar investasi pada instrumen syari’ah akan lebih semarak. Industri obligasi syari’ah di Indonesia diharapkan bisa berkembang pesat seperti di negara Malaysia yang telah mencapai RM 3 miliar. Selain itu inestor dari negara muslim diseluruh dunai bisa mencapai jumlah diatas US$ 700 miliar, sebuah jumlah yang sangat signifikan untuk dijadikan target pengembangan pasar.
Prospek perkembangan obligasi syari’ah yang untuk pertama kalinya diterbitkan oleh PT Indosat dipastikan akan diikuti oleh beberapa perusahaan lain. Tentunya penerbitan obligasi syari’ah melalui proses prosedur perizinan yang berlaku dengan melibatkan pihak Dewan Syari’ah Nasional (MUI) untuk memberikan opini dan pengawasan proses penerbitan obligasi syari’ah tersebut. Diharapkan bahwa munculnya instrunen investasi obligasi syari’ah di Indonesia bisa mendukung pertumbuhan pasar modal Indonesia menjadi lebih maju dan memberikan berbagai alternatif investasi bagi investor.
2. Kendala Pengembangan Obligasi Syari’ah
diantara kendala pengembangan obligasi syari’ah adalah sebagai berikut:
Belum banyak masyarakat yang pahamtentang keberadaan obligasi syari’ah, apalagi sistem yang digunakan didalamnya. Hal tersebut tidak lepas dari ruang sosialisasi obligasi syari’ah dikondisikan hanya terbatas oleh para pemodal yang memiliki dana lebih dari cukup.
Masyarakat dalam menyimpan dananya cenderung didasarkan atas pertimbangan pragmatis. Hal ini yang menjadikan trend tingkat bunga yang cenderung bisa dipastikan pada masa yang akan datang, menjadikan investor lebih memilih obligasi konvensional dari pada obligasi syari’ah.
Di usia yang relatif muda dan sistem yang berbeda, obligasi syari’ah dikondisikan untuk menghadapi masyarakat yang kurang percaya akan keberadaan sistem yang belum ia kenal.
3. Strategi Pengembangan Obligasi Syari’ah
usaha yang perlu dilakukan untuk menjawab kendala-kendala obligasi syari’ah adalah sebagai berikut:
Langkah-langkah sosialisasi dilakukan untuk membangun pemahaman akan keberadaan oblgasi syari’ah ditengah-tengah masyarakat keterlibatan praktisi, akademisi dan ulama sangat diperlukan dalam usaha-usaha mensosialisasikan obligasi syari’ah.
Usaha untuk menarik pasar emosional secara statistik relatif lebih sedikit daripada pasar nasional. Oleh kerenanya obligasi syari’ah tidak bisa hanya sekedar menunggu sampai adanya perubahan paradigma mengenai obligasi syari’ah yang tidak tentu waktunya tetapi setidaknya obligasi syari’ah mampu menangkap kondisi yang ada sebagai peluang yang bisa digunakan untuk meningkatkan produksinya.
Untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat, usaha untuk meningkatkan profesionalitas, kualitas, kapabilitas, dan efesiensi, harus selalu dilakukan oleh obligasi syari’ah.
H. MANFAAT OBLIGASI SYARIAH UNTUK PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA
BI dalam fungsinya sebagai The Leader of Last Resort adalah membantu bank-bank yang mengalami kesulitan likuiditas. Menurut ps. 11 (1) UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia adalah bahwa BI dapat memberi kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah untuk jangka waktu paling lama 90 hari kepada bank untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek bank tersebut. Hanya saja kesulitan terjadi ketika UU tersebut juga menentukan bahwa bank konvensional maupun bank syariah wajib memberikan jaminan berupa agunan yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan serta nilainya minimal sebesar jumlah kredit atau pembiayaan yang diterimanya. Sedangkan maksud agunan yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan adalah meliputi surat berharga atau tagihan yang diterbitkan oleh pemerintah atau badan hukum lain yang mempunyai otoritas. Bagi bank syariah untuk dapat menyediakan agunan berupa surat-surat berharga dan/atau tagihan yang tidak berbunga, [27] dulu belum dimungkinkan karena pasar keuangan (financial market) yang berdasarkan prinsip syariah belum berkembang di Indonesia. Tetapi sekarang keadaan ini sudah berubah dan indikasinya adalah berdirinya pasar keuangan sesuai dengan prinsip syariah terbuka lebar, walaupun nilai obligasi syariah Indosat masih jauh dari harapan, tetapi itu tidak akan menutup kemungkinan bank-bank syariah di Indonesia akan megikuti langkah Indosat sehingga hal itu akan membuka peluang investasi yang besar terhadap perbankan syariah dan akan berpartisipasi dalam menyelesaikan masalah likuiditas yang dialami semua lembaga keuangan syariah di Indonesia dewasa ini.
Bank Muamalat Indonesia (BMI) mempertimbangkan untuk menerbitkan obligasi syariah guna mendapatkan dana pengembangan operasinya, dan rencana penerbitan obligasi syariah saat ini masih dalam tahap kajian. Pengkajian kemungkinan penerbitan obligasi syariah ini, karena produk tersebut masih sesuatu yang baru. Menurut Direktur Utama BMI, M. Riawan Amin, pengkajian ini diperlukan karena obligasi syariah merupakan sesuatu yang tidak riil. Sehingga, apabila proyek berakhir, obligasi pun berakhir. Akan tetapi, kalau bank ini sampai suatu titik tiba-tiba obligasinya berakhir kemudian tingkat pembiayaan bank masih begitu tinggi, maka bank tersebut akan menghadapi rasio likuiditas yang tinggi. Dengan alasan tersebut, right issue (penerbitan saham terbatas) tetap menjadi pilihan bagi BMI karena relatif lebih aman dibandingkan dengan penerbitan obligasi syariah.
Menurut Dirut Tazkia Institut, Zainul Arifin berpendapat dalam seminar Obligasi Syariah: Kendala dan Prospeknya di Indonesia yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Indonesia, perbankan syariah sangat terbuka untuk menerbitkan obligasi syariah. Hanya saja, prospeknya sangat tergantung dari persepsi masyarakat. Selain itu, tidak seperti emiten yang lain, perbankan yang mau menerbitkan obligasi tunduk pada dua institusi sekaligus: Bapepam dan Bank Indonesia.
Anggota Dewan Syariah Nasional (DSN), Cecep Maskanul Hakim, mengemukakan bahwa perbankan yang hendak menerbitkan obligasi syariah harus memenuhi beberapa syarat. Salah satunya, underlying asset-nya harus didukung oleh aset riil.
H. PRODUK FIXED INCOME
1. Pengertian Fixed Income
Istilah fixed income mempunyai pengertian produk investasi dengan tingkat pendapatan tetap (stabil). Produk fixed income sangat beragam jenis tujuan dan manfaatnya. Setiap instrumen fixed income mempunyai karakteristik yang spesifik untuk memunculkan daya tarik bagi investor supaya menanamkan dananya dengan membeli produk fixed income tersebut. Tingkat penghasilan produk fixed income sangat diminati oleh investor yang mempunyai karakter konservatif serta tidak mau mengambil tingkat risiko yang sangat fluktuatif. Dengan menghasilkan tingkat pendapatan yang tetap, investasi pada produk fixed income memberi kepastian hasil dibanding misalnya pada saham dan produk derivatif lainnya.
2. Commercial Paper (CP)
Surat berharga komersial adalah surat utang yang sangat praktis bagi kalangan perusahaan yang membutuhkan dana karena setelah diterbitkan instrumen ini cukup likuid dan mudah diperdagangkan. Surat utang jangka pendek ini mempunyai kisaran jatuh tempo sampai dengan 270 hari. Tingkat suku bunganya berbentuk fixed rate dan menerapkan pola diskon di depan. Biasanya surat ini diterbitkan oleh perusahaan, bank, atau pihak yang membutuhkan dana kepada investor yang mempunyai kelebihan dana. Jenis mata uang penerbitan bisa berbentuk rupiah atau US Dollar. Commercial paper tidak perlu tercatat di bursa seperti obligasi. Proses pemberian peringkat oleh lembaga rating tetap diperlukan untuk memberikan informasi yang trasparan kepada calon investor. Biasanya metode penerbitan dan penjualannya tidak harus melalui penawaran umum tetapi langsung kepada calon investor.
3. Negotiable Certificate Of Deposit (NCD)
Instrumen ini sangat bagus bagi investor yang menginginkan dananya tersimpan cukup aman di bank serta mendapatkan tingkat suku bunga yang cukup kompetitif. Struktur dan kondisi NCD biasanya mempunyai jangka waktu 1 bulan sampai 1 tahun. Jenis mata uangnya menggunakan rupiah sedangkan kalender perdagangan bisa berdasarkan 360 hari atau 365 hari. Metode penawarannya langsung kepada pihak investor atau nasabah bank. Penerbitan NCD tidak perlu dicatatkan di bursa serta tidak perlu diberi peringkat. Banyak sekali manfaat keuntungan melakukan investasi pada NCD karena fleksibilitas jumlah nominalnya serta periode jatuh temponya yang relatif pendek sehingga cukup likuid.
4. Medium Term Note (MTN)
Ini merupakan instrumen yang cocok untuk perusahaan yang membutuhkan utang. Instrumen ini pertama kali diperkenalkan oleh Merrill Lynch pada 1981. Penerbitan MTN diupayakan untuk memenuhi kebutuhan para pelaku pasar uang dan investor obligasi jangka panjang. Jangka waktu jatuh tempo berkisar antara 1 sampai 5 tahun. Penerbitan MTN bisa menggunakan mata uang berbentuk rupiah atau US Dollar. Jenis tingkat suku bunga bisa diberikan dengan metode diskon atau zero coupon. Metode pembayaran kupon bisa dilakukan dengan metode interest bearing, kuartalan atau semesteran. MTN tidak perlu dicatatkan di bursa serta tidak perlu di beri peringkat. Penawaran kepada investor dilakukan secara private placement.
5. Asset Backed Securities (ABS)
Instrumen ini diharapkan menjadi pilihan sumber pendanaan di masa depan karena cukup menarik. Surat utang ini diterbitkan dengan jaminan piutang dagang, misalnya dari bank, perusahaan kartu kredit ataupun kredit properti.. jangka waktu jatuh temponya berkisar antara 1 sampai 5 tahun. Tingkat suku bunga bisa berbentuk fixed dan floating rate. Pembayaran suku bunga dilakukan dengan diskon harga pembelian. Penerbitan ABS ini bisa dilakukan dengan cara private placement dan juga bisa melalui penawaran ke publik. Instrumen ini tidak harus dicatatkan di bursa dan tidak harus melalui proses pemberian peringkat. Saat ini ada beberapa perusahaan sekuritas yang mencoba menerbitkan instrumen ABS ini bekerja sama dengan pihak bank perkreditan perumahan atau bank penerbit kartu kredit.
6. Convertible Bond (CBs)
Instrumen ini banyak ditawarkan di pasar perdana. Keuntungannya adalah bahwa instrumen ini bisa dikonversi atau dipertukarkan dengan instrumen saham penerbit obligasi konversi tersebut. Periode jatuh temponya sekitar 3 sampai 10 tahun. Mata uang yang dipakai berbentuk rupiah dan tingkat suku bunganya diberikan dalam bentuk fixed rate. Pembayaran kupon bisa dilakukan secara interest bearing, kuartalan atau semesteran. Obligasi konversi banyak diterbitkan perusahaan untuk menarik daya beli investor terhadap obligasi yang diterbitkannya. Kadangkala apabila harga saham perusahaan tersebut sedang naik, investor cenderung melakukan konversi obligasi menjadi saham perusahaan.
7. Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
Instrumen ini diterbitkan oleh Bank Indonesia pertama kali pada 1984 berdasarkan Keppres No. 5 Tahun 1984 sebagai alternatif investasi bagi pemilik dana yang diberikan bank sentral serta pemberian tingkat suku bunga yang cukup kompetitif. Fungsi SBI tidak jauh berbeda dengan Treasury Bill yaitu surat utang yang diterbitkan oleh pemerintah. Karena diterbitkan oleh bank sentral, peringkat SBI merupakan instrumen investasi yang likuid dan aman untuk investasi serta tidak perlu rujukan dari lembaga pemeringkat.
SBI diterbitkan dengan sistem diskonto dan tanpa warkat (scriptless) dengan penyelesaian transakai 1 hari (one day settlement). Satuan unit SBI adalah sebesar Rp 1 juta dengan transaksi terkecil di pasar perdana sebesar 1.000 unit atau Rp 1 milliar. Jangka waktu SBI terdiri dari 1, 2, 3, 6, dan 12 bulan. Metode perdagangannya dilakukan melalui sistem lelang dan nonlelang. Lelang dilakukan secara periodik, misalnya tiap rabu dengan sistem ABS (Automatic Bidding System) dari Bloomberg yang bersifat onlinel real time.
8. Promissory Note (PN)
Instrumen ini diterbitkan oleh perusahaan atau kalangan perbankan dengan perjanjian untuk membayar sejumlah dana yang diterima pada periode tertentu. Karakteristiknya adalah bahwa instrumen ini diperdagangkan dengan harga diskon, tidak ada jaminan. Jangka waktu jatuh tempo berkisar sampai 1 tahun, tidak perlu dilakukan pemberian peringkat, dan penerbitannya tidak harus tercatat di bursa.
9. Floating Rate Note (FRN)
Surat utang ini diterbitkan dengan tingkat suku bunga mengambang, pada dasarnya secara umum karakteristuiknya tidak jauh berbeda dengan obligasi. Penyesuaian tingkat suku bunganya dilakukan secara berkala, bisa periodik dalam jangka enam bulan sekali serta terikat pada aturan indeks pasar uang seperti Treasury Bill. Mekanisme penerbitannya tidak harus tercatat di bursa serta bisa ditawarkan dengan metode private placement.
10. Treasury Bonds (T-Bonds)
Surat utang ini diterbitkan langsung oleh pemerintah. Pada 27 Desember 2002, pemerintah Indonesia telah mencatatkan T-Bonds di bursa Efek Surabaya dengan nilai Rp 2 triliun dengan jangka waktu jatuh tempo sampai 8 tahun. Peringkat T-Bonds adalah AAA atau Triple A karena dijamin oleh pemerintah Indonesia. Tingkat suku bunga atau yield yang ditawarkan relatif di kisaran 14,5% sampai 15%. T-Bonds di indonesia diterbitkan dengan nominal Rp 1 juta serta mempunyai tujuan untuk melakukan refinancing obligasi rekap perbankan. Metode penjualan dilakukan dengan insentif diskon untuk menarik minat investor.
11. Repurchase Agreement (REPO)
Produk investasi ini diterbitkan dengan memberikan daya tarik bagi investor dengan diberikannya perjanjian untuk membeli kembali instrumen sekuritas tersebut pada harga dan waktu yang telah disepakati bersama. Perdagangan REPO biasanya dilakukan untuk intervensi pasar uang yang dilakukan oleh pemerintah. Tingkat suku bunga REPO ditentukan dengan patokan tingkat suku bunga pemerintah sehingga biasanya dibuat lebih tinggi agar menarik investor tersebut.
12. Obligasi Subordinasi (Subordinated Bonds)
Jenis instrumen ini diterbitkan terutama oleh lembaga perbankan dengan tujuan meningkatkan kualitas CAR (Capital Adequancy Ratio). Dengan menerbitka obligasi subordinasi, dalam laporan keuangan bank tersebut obligasi ini akan dikelompokkan dalam modal pelengkap di struktur permodalannya, sehingga secara langsung akan dapat meningkatkan posisi penghitungan rasio kecukupan modalnya. Untuk perusahaan non perbankan posisi obligasi subordinasi dalam laporan keuangan akan dimasukkan dalam struktur modal perusahaan sehingga akan memperkuat struktur permodalan perusahaan tersebut.
Struktur obligasi subordinasi ini biasanya berjangka waktu lebih dari 5 tahun serta mempunyai hak call option, selain itu tidak dijamin dengan jaminan khusus. Apabila penerbit mengalami default, hak tagih surat utang ini akan diberikan kemudian setelah penyelesaian surat utang jenis lainnya seperti obligasi umum atau utang bank.
Lampiran 1
Kami telah melakukan observasi kami ke PT PLN persero. Berikut kami lampirkan hasil dari observasi kami di PT PLN persero:
Strength (Kekuatan):
PT PLN pesero baru mengeluarkan obligasi syari’ahnya di tahun 2006 dengan total Rp 24 triliun, dan porsi yang mereka keluarkan untuk obligasi syari’ahnya sebesar Rp 200 milyar. Walaupun PT PLN persero ini masih baru dalam mengeluarkan obligasi syari’ahnya, tetapi ia tetap optimis karena pemerintah terus melakukan pengembangan pasar modal syari’ah. Mengingat obligasi syari’ah semakin berkembang dan mulai memasyarakat, maka sampai tahun 2008 ini PT PLN persero terus menambah jumlah obligasi syari’ahnya.
Mengingat keberhasilan dari obligasi yang di keluarkan pada tahun lalu, untuk itu di tahun 2008 ini. PT PLN persero akan menambah jumlah obligasi syari’ahnya sebesar 35 %.
Karena keoptimisannya, dan di dukung dengan telah dikeluarkannya UU tentang obligasi, untuk itu PT PLN persero akan Go Internasional dalam obligasi syari’ahnya. Mereka berencana akan mengeluarkan global sukuk di tahun-tahun berikutnya.
Weskness (Kelemahan):
Karena obligasi syari’ah yang diterapkan oleh PT PLN persero ini bentuk akadnya adalah obligasi syari’ah ijarah, maka kesulitan atau kelemahan utama dalam penerbitan sukuk ini adalah mencari adanya suatu trasnsaksi pendukung (underlying), berupa sejumlah aset tertentu yang menjadi dasar penerbitan obligasi syari’ah.
Kurangnya penjamin dari emiten yang berani menjamin penerbitan dan penjualan obligasi syari’ah.
Opprtunity (Peluang):
PT PLN persero merasa memiliki peluang untuk terus meningkatkan jumlah obligasi syari’ahnya. Dan merasa ingin ikut mendukung perkembangan pasar modal syari’ah yang kini semakin marak di Indonesia.
Dari obligasi syari’ah yang di keluarkan oleh PT PLN persero, ternyata di sambut baik oleh para investor. Mengingat hasil penjualan obligasi syari’ah pada tahun sebelumnya menuai keberhasilan, maka pengeluaran obligasi yang tadinya hanya Rp 200 milyar, maka pada tahun-tahun berukutnya akan di tambah sebesar 35 %. Di dukung dengan di perolehnya kepercayaan dari DSN dalam penerbitan obligasi syari’ah.
Bagi PT PLN persero, pembuatan struktur obligasi syari’ah ijarah tidak jauh berdeda dengan struktur obligasi konvensional. Disamping itu, obligasi syari’ah ijarah lebih sederhana dan banyakdiminati masyarakat. Oleh karena itu, dalam hal ini, ia ingin terus menerbitkan obligasi syari’ah ijarah.
Thereatment (Tantangan):
Kedepan, PT PLN persero harus lebih cepat, cermat dalam memilih underlying yang akan digunkan untuk transaksi pendukung yang menjadi dasar penerbitan obligasi syari’ah.
PT PLN persero harus mampu meyakinkan para investor dan juga DSN bahwa obligasi yang akan diterbitkan ini jelas underlying-nya, dan terbebas dari penyimpangan syari’ah.
Emiten yang di minta untuk menjamin penerbitan sukuk harus benar-benar bertanggung jawab atas penerbitan sampai dengan penjualan obligasi syari’ah.
BAB III
PENUTUP
Maraknya pasar modal syari’ah pada saat ini sangat mendukung adanya transaksi bisnis yang tidak lagi dikhawatirkan mengandung unsur-unsur yang dilarang obleh syari’at islam. Obligasi syari’ah yang merupaka salah satu instrumen yang sedang berkembang, nampaknya disambut baik oleh para investor. Terlebih lagi, bukan hanya investor muslim saja yang tertarik untuk berinvestasi pada obligasi syari’ah ini, tetapi juga investor non muslim yang ikut andil dalam pengembangan pasar modal syari’ah.
Maka dari itu, sebagai penerus ekonom muslim, kita harus membekali ilmu sejak dini untuk perkembangan syari’at islam yang akan datang, terutama dibidang transaksi mua’amalat. Mengingat semakin berkembangnya instrumen-instrumen dan lembaga keuangan syari’ah di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Sudarsono, Heri. 2004. Bank Dan Lembaga Keuangan Syari’ah, Deskripsi Dan Ilustrasi. Edisi ke-2. Ekonisia: Yogyakarta.
Himpunan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional, DSN MUI-BI. 2006: Jakarta.
Firdaus, Muhammad, Dkk. 2005. Konsep Dasar Obligasi Syari’ah. Renaisans: Jakarta.
Sumitro, Warkum. 2004. Asas-Asas Perbankan Islam Dan Lembaga-Lembaga Terkait. Raja Grafindo Persada: Jakarta.
Direktorat Kebijakan Pembiayaan Syari’ah, Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang,. Departemen Keuangan RI. 2007. Mengenal Sukuk, Instrumen Investasi Dan Pembiayaan Berbasis Syari’ah.
Raharjo, Sapto. 2003. Panduan Investasi Obligasi. PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
www. Google. com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar