BAB I
PENDAHULUAN
Pesatnya perkembangan lembaga keuangan syari’ah, memberikan harapan bagi perkembangan pasar modal yang dilandasi prinsip-prinsip syari’ah. Ada keterkaitan yang erat dalam upaya pengembangan lembaga keuangan syari’ah dengan pasar modal syari’ah. Lembaga keuangan syari’ah membutuhkan penempatan portofolionya pada pasar modal syari’ah dengan saham yang halal dalam obligasi syari’ah. Terutama untuk memenuhi kebutuhan penempatan dana investasi lembaga keuangan syari’ah yang cenderung over likuiditas pada pasca fatwa MUI mengenai haramnya bunga bank.
Obligasi merupakan salah satu instrumen pasar modal syari’ah, disamping saham syari’ah dan reksa dana syari’ah. Pada awalnya banyak kalangan yang meragukan dari keabsahan obligasi syari’ah. Mengingat obligasi syari’ah merupakan surat bukti kepemilikan hutang, yang dalam islam sendirihal tersebut tidak diakui.
Namun demikian, sebagaimana pengertian bank syari’ah adalah bank yang menjalankan prinsip syari’ah, tetap menghimpun dan menyalurkan dana, tetapi tidak dengan dasar bunga, demikian juga adanya pergeseran pengertian pada obligasi. Mulanya dikenal sebagai instrumen fixed income karena memberikan kupon dengan bunga tetap (fixed) sepanjang tenornya. Kemudian dikembangkan pula obligasi dengan kupon bunga mengambang (floating) sehingga bunga yang diterima pemegang obligasi tidak lagi tetap. Dalam hal obligasi syari’ah, kupon yang diberikan tidak lagi berdasarkan bunga, tetapi bagi hasil atau margin/fee.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN, SEJARAH, DASAR HUKUM, & TUJUAN BERDIRINYA.
1. Pengertian
obligasi merupakan surat hutang dari suatu lembaga atau perusahaan yang dijual kepada investor untuk mendapatkan dana segar. Para investor akan mendapatkan return dalam bentuk tingkat suku bunga tertentu yang sangat bervariasi, tergantung kekuatan bisnis penerbitnya. Suku bunga ini bisa dibayarkan secara tetap atau berjenjang. Obligasi diterbitkan dapat berupa atas unjuk dan atas nama.
Obligasi atas unjuk berarti pemegang obligasi dianggap sebagai pemilik atas hak obligasi tersebut. Sedangkan obligasi atas nama berarti yang berhak atas sejumlah nilai uang atas obligasi tersebut adalah sesuai dengan nama yang tertera pada obligasi tersebut.
Tingkat suku bunga dalam obligasi disebut kupon. Kupon merupakan penghasilan bunga obligasi yang didasarkan atas nilai nominal yang dilakukan berdasarkan perjanjian, biasanya setiap tahun atau setiap semester atau triwulan.
Penerbitan obligasi melibatkan perjanjian antara dua pihak, yaitu pihak penerbit (issuer) dengan pihak pembeli pinjaman (investor/bondholder). Dalam kontrak perjanjian tersebut biasanya berisi beberapa hal, diantaranya:
1. Besarnya tingkat kupon serta periode pembayaran
2. Jangka waktu jatuh tempo
3. Besarnya nominal
4. Jenis obligasi
Sedangkan yang dimaksud dengan obligasi syari’ah sebagaimana Fatwa Dewan Syari’ah Nasional (DSN) No.32/DSN-MUI/IX/2002, obligasi syari’ah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syari’ah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syari’ah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syari’ah berupa bagi hasil atau margin atau fee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.
Walaupun masih ada sebagian ulama yang mempertanyakan kebolehan obligasi syari’ah, namun obligasi syari’ah di Indonesia telah dipayungi kehalalannya oleh Fatwa Dewan Syari’ah Nasional (DSN) bernomor 32/DSN-MUI/IX/2002. Dua obligasi yang beredar bernomor 32/DSN-MUI/IX/2002, yaitu obligasi syari’ah mudharabah dan obligasi syari’ah ijarah. Masing-masing disahkan oleh Fatwa DSN –MUI No.33/DSN-MUI/IX/2002 dan fatwa DSN-MUI No.41/DSN-MUI/111/2004.
Adapun kaidah syari’ah untuk obligasi syari’ah ini adalah:
a. Bersifat mudharabah karena tidak harus menanggung rugi.
b. Dapat menerima pembagian dari pendapatan (revenue sharing) dimana emiten mengikat diri untuk membatasi penggunaan pendapatan sebagai biaya usaha.
c. Dapat dijual dibawah nilai paru (modal awal) kalau perusahaan mengalami kerugian.
d. Perubahan nilai pasar bukan berarti perubahan jumlah utang.
2. Sejarah Munculnya Obligasi
Pasar modal syari’ah telah diluncurkan pada tanggal 14 maret 2003. Mucul harapan bahwa pasar modal yang di dasari prinsip syari’ah dapat berkembang lebih besar lagi. Pasar modal syari’ah diharapkan dapat mendorong pertumbuhan institusi-institusi (lembaga keuangan) syari’ah dan instrumen-instrumen syari’ah. Salah satu instrumen syari’ah yang diperkirakan akan berkembang pesat adalah obligasi syari’ah.
Memang terdapat keterkaitan yang erat dalam upaya pengembangan pasar modal syari’ah ini. Pasar, instrumen, dan institusi menjadi komponen yang saling mendukung dalam sistem keuangan syari’ah. Satu institusi skan membutuhkan pasar, instrumen, dan institusi lainnya.
Ketika bank syari’ah dikembangkan, muncullah untuk membuat pasar uang syari’ah. Pada saat reksa dana syari’ah dimunculkan, perlu instrumen halal untuk penyaluran penempatan fortofolio-nya. Demikian juga dengan asuransi dan dana pensiun syari’ah. Lembaga keuangan syariah ini memerlukan bank syari’ah, membutuhkan pasar modal syariah dengan saham halal dan obligasi syariahnya. Ketika suatu emiten yang tercatat di bursa ingin dikatakan tergolong syariah, boleh jadi emiten tadi memerlukan obligasi syariah sebagai pendanaan alternatifnya.
3. Dasar Hukum
Pelaksaan obligasi syari’ah di Indonesia dilaksanakan atas dasar hukum:
a. pendapat ulama tentang keharaman mendapatkan bunga
b. pendapat ulama tentang keharaman obligasi yang penghasilannaya berbentuk bunga (kupon)
c. pendapat ulama tentang obligasi syari’ah yang menggunakan prinsip mudharabah, murabahah, musyarakah, istishna, dan salam.
d. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional no.20 DSN/IV/2001 mengenai pedoman pelaksaan invstasi reksa dana syari’ah.
e. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No.32/DSN-MUI/IX/2002 tentang obligasi syari’ah.
Dengan dasar pegangan hukum dari Dewan Syari’ah Nasional dibawah Majlis Ulama Indonesia mengenai obligasi syari’ah, penerbitan obligasi syari’ah oleh perusahaan di Indonesia bisa direalisasikan.
Penyelesaian perselisihan dalam menerbitkan obligasi syari’ah jika timbul perselisihan antara pihak terkait, harus diselesaikan Badan Arbitrase Syrai’ah apabila tidak mendapatkan penyelesaian sepakat antara kedua belah pihak yang bersengketa.
Adapun ayat Al-Qur’an yang berhubungan dengan ini adalah:
“hai orang-orang yang beriman! Penuhilah aqad-aqad itu...” (Al-Maidah: 1)
•
“dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti dimintai pertanggungjawabannya” (Al-Isra’: 34)
• •
275. Orang-orang yang makan (mengambil) riba[174] tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila[175]. keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang Telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu[176] (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
[174] Riba itu ada dua macam: nasiah dan fadhl. riba nasiah ialah pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. riba fadhl ialah penukaran suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya Karena orang yang menukarkan mensyaratkan demikian, seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi, dan sebagainya. riba yang dimaksud dalam ayat Ini riba nasiah yang berlipat ganda yang umum terjadi dalam masyarakat Arab zaman Jahiliyah.
[175] Maksudnya: orang yang mengambil riba tidak tenteram jiwanya seperti orang kemasukan syaitan.
[176] riba yang sudah diambil (dipungut) sebelum turun ayat ini, boleh tidak dikembalikan.
Dari hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Al-Tirmidzi dari ‘Amr Bin ‘Auf Al Muzani, Nabi SAW bersabda:
“perjanjian boleh dilakukan diantara kaum muslimin kecuali perjanjian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum kuslimin terikat dengna syarat-syarat mereka kecuali syarat yan mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.”
4. Tujuan Berdirinya Obligasi Syari’ah
Adapun tujuan di terbitkannya obligasi adalah sebagai berikut:
• Memperluas basis sumber pembiayaan angggaran negara
• Mendorong pengembangan pasar keuangan syari’ah
• Menciptakan benchmark di pasar keuangan syari’ah
• Diversifikasi basis investor
• Mengembangkan alternatif instrumen investasi
• Megoptimalkan pemanfaatan barang milik negara
• Memanfaatkan dana-dana mesyarakat yang belum terjaring oleh sistem perbankan konvensional
B. KONSEP DASAR OBLIGASI SYARI’AH
Sebagaimana yang telah dikemukakan diawal makalah ini, bahwa obligasi adalah surat hutang, dimana pemegangnya berhak atas bunga tetap. Sedangkan bunga dalam islam sama dengan riba yang diharamkan baik dalam al-qur’an, hadits nabi, ataupun ijma’ ulama. Oleh kerena itu, pada prinsip syari’ah tidak mengenal adanya hutang, tetapi mengenal adanya kewajiban yang hanya timbul akibat adanya transaksi atas aset/produk (maal) maupun jasa (amal) yang tidak tunai, sehingga terjadi transaksi pembiyaan.
Perbedaan yang paling mendasar antara obligasi syari’ah dengan obligasi konvensional terletak pada penetapan bunga yang besarnya sudah ditentukan diawal transaksi jual-beli. Sedangkan pada obligasi syari’ah saat perjanjian jual-beli belum ditentukan besarnya bunga. Yang ditentukan adalah seberapa besar proporsi pembagian hasil apabila mendapatkan keuntungan dimasa yang akan datang.
Rekontruksi terhadap obligasi dilakukan agar sesuai dengan kaidah-kaidah ayari’ah, diantaranya:
1. penghapusan bunga yang tetap dan mengalihkannya ke surat investasi yang ikut serta dalam keuntungan dan dalam kerugian, serta tunduk pada kaidah al-ghunm bi al-ghurm, yaitu keuntungan/peghasilan itu berimbang dengan kerugian yang ditanggungnya.
2. penghapusan syarat jaminan atas kembalinya harga obligasi dan bunganya sehingga menjadi saham biasa.
3. pengalihan obligasi ke saham biasa.
Menurut Muhammad Amin, instrumen obligasi syari’ah dapat diterbitkan dengan menggunakan prinsip mudharabah, musyarakah, ijarah, istishna, salam dan mudharabah sehingga dari prinsip ini nama obligasi syari’ah tergantung pada prinsip yang mana yang akan digunakan emiten.
Dalam konsep obligasi syari’ah mudharabah, emiten menerbitkan surat berharga jangka panjang untuk ditawarkan kepada investor dan berkewajiban membayar pendapatan berupa bagi hasil atau margin fee serta pokok hutang obligasi pada waktu jatuh tempo kepada para pemegang obligasi tersebut. Dalam hal ini pihak emiten berfungsi sebagai mudharib, sedangkan investor pemegang obligasi sebagai shahibul maal. Sementara emiten yang menerbitkan obligasi syari’ah harus memenuhi persyaratan seperti persyaratan emiten yang masuk dalam kriteria Jakarta Islamic Index (JII).
Obligasi syari’ah juga lebih kompetitif dibandingkan dengan obligasi konvensional, hal ini disebabkan oleh:
1. Kemungkinan perolehan dari bagi hasil pendapatan lebih tinggi dari pada obligasi konvensional.
2. Obligasi syari’ah aman karena digunakan untuk mendanai proyek-proyek yang prosfektif.
3. Bila terjadi kerugian (di luar kontrol) investor tetap memperoleh aktiva.
4. Terobosan paradigma, bukan lagi surat hutang tapi surat investasi.
C. PRINSIP TRANSAKSI DAN APLIKASINYA
Sebagai bentuk pendanaan (financing) dan sekaligus investasi memungkinkan beberapa bentuk atau struktur yang dapat ditawarkan untuk tetap berada dalam rambu-rambu syari’ah. Salah satunya adalah menghindarkan segala jenis transaksi dari unsur riba. Berdasarkan alasan tersebut, maka struktur obligasi syari’ah dapat berupa:
a. Bagi hasil berdasarkan akad mudharabah, muqaradah, qiradah, ataupun musyarakah. Akad mudharabah/musyarakah adalah akad kerja sama dengan skema bagi hasil pendapatan atau keuntungan. Obligasi jenis ini akan memberikan return dengan penggunaan term indicativ atau expected return karena sifatnya yang floating dan tergantung pada kinerja pendapatan yang dibagihasilkan.
b. Margin atau fee berdasarkan akad mudharabah, salam, istishna, dan ijarah. Dengan akad tersebut, obligasi syari’ah akan memberikan fixed return (pendapatan tetap)
Berdasarkan prinsip transaksi diatas, untuk saat ini di indonesia mengenal adanya dua jenis obligasi, yaitu obligasi mudharabah dan obligasi ijarah.
Obligasi Mudharabah
Obligaasi syari’ah mudharabah adalah obligasi syari’ah yang menggunkan akad mudharabah. Sesbagaimana yang telah kita ketahui, akad mudharabah adalah akad kerjasama antara pemilik modal (shahibul maal/investor) dan pengelola (mudahrib/emiten)
Ikatan atau akad mudharabah pada hakikatnya adalah ikatan penggabungan atau percampuran berupa hubungan kerjasama antara pemilik harta dengan pemilik usaha, dimana pemilik harta hanya menyediakan dana secara penuh (100%) dalam suatu kegiatan usaha dan tidak boleh secara aktif dalam pengelolaan usaha. Sedangkan pemilik usaha (mudharib/emiten) memberikan jasa, yaitu mengelola harta secara penuh dan mandiri (directonery) dalam bentuk asset pada kegiatan usaha tersebut.
Ada beberapa alasan yang mendasari pemilihan prinsip obligasi mudharabah, diantaranya:
a. Obligasi syari’ah mudharabah merupakan bentuk pendanaan yang paling sesuai untuk investasi dalam jumlah besar dan jangka waktunya relatif panjang.
b. Obligasi syari’ah mudharabah dapat digunkan untuk pendanaan umum (general financing), seperti pandanaan modal kerja ataupun capital expenditure.
c. Mudharabah merupakan pencampuran kerjasama antara modal dan jasa (kegiatan usaha), sehingga membuat strukturnya memungkinkan untuk tidak memerlukan jaminan atas aset yang spesifik. Hal ini berbeda dengan struktur yang menggunakan dasar akad jual beli yang mensyartakan jaminan atas aset yang didanai.
d. Kecenderungan regional dan global, dari penggunaan struktur mudharabah dan bai’ bi’tsaman ajil menjadi mudharabah dan ijarah.
Produk obligasi mudharabah juga dapat dikonversi menjadi saham setelah dalam jangka waktu tertentu dengan persetujuan pemiliknya. Sehingga pemilik surat ini berubah menjadi mitra kerjasama kontemporer bagi perusahaan. Dalam keuntungan investasinya menjadi pemilik saham atau mitra kerjasama selamanya.
Pada prinsipnya, obligasi mudharabah yang dikonversi menjadi saham sama dengan obligasi mudharabah baik yang muthlaqah maupun muqayyadah. Persamaan adalah sama-sama menggunakan prinsip musyarakah dan al-ghunm bi al-ghurm dalam hal pembagian keuntungan, sehingga dalam hal ini sesuai dengan kaidah-kaidah islam dalam distribusi keuntungan investasi.
Obligasi Ijarah
Obligasi ijarah adalah obligasi syari’ah berdasarkan akad ijarah. Akad ijarah adalah suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian. Artinya, pemilik harta memberikan hak untuk memanfaatkan objek yang ditransaksikan melalui penguasaan sementara atau peminjaman objek dengan manfaat tertentu dengan membayar imbalan kepada pemilik objek. Ijarah mirip dengan leasing, tapi tidak sepenuhnya sama. Dalam akad ijarah disertai dengan adanya perpindahan manfaat tetapi tidak terjadi perpindahan kepemiikan.
Ketentuan akad ijarah adalah sebagai berikut:
a. Objeknya dapat berupa barang (harta fisik yang bergerak, tak bergerak, harta perdagangan) maupun berupa jasa.
b. Manfaat dari objek dan nilai manfaat tersebut diketahui dan disepakati oleh kedua belah pihak.
c. Ruang lingkup dan jangka waktu pemakaiannya harus dinyatakan secara spesifik.
d. Penyewa harus membagi hasil manfaat yan diperolehnya dalam bentuk imbalan atau sewa/upah.
e. Pemakai manfaat (penyewa) harus menjaga objek agar manfaat yang diberikan oleh objek tetap terjaga.
f. Pembeli sewa haruslah pemilik mutlak.
Sebagai contoh transaksi obligasi ijarah adalah pemegang obligasi memberi dana kepada Toko Matahari untuk menyewa sebuah ruangan guna keperluan ekspansi. Yang mempunyai hak manfaat atas sewa ruangan adalah pemegang obligasi, tapi ia menyewakan kembali kepada Toko Matahari. Jadi harus membayar kepada pemegang obligasi sejumlah dana obligasi yang dikeluarkan ditambah return sewa yang telah disepakati.
Obligasi ijarah banyak diminati oleh para investor, karena pendapat-pendapatnya bersifat tetap. Terutama investor yang paradigmanya masih konvensional konservatif dan lebih mengykai fixied income.
D. JENIS-JENIS OBLIGASI & MEKANISME OPRASIONALNYA
1. Jenis Obligasi Berdasarkan Penerbitan
a) Obligasi pemerintah pusat
b) Obligasi pemerintah daerah
c) Obligasi badan usaha milik negara
d) Obligasi perusahaan swasta
2. Jenis Obligasi Berdasarkan Jaminan
a) Unsecured bonds/ debentures (obligasi tanpa jaminan)
b) Indenture (obligasi dengan jaminan)
c) Mortage bond (obligasi yang dijamin oleh properti)
d) Collateral trust (obligasi yang dijamin dengan skuritas)
e) Equipment trust certificates (obligasi yang dijamin asset tertentu)
3. Jenis Obligasi Berdasarkan Jenis Kupon
a) fixed rate, yaitu obligasi yang memberikan tingkat kupon tetap sejak diterbitkan hingga jatuh tempo.
b) Floating rate, yaitu obligasi yang tingkat bunganya mengikuti tingkat kupon yang berlaku dipasar.
c) Mixed rate, yaitu obligasi yang memeberikan tingka kupon tetap untuk periode tertentu.
4. Jenis Obligasi Berdasarkan Konversi
a) Concertible bond, yaitu obligasi yang dapat ditukarkan dengan saham setelah jangka waktu tertentu.
b) Non-convertable bond, yaitu obligasi yang tidak dapat dikonversi menjadi saham.
Untuk mekanisme oprasional obligasi syari’ah, terdapat beberapa hal pokok mengenai obligasi syari’ah mudharabah dan obligasi syari’ah ijarah.
Untuk obligasi syari’ah mudharabah:
Kontrak atau aqad mudharabah dihitung dalam perjanjian perwalimanatan.
Rasio atau persentasi bagi hasil dapat ditetapkan berdasarkan komponen pendapatan (revenue) atau keuntungan (opening profit, EBIT atau EBITDA). Tetapi fatwa no. 15/DSN-MUI/IX/2000 memberi pertimbangan bahwa dari segi kemaslahatan pembagian usaha sebaiknya menggunakan prinsip revenue sharing.
Nisbah ini dapat ditetapkan konstan meningkat ataupun menurun dengan mempertimbangkan proyeksi pendapatan emiten, tetapi sudah ditetapkan diawal kontrak.
Pendapatan bagi hasil berarti jumlah pendapatan yang dibagihasilkan yang menjadi hak dan oleh kerenanya harus dibayarkan oleh emiten kepada pemegang obligasi syari’ah dengan pendapatan/keuntungan yang dibagihasilkan yang jumlahnya tercantum dalam laporan keuangan konsolidasi emiten.
Pembagian hasil pendapatan atau keuntungan ini dapat dilakukan secaar periodik (tahunan, semesteran, kuartalan, bulanan).
Karena besarnya pendapatan bagi hasil akan ditentukan oleh kinerja aktual emiten, maka obligasi syari’ah memberikan indicative return tertentu.
Untuk obligasi syari’ah ijarah:
Investor dapat bertindak sebagai penyewa (musta’jir). Sedangkan emiten dapat bertindak sebagai wakil investor. Dan property owner dapat bertindak sebagai orang yang menyewakan (mu’jir). Dengan demikian, ada dua kali transaksi dalam hal ini; transaksi pertama terjadi antara investor dengan emiten, dimana investor mewakilkan dirinya kepada emiten dengan akad wakalah, untuk melakukan transaksi sewa-menyewa dengan property owner dengan akad ijarah. Selanjutnya, transaksi terjadi antara emiten (sebagai wakil investor) dengan properti owner (sebagai orang yang menyewakan) untuk melakukan transaksi sewa-menyewa (ijarah).
Setelah investor memperoleh hak sewa, maka investor menyewakan kembali objek sewa tersebut kepada emiten. Atas dasar transaksi sewa-menyewa tersebut, maka diterbitkanlah surat berharga jangka panjang (obligasi syari’ah ijarah), dimana atas penerbitan obligasi tersebut, emiten wajib membayar pendapatan kepada investor berupa fee serta wajib membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.
E. PERATURAN TERKAIT
Beberapa peraturan terkait mengenai obligasi syari’ah:
a. Akivitas utama (core business) yang halal, tidak bertentangan dengan substansi Fatwa No: 20/DSN-MUI/IV/2001. fatwa tersebut menjelaskan bahwa jenis kegiatan usaha yang bertentangan dengan syari’ah islam diantaranya adalah:
(i) usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang; (ii) usaha lembaga keuangan konvensional (ribawi), termasuk perbankan dan asuransi konvensional; (iii) usaha yang memproduksi, mendistribusi, serta memperdagangkan makanan dan minuman haram; (iv) usaha yang memproduksi, mendistribusi dan atau menyediakan barang-barang ataupun jasa yang merusak moral dan bersifat mudharat.
b. Peringkat investment grade: (i) memiliki fundamental usaha yang kuat; (ii) memiliki fundamental keuangan yang kuat; (iii) memiliki citra yang baik bagi publik.
c. Keuntungan tambahan jika termasuk dalam komponen Jakarta Islamic Index (JII) Struktur obligasi syari’ah.
F. PERKEMBANGAN DAN PERTUMBUHAN OBLIGASI SYARI’AH DI INDONESIA
Di Indonesia penerbitan obligasi syari’ah ini dipelopori oleh indosat dengan menerbitkan obligasi syari’ah mudharabah indosat senilai Rp 100 milyar pada oktober 2002 lalu. Obligasi ini mengalami oversubribed dua kali lipat, sehingga indosat menambah jumlah obligasi yang ditawarkan menjadi Rp 175 milyar. Langkah indosat ini diikuti Bank Muamalat dan Bank Syari’ah Mandiri (BSM) pada tahun ini.
Disusul PT Berlain Laju Tanker yang menerbitkan obligasi syari’ah Berlian Laju Tanker dengan emisi senilai Rp 175 milyar pada 28 Mei 2003. PT Bank Bukopin menerbitkan obligasi syari’ah mudharabah pada 10 Juli 2003 dengan nilai emisi Rp 45 milyar. PT Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada 15 Juli 2003 dengan nilai emisi Rp 200 milyar, PT Ciliandra Perkasa pada 26 September 2003 dengan nilai emisi Rp 60 milyar, PT Bank Syari’ah Mandiri pada 31 Oktober 2003 dengan nilai emisi Rp 200 milyar, dll.
Namun, perkembangan obligasi syari’ah belum memicu pemerintah untuk segera menerbitkan sukuk, yaitu sejenis obligasi negara syari’ah. Sampai saat ini pengkajian terhadap sukuk masih terus dilakukan oleh Departemen Keuangan. Hal ini disebabkan oleh perlunya menerapkan prinsip kehati-hatian dan tidak sekedar latah atau ikut-ikutan.
Dari sisi pasar modal, penerbitan obligasi syari’ah muncul sehubungan dengan berkembangnya institusi-institusi keuangnan syari’ah seperti perbankan syari’ah, asuransi syari’ah, dan reksadana syai’ah yang membutuhkan penempatan alternatif obligasi syari’ah.
TABEL EMISI OBLIGASI SYARI’AH
Emiten Jenis obligasi Nilai emisi perangkat Indikasi return/ fee Waktu penerbitan
Indosat Mudharabah Rp 175 M AA+ 15,75 % TH 2002
Berlian Laju Tanker Mudharabah Rp 60 M A- 14,75 % TH 2003
Bank Bukopin Mudharabah Rp 45 M BBB+ 13,75 % TH 2003
BMI Mudharabah Rp 200 M BBB- 17,00 % 15 JULI 2003
Ciliandra Perkasa Mudharabah Rp 60 M BBB 17, 70 % 26 SEP 2003
BSM Mudharabah Rp 200 M BBB 13,00 % 31 OKT 2003
Perkebunan Nusantara Vii Mudharabah Rp 75 M BBB+ 13875 %
Matahari Putra Prima Mudharabah Rp 150 M A+ 13,80 % 6 MEI 2004
Di Malaysia, instrumen obligasi syari’ah digunakan untuk berbagai macam keperluan, baik untuk pembiyaan kegiatan pemerintah maupun untuk keperluan industri keuangn syari’ah. Instrumen yang sudah pernah diterbitkan berupa government investment issue, yaitu pinjaman kebaikan atau qardhul hasan yang digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintah. Konsep ini tidak ada imbalan bagi pemilik modal, namun demikian pemerintah boleh memberikan semacam hadiah. Oleh karena itu, instrumen GIIs tidak untuk diperdagangkan.
The Malaysian Global Sukuk merupaka surat berharga dengan akad ijarah. Surat berharga ini adalah aset backed scurities dengan aset berupa real estate yang berharga milik pemerintah Malaysia.
Disamping menerbitkan obligasi pemerintah, berbagai perusahaan di Malaysia juga menerbitkan instrumen efek syari’ah. Seperti sanadat Mudharabah Cagamas adalah obligasi mudharabah dengan jangka waktu s/d 7 tahun yang diterbitkan untuk pembiayaan perumahan. Biniaring Satelit Sistem menerbitkan surat berharga senilai RM 750 milion berupa akad ba’i bi thaman ajil dan mudharabah underwritten notes issuance facility (MUNIF).
Sementara itu, di Bahraen juga telah menerbitkan beberapa surat berharga syari’ah. Salah satunya adalah Bahrain Monetary Agency Sukuk Al-Ijarah senilai $US 100 dan US $ 70 milion yang digunakan untuk membiayai infrastruktur pemerintah.
G. PROSPEK, KENDALA, & STRATEGI PENGEMBANGAN
1. Prospek Obligasi Syari’ah
Dengan penerbitan obligasi syari’ah Indosat, diharapkan pangsa pasar investasi pada instrumen syari’ah akan lebih semarak. Industri obligasi syari’ah di Indonesia diharapkan bisa berkembang pesat seperti di negara Malaysia yang telah mencapai RM 3 miliar. Selain itu inestor dari negara muslim diseluruh dunai bisa mencapai jumlah diatas US$ 700 miliar, sebuah jumlah yang sangat signifikan untuk dijadikan target pengembangan pasar.
Prospek perkembangan obligasi syari’ah yang untuk pertama kalinya diterbitkan oleh PT Indosat dipastikan akan diikuti oleh beberapa perusahaan lain. Tentunya penerbitan obligasi syari’ah melalui proses prosedur perizinan yang berlaku dengan melibatkan pihak Dewan Syari’ah Nasional (MUI) untuk memberikan opini dan pengawasan proses penerbitan obligasi syari’ah tersebut. Diharapkan bahwa munculnya instrunen investasi obligasi syari’ah di Indonesia bisa mendukung pertumbuhan pasar modal Indonesia menjadi lebih maju dan memberikan berbagai alternatif investasi bagi investor.
2. Kendala Pengembangan Obligasi Syari’ah
diantara kendala pengembangan obligasi syari’ah adalah sebagai berikut:
Belum banyak masyarakat yang pahamtentang keberadaan obligasi syari’ah, apalagi sistem yang digunakan didalamnya. Hal tersebut tidak lepas dari ruang sosialisasi obligasi syari’ah dikondisikan hanya terbatas oleh para pemodal yang memiliki dana lebih dari cukup.
Masyarakat dalam menyimpan dananya cenderung didasarkan atas pertimbangan pragmatis. Hal ini yang menjadikan trend tingkat bunga yang cenderung bisa dipastikan pada masa yang akan datang, menjadikan investor lebih memilih obligasi konvensional dari pada obligasi syari’ah.
Di usia yang relatif muda dan sistem yang berbeda, obligasi syari’ah dikondisikan untuk menghadapi masyarakat yang kurang percaya akan keberadaan sistem yang belum ia kenal.
3. Strategi Pengembangan Obligasi Syari’ah
usaha yang perlu dilakukan untuk menjawab kendala-kendala obligasi syari’ah adalah sebagai berikut:
Langkah-langkah sosialisasi dilakukan untuk membangun pemahaman akan keberadaan oblgasi syari’ah ditengah-tengah masyarakat keterlibatan praktisi, akademisi dan ulama sangat diperlukan dalam usaha-usaha mensosialisasikan obligasi syari’ah.
Usaha untuk menarik pasar emosional secara statistik relatif lebih sedikit daripada pasar nasional. Oleh kerenanya obligasi syari’ah tidak bisa hanya sekedar menunggu sampai adanya perubahan paradigma mengenai obligasi syari’ah yang tidak tentu waktunya tetapi setidaknya obligasi syari’ah mampu menangkap kondisi yang ada sebagai peluang yang bisa digunakan untuk meningkatkan produksinya.
Untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat, usaha untuk meningkatkan profesionalitas, kualitas, kapabilitas, dan efesiensi, harus selalu dilakukan oleh obligasi syari’ah.
H. MANFAAT OBLIGASI SYARIAH UNTUK PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA
BI dalam fungsinya sebagai The Leader of Last Resort adalah membantu bank-bank yang mengalami kesulitan likuiditas. Menurut ps. 11 (1) UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia adalah bahwa BI dapat memberi kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah untuk jangka waktu paling lama 90 hari kepada bank untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek bank tersebut. Hanya saja kesulitan terjadi ketika UU tersebut juga menentukan bahwa bank konvensional maupun bank syariah wajib memberikan jaminan berupa agunan yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan serta nilainya minimal sebesar jumlah kredit atau pembiayaan yang diterimanya. Sedangkan maksud agunan yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan adalah meliputi surat berharga atau tagihan yang diterbitkan oleh pemerintah atau badan hukum lain yang mempunyai otoritas. Bagi bank syariah untuk dapat menyediakan agunan berupa surat-surat berharga dan/atau tagihan yang tidak berbunga, [27] dulu belum dimungkinkan karena pasar keuangan (financial market) yang berdasarkan prinsip syariah belum berkembang di Indonesia. Tetapi sekarang keadaan ini sudah berubah dan indikasinya adalah berdirinya pasar keuangan sesuai dengan prinsip syariah terbuka lebar, walaupun nilai obligasi syariah Indosat masih jauh dari harapan, tetapi itu tidak akan menutup kemungkinan bank-bank syariah di Indonesia akan megikuti langkah Indosat sehingga hal itu akan membuka peluang investasi yang besar terhadap perbankan syariah dan akan berpartisipasi dalam menyelesaikan masalah likuiditas yang dialami semua lembaga keuangan syariah di Indonesia dewasa ini.
Bank Muamalat Indonesia (BMI) mempertimbangkan untuk menerbitkan obligasi syariah guna mendapatkan dana pengembangan operasinya, dan rencana penerbitan obligasi syariah saat ini masih dalam tahap kajian. Pengkajian kemungkinan penerbitan obligasi syariah ini, karena produk tersebut masih sesuatu yang baru. Menurut Direktur Utama BMI, M. Riawan Amin, pengkajian ini diperlukan karena obligasi syariah merupakan sesuatu yang tidak riil. Sehingga, apabila proyek berakhir, obligasi pun berakhir. Akan tetapi, kalau bank ini sampai suatu titik tiba-tiba obligasinya berakhir kemudian tingkat pembiayaan bank masih begitu tinggi, maka bank tersebut akan menghadapi rasio likuiditas yang tinggi. Dengan alasan tersebut, right issue (penerbitan saham terbatas) tetap menjadi pilihan bagi BMI karena relatif lebih aman dibandingkan dengan penerbitan obligasi syariah.
Menurut Dirut Tazkia Institut, Zainul Arifin berpendapat dalam seminar Obligasi Syariah: Kendala dan Prospeknya di Indonesia yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Indonesia, perbankan syariah sangat terbuka untuk menerbitkan obligasi syariah. Hanya saja, prospeknya sangat tergantung dari persepsi masyarakat. Selain itu, tidak seperti emiten yang lain, perbankan yang mau menerbitkan obligasi tunduk pada dua institusi sekaligus: Bapepam dan Bank Indonesia.
Anggota Dewan Syariah Nasional (DSN), Cecep Maskanul Hakim, mengemukakan bahwa perbankan yang hendak menerbitkan obligasi syariah harus memenuhi beberapa syarat. Salah satunya, underlying asset-nya harus didukung oleh aset riil.
H. PRODUK FIXED INCOME
1. Pengertian Fixed Income
Istilah fixed income mempunyai pengertian produk investasi dengan tingkat pendapatan tetap (stabil). Produk fixed income sangat beragam jenis tujuan dan manfaatnya. Setiap instrumen fixed income mempunyai karakteristik yang spesifik untuk memunculkan daya tarik bagi investor supaya menanamkan dananya dengan membeli produk fixed income tersebut. Tingkat penghasilan produk fixed income sangat diminati oleh investor yang mempunyai karakter konservatif serta tidak mau mengambil tingkat risiko yang sangat fluktuatif. Dengan menghasilkan tingkat pendapatan yang tetap, investasi pada produk fixed income memberi kepastian hasil dibanding misalnya pada saham dan produk derivatif lainnya.
2. Commercial Paper (CP)
Surat berharga komersial adalah surat utang yang sangat praktis bagi kalangan perusahaan yang membutuhkan dana karena setelah diterbitkan instrumen ini cukup likuid dan mudah diperdagangkan. Surat utang jangka pendek ini mempunyai kisaran jatuh tempo sampai dengan 270 hari. Tingkat suku bunganya berbentuk fixed rate dan menerapkan pola diskon di depan. Biasanya surat ini diterbitkan oleh perusahaan, bank, atau pihak yang membutuhkan dana kepada investor yang mempunyai kelebihan dana. Jenis mata uang penerbitan bisa berbentuk rupiah atau US Dollar. Commercial paper tidak perlu tercatat di bursa seperti obligasi. Proses pemberian peringkat oleh lembaga rating tetap diperlukan untuk memberikan informasi yang trasparan kepada calon investor. Biasanya metode penerbitan dan penjualannya tidak harus melalui penawaran umum tetapi langsung kepada calon investor.
3. Negotiable Certificate Of Deposit (NCD)
Instrumen ini sangat bagus bagi investor yang menginginkan dananya tersimpan cukup aman di bank serta mendapatkan tingkat suku bunga yang cukup kompetitif. Struktur dan kondisi NCD biasanya mempunyai jangka waktu 1 bulan sampai 1 tahun. Jenis mata uangnya menggunakan rupiah sedangkan kalender perdagangan bisa berdasarkan 360 hari atau 365 hari. Metode penawarannya langsung kepada pihak investor atau nasabah bank. Penerbitan NCD tidak perlu dicatatkan di bursa serta tidak perlu diberi peringkat. Banyak sekali manfaat keuntungan melakukan investasi pada NCD karena fleksibilitas jumlah nominalnya serta periode jatuh temponya yang relatif pendek sehingga cukup likuid.
4. Medium Term Note (MTN)
Ini merupakan instrumen yang cocok untuk perusahaan yang membutuhkan utang. Instrumen ini pertama kali diperkenalkan oleh Merrill Lynch pada 1981. Penerbitan MTN diupayakan untuk memenuhi kebutuhan para pelaku pasar uang dan investor obligasi jangka panjang. Jangka waktu jatuh tempo berkisar antara 1 sampai 5 tahun. Penerbitan MTN bisa menggunakan mata uang berbentuk rupiah atau US Dollar. Jenis tingkat suku bunga bisa diberikan dengan metode diskon atau zero coupon. Metode pembayaran kupon bisa dilakukan dengan metode interest bearing, kuartalan atau semesteran. MTN tidak perlu dicatatkan di bursa serta tidak perlu di beri peringkat. Penawaran kepada investor dilakukan secara private placement.
5. Asset Backed Securities (ABS)
Instrumen ini diharapkan menjadi pilihan sumber pendanaan di masa depan karena cukup menarik. Surat utang ini diterbitkan dengan jaminan piutang dagang, misalnya dari bank, perusahaan kartu kredit ataupun kredit properti.. jangka waktu jatuh temponya berkisar antara 1 sampai 5 tahun. Tingkat suku bunga bisa berbentuk fixed dan floating rate. Pembayaran suku bunga dilakukan dengan diskon harga pembelian. Penerbitan ABS ini bisa dilakukan dengan cara private placement dan juga bisa melalui penawaran ke publik. Instrumen ini tidak harus dicatatkan di bursa dan tidak harus melalui proses pemberian peringkat. Saat ini ada beberapa perusahaan sekuritas yang mencoba menerbitkan instrumen ABS ini bekerja sama dengan pihak bank perkreditan perumahan atau bank penerbit kartu kredit.
6. Convertible Bond (CBs)
Instrumen ini banyak ditawarkan di pasar perdana. Keuntungannya adalah bahwa instrumen ini bisa dikonversi atau dipertukarkan dengan instrumen saham penerbit obligasi konversi tersebut. Periode jatuh temponya sekitar 3 sampai 10 tahun. Mata uang yang dipakai berbentuk rupiah dan tingkat suku bunganya diberikan dalam bentuk fixed rate. Pembayaran kupon bisa dilakukan secara interest bearing, kuartalan atau semesteran. Obligasi konversi banyak diterbitkan perusahaan untuk menarik daya beli investor terhadap obligasi yang diterbitkannya. Kadangkala apabila harga saham perusahaan tersebut sedang naik, investor cenderung melakukan konversi obligasi menjadi saham perusahaan.
7. Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
Instrumen ini diterbitkan oleh Bank Indonesia pertama kali pada 1984 berdasarkan Keppres No. 5 Tahun 1984 sebagai alternatif investasi bagi pemilik dana yang diberikan bank sentral serta pemberian tingkat suku bunga yang cukup kompetitif. Fungsi SBI tidak jauh berbeda dengan Treasury Bill yaitu surat utang yang diterbitkan oleh pemerintah. Karena diterbitkan oleh bank sentral, peringkat SBI merupakan instrumen investasi yang likuid dan aman untuk investasi serta tidak perlu rujukan dari lembaga pemeringkat.
SBI diterbitkan dengan sistem diskonto dan tanpa warkat (scriptless) dengan penyelesaian transakai 1 hari (one day settlement). Satuan unit SBI adalah sebesar Rp 1 juta dengan transaksi terkecil di pasar perdana sebesar 1.000 unit atau Rp 1 milliar. Jangka waktu SBI terdiri dari 1, 2, 3, 6, dan 12 bulan. Metode perdagangannya dilakukan melalui sistem lelang dan nonlelang. Lelang dilakukan secara periodik, misalnya tiap rabu dengan sistem ABS (Automatic Bidding System) dari Bloomberg yang bersifat onlinel real time.
8. Promissory Note (PN)
Instrumen ini diterbitkan oleh perusahaan atau kalangan perbankan dengan perjanjian untuk membayar sejumlah dana yang diterima pada periode tertentu. Karakteristiknya adalah bahwa instrumen ini diperdagangkan dengan harga diskon, tidak ada jaminan. Jangka waktu jatuh tempo berkisar sampai 1 tahun, tidak perlu dilakukan pemberian peringkat, dan penerbitannya tidak harus tercatat di bursa.
9. Floating Rate Note (FRN)
Surat utang ini diterbitkan dengan tingkat suku bunga mengambang, pada dasarnya secara umum karakteristuiknya tidak jauh berbeda dengan obligasi. Penyesuaian tingkat suku bunganya dilakukan secara berkala, bisa periodik dalam jangka enam bulan sekali serta terikat pada aturan indeks pasar uang seperti Treasury Bill. Mekanisme penerbitannya tidak harus tercatat di bursa serta bisa ditawarkan dengan metode private placement.
10. Treasury Bonds (T-Bonds)
Surat utang ini diterbitkan langsung oleh pemerintah. Pada 27 Desember 2002, pemerintah Indonesia telah mencatatkan T-Bonds di bursa Efek Surabaya dengan nilai Rp 2 triliun dengan jangka waktu jatuh tempo sampai 8 tahun. Peringkat T-Bonds adalah AAA atau Triple A karena dijamin oleh pemerintah Indonesia. Tingkat suku bunga atau yield yang ditawarkan relatif di kisaran 14,5% sampai 15%. T-Bonds di indonesia diterbitkan dengan nominal Rp 1 juta serta mempunyai tujuan untuk melakukan refinancing obligasi rekap perbankan. Metode penjualan dilakukan dengan insentif diskon untuk menarik minat investor.
11. Repurchase Agreement (REPO)
Produk investasi ini diterbitkan dengan memberikan daya tarik bagi investor dengan diberikannya perjanjian untuk membeli kembali instrumen sekuritas tersebut pada harga dan waktu yang telah disepakati bersama. Perdagangan REPO biasanya dilakukan untuk intervensi pasar uang yang dilakukan oleh pemerintah. Tingkat suku bunga REPO ditentukan dengan patokan tingkat suku bunga pemerintah sehingga biasanya dibuat lebih tinggi agar menarik investor tersebut.
12. Obligasi Subordinasi (Subordinated Bonds)
Jenis instrumen ini diterbitkan terutama oleh lembaga perbankan dengan tujuan meningkatkan kualitas CAR (Capital Adequancy Ratio). Dengan menerbitka obligasi subordinasi, dalam laporan keuangan bank tersebut obligasi ini akan dikelompokkan dalam modal pelengkap di struktur permodalannya, sehingga secara langsung akan dapat meningkatkan posisi penghitungan rasio kecukupan modalnya. Untuk perusahaan non perbankan posisi obligasi subordinasi dalam laporan keuangan akan dimasukkan dalam struktur modal perusahaan sehingga akan memperkuat struktur permodalan perusahaan tersebut.
Struktur obligasi subordinasi ini biasanya berjangka waktu lebih dari 5 tahun serta mempunyai hak call option, selain itu tidak dijamin dengan jaminan khusus. Apabila penerbit mengalami default, hak tagih surat utang ini akan diberikan kemudian setelah penyelesaian surat utang jenis lainnya seperti obligasi umum atau utang bank.
Lampiran 1
Kami telah melakukan observasi kami ke PT PLN persero. Berikut kami lampirkan hasil dari observasi kami di PT PLN persero:
Strength (Kekuatan):
PT PLN pesero baru mengeluarkan obligasi syari’ahnya di tahun 2006 dengan total Rp 24 triliun, dan porsi yang mereka keluarkan untuk obligasi syari’ahnya sebesar Rp 200 milyar. Walaupun PT PLN persero ini masih baru dalam mengeluarkan obligasi syari’ahnya, tetapi ia tetap optimis karena pemerintah terus melakukan pengembangan pasar modal syari’ah. Mengingat obligasi syari’ah semakin berkembang dan mulai memasyarakat, maka sampai tahun 2008 ini PT PLN persero terus menambah jumlah obligasi syari’ahnya.
Mengingat keberhasilan dari obligasi yang di keluarkan pada tahun lalu, untuk itu di tahun 2008 ini. PT PLN persero akan menambah jumlah obligasi syari’ahnya sebesar 35 %.
Karena keoptimisannya, dan di dukung dengan telah dikeluarkannya UU tentang obligasi, untuk itu PT PLN persero akan Go Internasional dalam obligasi syari’ahnya. Mereka berencana akan mengeluarkan global sukuk di tahun-tahun berikutnya.
Weskness (Kelemahan):
Karena obligasi syari’ah yang diterapkan oleh PT PLN persero ini bentuk akadnya adalah obligasi syari’ah ijarah, maka kesulitan atau kelemahan utama dalam penerbitan sukuk ini adalah mencari adanya suatu trasnsaksi pendukung (underlying), berupa sejumlah aset tertentu yang menjadi dasar penerbitan obligasi syari’ah.
Kurangnya penjamin dari emiten yang berani menjamin penerbitan dan penjualan obligasi syari’ah.
Opprtunity (Peluang):
PT PLN persero merasa memiliki peluang untuk terus meningkatkan jumlah obligasi syari’ahnya. Dan merasa ingin ikut mendukung perkembangan pasar modal syari’ah yang kini semakin marak di Indonesia.
Dari obligasi syari’ah yang di keluarkan oleh PT PLN persero, ternyata di sambut baik oleh para investor. Mengingat hasil penjualan obligasi syari’ah pada tahun sebelumnya menuai keberhasilan, maka pengeluaran obligasi yang tadinya hanya Rp 200 milyar, maka pada tahun-tahun berukutnya akan di tambah sebesar 35 %. Di dukung dengan di perolehnya kepercayaan dari DSN dalam penerbitan obligasi syari’ah.
Bagi PT PLN persero, pembuatan struktur obligasi syari’ah ijarah tidak jauh berdeda dengan struktur obligasi konvensional. Disamping itu, obligasi syari’ah ijarah lebih sederhana dan banyakdiminati masyarakat. Oleh karena itu, dalam hal ini, ia ingin terus menerbitkan obligasi syari’ah ijarah.
Thereatment (Tantangan):
Kedepan, PT PLN persero harus lebih cepat, cermat dalam memilih underlying yang akan digunkan untuk transaksi pendukung yang menjadi dasar penerbitan obligasi syari’ah.
PT PLN persero harus mampu meyakinkan para investor dan juga DSN bahwa obligasi yang akan diterbitkan ini jelas underlying-nya, dan terbebas dari penyimpangan syari’ah.
Emiten yang di minta untuk menjamin penerbitan sukuk harus benar-benar bertanggung jawab atas penerbitan sampai dengan penjualan obligasi syari’ah.
BAB III
PENUTUP
Maraknya pasar modal syari’ah pada saat ini sangat mendukung adanya transaksi bisnis yang tidak lagi dikhawatirkan mengandung unsur-unsur yang dilarang obleh syari’at islam. Obligasi syari’ah yang merupaka salah satu instrumen yang sedang berkembang, nampaknya disambut baik oleh para investor. Terlebih lagi, bukan hanya investor muslim saja yang tertarik untuk berinvestasi pada obligasi syari’ah ini, tetapi juga investor non muslim yang ikut andil dalam pengembangan pasar modal syari’ah.
Maka dari itu, sebagai penerus ekonom muslim, kita harus membekali ilmu sejak dini untuk perkembangan syari’at islam yang akan datang, terutama dibidang transaksi mua’amalat. Mengingat semakin berkembangnya instrumen-instrumen dan lembaga keuangan syari’ah di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Sudarsono, Heri. 2004. Bank Dan Lembaga Keuangan Syari’ah, Deskripsi Dan Ilustrasi. Edisi ke-2. Ekonisia: Yogyakarta.
Himpunan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional, DSN MUI-BI. 2006: Jakarta.
Firdaus, Muhammad, Dkk. 2005. Konsep Dasar Obligasi Syari’ah. Renaisans: Jakarta.
Sumitro, Warkum. 2004. Asas-Asas Perbankan Islam Dan Lembaga-Lembaga Terkait. Raja Grafindo Persada: Jakarta.
Direktorat Kebijakan Pembiayaan Syari’ah, Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang,. Departemen Keuangan RI. 2007. Mengenal Sukuk, Instrumen Investasi Dan Pembiayaan Berbasis Syari’ah.
Raharjo, Sapto. 2003. Panduan Investasi Obligasi. PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
www. Google. com
Selasa, 23 Juni 2009
Valuta Asing ditinjau dari Ekonomi Islam
1. Latar Belakang Masalah
Valuta asing atau lebih sering disebut valas adalah mata uang luar negeri, seperti dollar Amerika, poundsterling Inggris, ringgit Malaysia, peso Filipina, lira Italia, yen Jepang dan mata uang asing lainnya. Sedangkan yang dimaksud dengan bursa valas atau yang lebih dikenal dengan Money Changer dalam kamus ekonomi dan bisnis didefinisikan “money changer a person or enterprise whose bussiness is excahanging the money of one country for that of another country” (seseorang atau perusahaan yang pekerjaannya adalah pertukaran atau jual beli mata uang dari suatu negara ke mata uang negara lainnya). Penggunaan penetapan sistem valuta asing atau valas dalam praktek ekonomi suatu negara seringkali membawa dampak negatif terhadap negara tersebut. Sebagai contoh adalah apa yang tengah berlangsung di negara Indonesia. Krisis ekonomi yang tengah melanda Indonesia selama lima tahun terakhir ini salah satunya disebabkan oleh penggunaan sistem valuta asing atau valas yang berpedoman pada sistem ekonomi non-islam atau ekonomi barat.
Seiring dengan semakin banyaknya masalah yang ditimbulkan oleh pemberlakuan sistem kurs bebas dengan lalu lintas valas yang bebas juga, maka perlu kiranya mempertanyakan dan mengkaji ulang di seputar persoalan valuta asing atau valas menurut prespektif lain, seperti melalui prespektif hukum ekonomi islam. Selain itu juga perlu kiranya mencari dan melihat kepada sistem kurs valas lain seperti dari ekonomi islam. Kajian ekonomi islam yang kini mulai marak dikaji dan dikembangkan mulai dilirik untuk dijadikan solusi alternatif terhadap berbagai macam dampak krisis ekonomi yang sedang berlangsung.
Sebelum penulis lebih jauh mengemukakan mengenai valuta asing atau valas menurut hukum ekonomi islam, penulis mengemukakan beberapa alasan yang melatarbelakangi pemilihan judul ini. Di antara beberapa alasan dan pertimbangan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Karena masalah valuta asing atau valas sangat menarik bagi penulis dan relevan dengan bidang studi dan jurusan penulis yaitu jurusan muamalah, konsentrasi perbankan islam.
2. Karena judul tersebut cukup penting dan erat kaitannya dengan muamalah
3. Mengingat masih banyaknya di antara kaum muslimin yang belum atau kurang memperhatikan masalah pentingnya hukum operasionalisasi valuta asing atau valas menurut prespektif hukum ekonomi islam, sehingga terkadang dan bahkan sering melakukannya dalam kehidupan sehari-hari tanpa melihat hukum ekonomi islam.
4. Tingkat fluktuasi kurs valuta asing yang sangat tinggi menyebabkan lahirnya para spekulan yang memanfaatkan situasi ini untuk mengambil keuntungan bagi dirinya sendiri, yang perbuatannya ini sangat merugikan orang banyak.
Adapun hal-hal yang menjadi tujuan penulis adalah :
1. Sebagai pengetahuan dan pemahaman yang lebih mendalam bagi penulis terhadap pentingnya pengetahuan soal hakikat valuta asing atau valas menurut hukum ekonomi islam.
2. Untuk mengatasi atau menjelaskan beberapa permasalahan yang mungkin timbul akibat jual beli valuta asing yang tidak berdasarkan dari hukum ekonomi islam.
2. Pokok Permasalahan
Dengan berpegang pada judul dan latar belakang masalah di atas yang ternyata cukup luas cakupannya, maka perlu kiranya dilakukan pembatasan terhadap permasalahan penelitian yang hendak dilakukan, sebagai berikut :
1. Tinjauan valuta asing menurut hukum ekonomi konvensional.
2. Tinjauan praktek atau operasionalisasi valuta asing dalam sistem perekonomian antar negara
3. Tinjauan valuta asing menurut hukum ekonomi islam menurut sumber-sumbernya.
Dari pembatasan masalah tersebut di atas, penulis merumuskannya sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pandangan hukum ekonomi konvensional terhadap valuta asing?
2. Bagaimanakah pandangan hukum ekonomi islam terhadap praktek atau operasionalisasi valuta asing dalam perekonomian antar negara?
3. Bagaimanakah pandangan hukum ekonomi islam terhadap valuta asing?
3. Kajian Kepustakaan
Adapun kajian pustaka yang digunakan dari penulisan ini adalah :
Pada tahun 2005 telah ditulis skripsi oleh Ade Rahmat Hidayat dengan judul “pengaruh dollar terhadap nilai tukar rupiah dalam prespektif ekonomi islam”. Dan dalam skripsi ini hanya membahas pengaruh dollar terhadap nilai tukar rupiah dalam prespektif ekonomi islam yaitu melihat pengaruh yang ditimbulkan dollar dari tahun ke tahun melalui kurs nilai tukar serta melihat dan membandingkan dengan yang ada dalam ekonomi islam dari berbagai sumber buku.
Daftar Pustaka
Berlianta, Heli Charisman. 2004. Mengenal Valuta Asing. Gadjah Mada University. Yogyakarta.
Hidayat, Ade Rahmat. 2005. Pengaruh dollar terhadap nilai tukar rupiah dalam prespektif ekonomi islam. Skripsi. Fakultas Syariah dan Hukum UIN. Jakarta.
Valuta asing atau lebih sering disebut valas adalah mata uang luar negeri, seperti dollar Amerika, poundsterling Inggris, ringgit Malaysia, peso Filipina, lira Italia, yen Jepang dan mata uang asing lainnya. Sedangkan yang dimaksud dengan bursa valas atau yang lebih dikenal dengan Money Changer dalam kamus ekonomi dan bisnis didefinisikan “money changer a person or enterprise whose bussiness is excahanging the money of one country for that of another country” (seseorang atau perusahaan yang pekerjaannya adalah pertukaran atau jual beli mata uang dari suatu negara ke mata uang negara lainnya). Penggunaan penetapan sistem valuta asing atau valas dalam praktek ekonomi suatu negara seringkali membawa dampak negatif terhadap negara tersebut. Sebagai contoh adalah apa yang tengah berlangsung di negara Indonesia. Krisis ekonomi yang tengah melanda Indonesia selama lima tahun terakhir ini salah satunya disebabkan oleh penggunaan sistem valuta asing atau valas yang berpedoman pada sistem ekonomi non-islam atau ekonomi barat.
Seiring dengan semakin banyaknya masalah yang ditimbulkan oleh pemberlakuan sistem kurs bebas dengan lalu lintas valas yang bebas juga, maka perlu kiranya mempertanyakan dan mengkaji ulang di seputar persoalan valuta asing atau valas menurut prespektif lain, seperti melalui prespektif hukum ekonomi islam. Selain itu juga perlu kiranya mencari dan melihat kepada sistem kurs valas lain seperti dari ekonomi islam. Kajian ekonomi islam yang kini mulai marak dikaji dan dikembangkan mulai dilirik untuk dijadikan solusi alternatif terhadap berbagai macam dampak krisis ekonomi yang sedang berlangsung.
Sebelum penulis lebih jauh mengemukakan mengenai valuta asing atau valas menurut hukum ekonomi islam, penulis mengemukakan beberapa alasan yang melatarbelakangi pemilihan judul ini. Di antara beberapa alasan dan pertimbangan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Karena masalah valuta asing atau valas sangat menarik bagi penulis dan relevan dengan bidang studi dan jurusan penulis yaitu jurusan muamalah, konsentrasi perbankan islam.
2. Karena judul tersebut cukup penting dan erat kaitannya dengan muamalah
3. Mengingat masih banyaknya di antara kaum muslimin yang belum atau kurang memperhatikan masalah pentingnya hukum operasionalisasi valuta asing atau valas menurut prespektif hukum ekonomi islam, sehingga terkadang dan bahkan sering melakukannya dalam kehidupan sehari-hari tanpa melihat hukum ekonomi islam.
4. Tingkat fluktuasi kurs valuta asing yang sangat tinggi menyebabkan lahirnya para spekulan yang memanfaatkan situasi ini untuk mengambil keuntungan bagi dirinya sendiri, yang perbuatannya ini sangat merugikan orang banyak.
Adapun hal-hal yang menjadi tujuan penulis adalah :
1. Sebagai pengetahuan dan pemahaman yang lebih mendalam bagi penulis terhadap pentingnya pengetahuan soal hakikat valuta asing atau valas menurut hukum ekonomi islam.
2. Untuk mengatasi atau menjelaskan beberapa permasalahan yang mungkin timbul akibat jual beli valuta asing yang tidak berdasarkan dari hukum ekonomi islam.
2. Pokok Permasalahan
Dengan berpegang pada judul dan latar belakang masalah di atas yang ternyata cukup luas cakupannya, maka perlu kiranya dilakukan pembatasan terhadap permasalahan penelitian yang hendak dilakukan, sebagai berikut :
1. Tinjauan valuta asing menurut hukum ekonomi konvensional.
2. Tinjauan praktek atau operasionalisasi valuta asing dalam sistem perekonomian antar negara
3. Tinjauan valuta asing menurut hukum ekonomi islam menurut sumber-sumbernya.
Dari pembatasan masalah tersebut di atas, penulis merumuskannya sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pandangan hukum ekonomi konvensional terhadap valuta asing?
2. Bagaimanakah pandangan hukum ekonomi islam terhadap praktek atau operasionalisasi valuta asing dalam perekonomian antar negara?
3. Bagaimanakah pandangan hukum ekonomi islam terhadap valuta asing?
3. Kajian Kepustakaan
Adapun kajian pustaka yang digunakan dari penulisan ini adalah :
Pada tahun 2005 telah ditulis skripsi oleh Ade Rahmat Hidayat dengan judul “pengaruh dollar terhadap nilai tukar rupiah dalam prespektif ekonomi islam”. Dan dalam skripsi ini hanya membahas pengaruh dollar terhadap nilai tukar rupiah dalam prespektif ekonomi islam yaitu melihat pengaruh yang ditimbulkan dollar dari tahun ke tahun melalui kurs nilai tukar serta melihat dan membandingkan dengan yang ada dalam ekonomi islam dari berbagai sumber buku.
Daftar Pustaka
Berlianta, Heli Charisman. 2004. Mengenal Valuta Asing. Gadjah Mada University. Yogyakarta.
Hidayat, Ade Rahmat. 2005. Pengaruh dollar terhadap nilai tukar rupiah dalam prespektif ekonomi islam. Skripsi. Fakultas Syariah dan Hukum UIN. Jakarta.
MaNaJeMen SumBer DaYa MaNuSia (MSDM) dalam al qur'an
Kalau sebelumnya kita sudah membicarakan seputar manajemen sumber daya manusia atau yang di singkat dengan MSDM yang mana pengertian dari MSDM itu sendiri adalah suatu ilmu atau cara yang mengatur sumber daya yang dimiliki oleh setiap individu yang dapat digunakan secara maksimal untuk tujuan yang maksimal, yang konsep dasarnya adalah karyawan adalah manusia, bukan mesin. Sehingga ia memiliki pemikiran, kreatifitas, kemampuan dan potensi yang berbeda-beda. Sedangkan untuk pengertian dari sumber daya manusia itu sendiri, ada beberapa pengertian:
1. sumber daya manusia adalah manusia yang bekerja di lingkungan suatu organisasi (disebut juga personil, tenaga kerja, pekerja atau karyawan).
2. sumber daya manusia adalah potensi manusiawi sebagai penggerak organisasi dalam mewujudkan eksistensinya.
3. sumber daya manusia adalah potensi yang merupakan asset dan berfungsi sebagai modal di dalam organisasi bisnis.
Ketiga pengertian tersebut pada dasarnya adalah sama saja, akan tetapi dapat ditarik kesimpulan bahwa Sumber Daya Manusia (SDM) adalah “potensi manusia yang menjadi motor penggerak suatu perusahaan, lembaga atau bank yang mampu memberikan kontribusi terbaik dalam mencapai tujuan organisasi dan memberikan kepuasan terhadap individu itu sendiri”
Pada tema kali ini kita membicarakan bagaimana seharusnya penerapan sumber daya manusia yang syariah secara profesional yang sesuai dengan tuntutan al Qur’an dan Sunnah Rasulullah. Potensi sumber daya manusia sangat dimanfaatkan dalam mengelola suatu organisasi, karena sebuah sistem bagaimanapun bagusnya, tidak akan berarti apa-apa jika tidak dijalankan oleh para pelakunya. Pelaku itulah yang dinamakan sumber daya manusia.
Kajian tentang sumber daya insani akan dimulai dari manusia sebagai makhluk yang sengaja diciptakan oleh Allah SWT dengan sebaik-baik bentuk, yang sesuai dengan firman Allah surat At Tiin ayat 4. Manusia dibekali dengan nafsu, diberikan akal untuk berpikir, sehingga ia bebas menentukan jalan mana yang akan dipilih, jalan yang diilhamkan kepadanya. Potensi lain yang ada pada manusia adalah rasio/pemikiran, kalbu/hati, ruh/jiwa dan jasmani/raga.
Dengan konsep awal bahwa Allah menciptakan manusia di muka bumi ini adalah sebagai kholifah. Makna kholifah disini adalah bahwa manusia sebagai wakil Allah harus bisa memelihara lingkungan dunia, lingkungan disini pun termasuk salah satunya adalah dalam menjalankan roda kegiatan pekerjaan. Karena hidup itu harus bekerja, tanpa bekerja hidup manusia seakan kosong dan tiada bermanfaat.
Al Qur’an telah memperkenalkan kepada kita tentang hukum-hukum, hal-hal yang dinilai baik atau buruk, boleh atau tidak menurut aturan syariah. Dengan dilengkapi dengan akal dan potensi, manusia tentu dapat berfikir dan memilah segala bentuk kegiatan yang harus dilakukannya.
Karakteristik Sumber Daya Manusia Syariah (Sumber Daya Insani)
Dalam kajian sumber daya insani, manusia sebagai sumber daya penggerak suatu proses produksi, harus mempunyai karakteristik atau sifat-sifat yang diilhami dari shifatul anbiyaa’ atau sifat-sifat para nabi. Sifat-sifat tersebut dapat disingkat dengan SIFAT pula, yaitu : shiddiq (benar), itqan (profesional), fathanah (cerdas), amanah (jujur/terpercaya) dan tabligh (transparan).
Profesional secara syariah artinya mengelola suatu usaha/kegiatan dengan amanah. Profesionalisme dalam Islam dijelaskan dalam Al Quran Suat Al Qashash ayat 26. Dalam bisnis Islami dua faktor yang menjadi kata kunci adalah kejujuran dan keahlian. Karena amanah/kejujuran merupakan puncak moralitas iman dan karakteristik yang paling menonjol dari orang-orang yang beriman.
Al Quran dalam Surat Al Anfal ayat 27 mengajarkan, bahwa seseorang tidak boleh berkhianat dalam menunaikan amanahnya padahal mereka adalah orang yang mengetahui. Demikian juga dalam Surat An Nisaa’ ayat 58:
Allah menyatakan: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.
Kandungan ayat tersebut menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, yaitu orang yang benar-benar mempunyai keahlian dibidang tersebut. Karena menempatkan seseorang sesuai dengan keahliannya merupakan salah satu karakteristik profesionalisme Islam.
Bicara soal profesional, berarti membicarakan tentang kemampuan dan keterampilan seseorang dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Karena pengertian dari profesional itu sendiri adalah “seseorang dengan keterampilan dan pengetahuan tertentu yang menyebabkan dia memiliki kualifikasi untuk melaksanakan pekerjaan tertentu, dan biasanya keterampilan dan pengetahuan ini diperoleh melalui pelatiahan yang lama”.
Dalam arti lain profesional memiliki arti orang yang mengerjakan sesuatu bukan hanya dorongan rasa senang, tetapi juga karena menempatkan pekerjaan, jabatan atau profesi yang diemban sebagai sumber mata pencaharian; bersangkutan dengan profesi; memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya; mengharuskan adanya pembayaran untuk melakukannya.
Dan menurut pengertian lain, profesional adalah suatu nilai praktis berwujud keandalan dalam mengelola sebuah organisasi dan kecekatan dalam menjalakan kegiatan. Sebuah lembaga keuangan, atau perusahaan yang profesional berarti organisasi kelembagaannya terkelola dengan baik pula.
Daftar Pustaka:
B.N, Marbun. 2003. “Kamus Manajemen”. Pustaka Sinar Harapan: Jakarta
Nawawi, Hadari. 2003. “Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Bisnis Yang Kompetitif”. Gajah mada university press: Yogyakarta
Hasibuan, Malayu. 2007. “Manajemen Sumber Daya Manusia” edisi revisi. Bumi Aksara. Jakarta
Rivai, Veithzal. 2004. “Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan, Dari Teori Ke Praktek”. Murai Kencana: Jakarta
www.google.com
1. sumber daya manusia adalah manusia yang bekerja di lingkungan suatu organisasi (disebut juga personil, tenaga kerja, pekerja atau karyawan).
2. sumber daya manusia adalah potensi manusiawi sebagai penggerak organisasi dalam mewujudkan eksistensinya.
3. sumber daya manusia adalah potensi yang merupakan asset dan berfungsi sebagai modal di dalam organisasi bisnis.
Ketiga pengertian tersebut pada dasarnya adalah sama saja, akan tetapi dapat ditarik kesimpulan bahwa Sumber Daya Manusia (SDM) adalah “potensi manusia yang menjadi motor penggerak suatu perusahaan, lembaga atau bank yang mampu memberikan kontribusi terbaik dalam mencapai tujuan organisasi dan memberikan kepuasan terhadap individu itu sendiri”
Pada tema kali ini kita membicarakan bagaimana seharusnya penerapan sumber daya manusia yang syariah secara profesional yang sesuai dengan tuntutan al Qur’an dan Sunnah Rasulullah. Potensi sumber daya manusia sangat dimanfaatkan dalam mengelola suatu organisasi, karena sebuah sistem bagaimanapun bagusnya, tidak akan berarti apa-apa jika tidak dijalankan oleh para pelakunya. Pelaku itulah yang dinamakan sumber daya manusia.
Kajian tentang sumber daya insani akan dimulai dari manusia sebagai makhluk yang sengaja diciptakan oleh Allah SWT dengan sebaik-baik bentuk, yang sesuai dengan firman Allah surat At Tiin ayat 4. Manusia dibekali dengan nafsu, diberikan akal untuk berpikir, sehingga ia bebas menentukan jalan mana yang akan dipilih, jalan yang diilhamkan kepadanya. Potensi lain yang ada pada manusia adalah rasio/pemikiran, kalbu/hati, ruh/jiwa dan jasmani/raga.
Dengan konsep awal bahwa Allah menciptakan manusia di muka bumi ini adalah sebagai kholifah. Makna kholifah disini adalah bahwa manusia sebagai wakil Allah harus bisa memelihara lingkungan dunia, lingkungan disini pun termasuk salah satunya adalah dalam menjalankan roda kegiatan pekerjaan. Karena hidup itu harus bekerja, tanpa bekerja hidup manusia seakan kosong dan tiada bermanfaat.
Al Qur’an telah memperkenalkan kepada kita tentang hukum-hukum, hal-hal yang dinilai baik atau buruk, boleh atau tidak menurut aturan syariah. Dengan dilengkapi dengan akal dan potensi, manusia tentu dapat berfikir dan memilah segala bentuk kegiatan yang harus dilakukannya.
Karakteristik Sumber Daya Manusia Syariah (Sumber Daya Insani)
Dalam kajian sumber daya insani, manusia sebagai sumber daya penggerak suatu proses produksi, harus mempunyai karakteristik atau sifat-sifat yang diilhami dari shifatul anbiyaa’ atau sifat-sifat para nabi. Sifat-sifat tersebut dapat disingkat dengan SIFAT pula, yaitu : shiddiq (benar), itqan (profesional), fathanah (cerdas), amanah (jujur/terpercaya) dan tabligh (transparan).
Profesional secara syariah artinya mengelola suatu usaha/kegiatan dengan amanah. Profesionalisme dalam Islam dijelaskan dalam Al Quran Suat Al Qashash ayat 26. Dalam bisnis Islami dua faktor yang menjadi kata kunci adalah kejujuran dan keahlian. Karena amanah/kejujuran merupakan puncak moralitas iman dan karakteristik yang paling menonjol dari orang-orang yang beriman.
Al Quran dalam Surat Al Anfal ayat 27 mengajarkan, bahwa seseorang tidak boleh berkhianat dalam menunaikan amanahnya padahal mereka adalah orang yang mengetahui. Demikian juga dalam Surat An Nisaa’ ayat 58:
Allah menyatakan: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.
Kandungan ayat tersebut menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, yaitu orang yang benar-benar mempunyai keahlian dibidang tersebut. Karena menempatkan seseorang sesuai dengan keahliannya merupakan salah satu karakteristik profesionalisme Islam.
Bicara soal profesional, berarti membicarakan tentang kemampuan dan keterampilan seseorang dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Karena pengertian dari profesional itu sendiri adalah “seseorang dengan keterampilan dan pengetahuan tertentu yang menyebabkan dia memiliki kualifikasi untuk melaksanakan pekerjaan tertentu, dan biasanya keterampilan dan pengetahuan ini diperoleh melalui pelatiahan yang lama”.
Dalam arti lain profesional memiliki arti orang yang mengerjakan sesuatu bukan hanya dorongan rasa senang, tetapi juga karena menempatkan pekerjaan, jabatan atau profesi yang diemban sebagai sumber mata pencaharian; bersangkutan dengan profesi; memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya; mengharuskan adanya pembayaran untuk melakukannya.
Dan menurut pengertian lain, profesional adalah suatu nilai praktis berwujud keandalan dalam mengelola sebuah organisasi dan kecekatan dalam menjalakan kegiatan. Sebuah lembaga keuangan, atau perusahaan yang profesional berarti organisasi kelembagaannya terkelola dengan baik pula.
Daftar Pustaka:
B.N, Marbun. 2003. “Kamus Manajemen”. Pustaka Sinar Harapan: Jakarta
Nawawi, Hadari. 2003. “Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Bisnis Yang Kompetitif”. Gajah mada university press: Yogyakarta
Hasibuan, Malayu. 2007. “Manajemen Sumber Daya Manusia” edisi revisi. Bumi Aksara. Jakarta
Rivai, Veithzal. 2004. “Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan, Dari Teori Ke Praktek”. Murai Kencana: Jakarta
www.google.com
Analisis Sebuah Kontrak
ANALISIS PERJANJIAN AKAD SYARIKAH MUDHARABAH
A. Analisis Struktur Perjanjian (Kontrak)
Dalam menganalisis perjanjian atau kontrak yang dibuat oleh Lembaga Keuangan Syariah Berkah Madani (LKS BM) ini dilihat dari standar/struktur unsur-unsur kontraknya yaitu apakah sesuai dengan standar/struktur unsur-unsur itu atau tidak. Yaitu mulai dari bab pembukaan, isi/materi, penutup, dan lampiran.
Pembukaan
1. Judul
Judul menunjukkan dan sekaligus memberikan cakupan pengertian pokok tentang hakekat isi suatu kontrak. Dilihat dari sisi sub pembukaan ini perjanjian yang dibuat oleh LKS Berkah Madani mempunyai judul yaitu: “AKAD SYARIKAH MUDHARABAH “ dan dilengkapi dengan nomor perjanjiannya : 017/AKAD/LKS-BM/X/05.
2. Kepala Kontrak
Adalah kalimat surat pembukaan kontrak yang membuktikan kapan dan dimana kontrak tersebut dibuat dan ditandatangani para pihak. Dalam hal ini, kepala kontraknya menunjukkan bahwa perjanjian tersebut dibuat pada hari kamis tanggal 9-09-1426 H yang bertepatan dengan 13-10-2005 M dan bertempat di Depok.
3. Para Pihak (Komparisi)
Merupakan penyebutan dan penjelasan mengenai identitas para pihak yang membuat kontrak atau yang berkepentingan. Dalam hal ini para pihak yang berkepentingan ada dua pihak, yaitu:
1. Elvi Zendri dalam jabatannya selaku Manajer Lembaga Keuangan Syariah Berkah Madani, bertindak dan atas nama serta kepentingan Lembaga Keuangan Syariah Berkah Madani, berkedudukan di kota Depok dan beralamat di Jl. Akses UI no. 44, Kelapa Dua, Kecamatan Cimanggis, Depok 16951, dalam akad ini disebut sebagai Shahibul Maal.
2. Wathony, bertempat tinggal di Jl. Tebet Barat Dalam No. 24 RT. 011/003, Tebet Barat, Tebet, Jakarta Selatan, pemegang KTP No. 09.5301.280864.0190 dalam pembuatan hokum ini bertindak dan atas nama sendiri dan telah mendapatkan persetujuan suami/istri Nelo Vaner, selanjutnya disebut sebagai Mudharib.
4. Dasar diadakannya Kontrak (Causa)
Dalam sub pembukaan yang terakhir ini terlihat bahwa kedua belah pihak, baik shahibul maal dan mudharib sepakat melakukan kerjasama pembiayaan dengan ketentuan dan syarat-syarat yang telah disepakati bersama sebagaimana diatur dalam pasal-pasal selanjutnya.
Isi atau Materi
1. Klausula Definisi
Klausula definisi yang merupakan kalimat dalam kontrak yang diberikan batasan arti atau maknanya agar nantinya tidak menimbulkan salah pengertian dan tidak ditafsirkan lain oleh para pihak yang bersangkutan serta agar para pihak jelas dan paham benar maksudnya. Dalam perjanjian ini klausula definisi tertuang dalam pasal 1 tentang ketentuan umum.
2. Klausula Obyek Kontrak
Klausula ini menentukan apa yang dijadikan objek kontrak dengan menyebutkan secara jelas dan lengkap tentang nama barang, wujud/jenisnya, letak dan luasnya, dan hal-hal lain yang menjelaskan obyek kontrak tersebut secar terperinci. Klausula obyek kontrak dalam perjanjian ini tertuang dalam pasal 3, 4, dan 5 yang masing-masing tentang jenis dharabah, modal dharabah, dan jangka waktu.
3. Klausula Hak dan Kewajiban
Klausula ini menentukan hak dan kewajiban para pihak yang ditulis secara tegas dan jelas serta terperinci apa saja yang menjadi hak dan kewajiban masing-masing. Dalam perjanjian ini klausula hak dan kewajiban terletak pada pasal 6 dan 8 tentang keuntungan dan nisbah bagi hasil dan pengembalian modal.
4. Klausula Sanksi
Merupakan ketentuan yang mengatur tentang pemberian sanksi akibat pelanggaran dan atau kelalaian salah satu pihak dalam melaksanakan perjanjian. Klausula sanksi ini tertuang dalam pasal 7 yang membahas tentang kerugian termasuk di dalamnya bagaimana mekanisme terjadinya kerugian, pihak mana yang menyebabkan kerugian, dan lain sebagainya.
5. Klausula Spesifik
Merupakan pengaturan tentang hal-hal yang spesifik yang dikehendaki para pihak untuk dituangkan dalam kontrak. Dalam perjanjian ini, klausula spesifiknya tertuang pada pasal 9 yang membahas tentang barang jaminan yang dijaminkan oleh mudharin kepada shahibul maal dengan tujuan agar mudharab tetap amanah dan tanggung jawab dalam melaksanakan kontraknya.
6. Klausula Pemilihan Hukum dan Domisili
Merupakan penentuan atau jalan hukum yang akan dipilih bilamana terjadi perselisihan antara para pihak. Dalam perjanjian ini, hanya tertuang jika terjadi force majeure seperti bencana alam, pemberontakan, peperangan , dan atau peristiwa lain yang bukan dikehendaki manusia dan tidak dapat dihindari, maka hukum yang berlaku ialah kedua pihak masing-masing akan melepaskan kewajibannya. Akan tetapi bila terjadi peristiwa yang memang berasal dari manusia dan bukan karena factor alam seperti perselisihan, wanprestasi dan lain-lain, dalam perjanjian ini tidak diatur secara terperinci.
Penutup
1. Pernyataan Para Pihak tentang hal-hal yang Membatalkan Kontrak
Merupakan pernyataan para pihak yang menyatakan tentang batalnta kontrak. Dalam perjanjian ini, pernyataan tersebut tertuang dalam pasal 11 tentang batalnya al-mudharabah. Dalam perjanjian itu dijelaskan tentang bagaimana mekanisme batalnya perjanjian tersebut.
2. Penandatanganan Para Pihak
Yaitu pembubuhan tanda tangan para pihak yang melakukan kontrak atau perjanjian sebagai tanda bahwa keduanya telah menyetujui dan sepakat terhadap isi kontrak tersebut secara keseluruhan dan berakibat berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. Dalam perjanjian tersebut telah ditandatangani oleh kedua belah pihak, baik shahibul maal dan mudharib yang disertai dengan materai 3000 rupiah dan diketahui oleh istrinya serta disaksikan oleh dua orang saksi.
B. Analisis Aspek Syariah
Perjanjian yang dilakukan oleh kedua belah pihak tersebut bila dilihat dari sisi definisi dan akadnya tidak menyalahi aspek syariah. Karena perjanjian tersebut sudah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) pada fatwanya No. 07/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh). Dalam hal mekanismenya juga tidak terlihat menyimpang dari aspek syariah. Karena kedua belah pihak telah melakukannya dengan benar, pembagiannya jelas dimana ada shahibul maal dan mudharib, pembagian porsi keuntungan dan kerugiannya pun jelas disebutkan serta jangka waktunya pun jelas disebutkan yaitu satu bulan. Pembiayaan yang diberikan pun sesuai dengan ketentuan, yaitu dalam bentuk uang bukan piutang atau tagihan dan jumlahnya pun jelas sebesar Rp 5.500.000. Adapun pengembalian modal dan pemberian keuntungan akan diberikan langsung di akhir masa perjanjian.
Sedangkan pada pembagian keuntungan berdasarkan prinsip profit sharing, dimana keuntungan yang dibagi dihitung dari laba bersih usaha yang dilakukan mudharib. Sedangkan kerugiannya jika disebabkan hal yang wajar dan patut, maka ditanggung oleh shahibul maal. Adapun jika kerugian yang disebabkan karena kesalahan atau kelalaian mudharib, maka mudhariblah yang menanggung.
A. Analisis Struktur Perjanjian (Kontrak)
Dalam menganalisis perjanjian atau kontrak yang dibuat oleh Lembaga Keuangan Syariah Berkah Madani (LKS BM) ini dilihat dari standar/struktur unsur-unsur kontraknya yaitu apakah sesuai dengan standar/struktur unsur-unsur itu atau tidak. Yaitu mulai dari bab pembukaan, isi/materi, penutup, dan lampiran.
Pembukaan
1. Judul
Judul menunjukkan dan sekaligus memberikan cakupan pengertian pokok tentang hakekat isi suatu kontrak. Dilihat dari sisi sub pembukaan ini perjanjian yang dibuat oleh LKS Berkah Madani mempunyai judul yaitu: “AKAD SYARIKAH MUDHARABAH “ dan dilengkapi dengan nomor perjanjiannya : 017/AKAD/LKS-BM/X/05.
2. Kepala Kontrak
Adalah kalimat surat pembukaan kontrak yang membuktikan kapan dan dimana kontrak tersebut dibuat dan ditandatangani para pihak. Dalam hal ini, kepala kontraknya menunjukkan bahwa perjanjian tersebut dibuat pada hari kamis tanggal 9-09-1426 H yang bertepatan dengan 13-10-2005 M dan bertempat di Depok.
3. Para Pihak (Komparisi)
Merupakan penyebutan dan penjelasan mengenai identitas para pihak yang membuat kontrak atau yang berkepentingan. Dalam hal ini para pihak yang berkepentingan ada dua pihak, yaitu:
1. Elvi Zendri dalam jabatannya selaku Manajer Lembaga Keuangan Syariah Berkah Madani, bertindak dan atas nama serta kepentingan Lembaga Keuangan Syariah Berkah Madani, berkedudukan di kota Depok dan beralamat di Jl. Akses UI no. 44, Kelapa Dua, Kecamatan Cimanggis, Depok 16951, dalam akad ini disebut sebagai Shahibul Maal.
2. Wathony, bertempat tinggal di Jl. Tebet Barat Dalam No. 24 RT. 011/003, Tebet Barat, Tebet, Jakarta Selatan, pemegang KTP No. 09.5301.280864.0190 dalam pembuatan hokum ini bertindak dan atas nama sendiri dan telah mendapatkan persetujuan suami/istri Nelo Vaner, selanjutnya disebut sebagai Mudharib.
4. Dasar diadakannya Kontrak (Causa)
Dalam sub pembukaan yang terakhir ini terlihat bahwa kedua belah pihak, baik shahibul maal dan mudharib sepakat melakukan kerjasama pembiayaan dengan ketentuan dan syarat-syarat yang telah disepakati bersama sebagaimana diatur dalam pasal-pasal selanjutnya.
Isi atau Materi
1. Klausula Definisi
Klausula definisi yang merupakan kalimat dalam kontrak yang diberikan batasan arti atau maknanya agar nantinya tidak menimbulkan salah pengertian dan tidak ditafsirkan lain oleh para pihak yang bersangkutan serta agar para pihak jelas dan paham benar maksudnya. Dalam perjanjian ini klausula definisi tertuang dalam pasal 1 tentang ketentuan umum.
2. Klausula Obyek Kontrak
Klausula ini menentukan apa yang dijadikan objek kontrak dengan menyebutkan secara jelas dan lengkap tentang nama barang, wujud/jenisnya, letak dan luasnya, dan hal-hal lain yang menjelaskan obyek kontrak tersebut secar terperinci. Klausula obyek kontrak dalam perjanjian ini tertuang dalam pasal 3, 4, dan 5 yang masing-masing tentang jenis dharabah, modal dharabah, dan jangka waktu.
3. Klausula Hak dan Kewajiban
Klausula ini menentukan hak dan kewajiban para pihak yang ditulis secara tegas dan jelas serta terperinci apa saja yang menjadi hak dan kewajiban masing-masing. Dalam perjanjian ini klausula hak dan kewajiban terletak pada pasal 6 dan 8 tentang keuntungan dan nisbah bagi hasil dan pengembalian modal.
4. Klausula Sanksi
Merupakan ketentuan yang mengatur tentang pemberian sanksi akibat pelanggaran dan atau kelalaian salah satu pihak dalam melaksanakan perjanjian. Klausula sanksi ini tertuang dalam pasal 7 yang membahas tentang kerugian termasuk di dalamnya bagaimana mekanisme terjadinya kerugian, pihak mana yang menyebabkan kerugian, dan lain sebagainya.
5. Klausula Spesifik
Merupakan pengaturan tentang hal-hal yang spesifik yang dikehendaki para pihak untuk dituangkan dalam kontrak. Dalam perjanjian ini, klausula spesifiknya tertuang pada pasal 9 yang membahas tentang barang jaminan yang dijaminkan oleh mudharin kepada shahibul maal dengan tujuan agar mudharab tetap amanah dan tanggung jawab dalam melaksanakan kontraknya.
6. Klausula Pemilihan Hukum dan Domisili
Merupakan penentuan atau jalan hukum yang akan dipilih bilamana terjadi perselisihan antara para pihak. Dalam perjanjian ini, hanya tertuang jika terjadi force majeure seperti bencana alam, pemberontakan, peperangan , dan atau peristiwa lain yang bukan dikehendaki manusia dan tidak dapat dihindari, maka hukum yang berlaku ialah kedua pihak masing-masing akan melepaskan kewajibannya. Akan tetapi bila terjadi peristiwa yang memang berasal dari manusia dan bukan karena factor alam seperti perselisihan, wanprestasi dan lain-lain, dalam perjanjian ini tidak diatur secara terperinci.
Penutup
1. Pernyataan Para Pihak tentang hal-hal yang Membatalkan Kontrak
Merupakan pernyataan para pihak yang menyatakan tentang batalnta kontrak. Dalam perjanjian ini, pernyataan tersebut tertuang dalam pasal 11 tentang batalnya al-mudharabah. Dalam perjanjian itu dijelaskan tentang bagaimana mekanisme batalnya perjanjian tersebut.
2. Penandatanganan Para Pihak
Yaitu pembubuhan tanda tangan para pihak yang melakukan kontrak atau perjanjian sebagai tanda bahwa keduanya telah menyetujui dan sepakat terhadap isi kontrak tersebut secara keseluruhan dan berakibat berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. Dalam perjanjian tersebut telah ditandatangani oleh kedua belah pihak, baik shahibul maal dan mudharib yang disertai dengan materai 3000 rupiah dan diketahui oleh istrinya serta disaksikan oleh dua orang saksi.
B. Analisis Aspek Syariah
Perjanjian yang dilakukan oleh kedua belah pihak tersebut bila dilihat dari sisi definisi dan akadnya tidak menyalahi aspek syariah. Karena perjanjian tersebut sudah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) pada fatwanya No. 07/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh). Dalam hal mekanismenya juga tidak terlihat menyimpang dari aspek syariah. Karena kedua belah pihak telah melakukannya dengan benar, pembagiannya jelas dimana ada shahibul maal dan mudharib, pembagian porsi keuntungan dan kerugiannya pun jelas disebutkan serta jangka waktunya pun jelas disebutkan yaitu satu bulan. Pembiayaan yang diberikan pun sesuai dengan ketentuan, yaitu dalam bentuk uang bukan piutang atau tagihan dan jumlahnya pun jelas sebesar Rp 5.500.000. Adapun pengembalian modal dan pemberian keuntungan akan diberikan langsung di akhir masa perjanjian.
Sedangkan pada pembagian keuntungan berdasarkan prinsip profit sharing, dimana keuntungan yang dibagi dihitung dari laba bersih usaha yang dilakukan mudharib. Sedangkan kerugiannya jika disebabkan hal yang wajar dan patut, maka ditanggung oleh shahibul maal. Adapun jika kerugian yang disebabkan karena kesalahan atau kelalaian mudharib, maka mudhariblah yang menanggung.
Pengantar MaNaJeMen SumBer DaYa MaNuSia (MSDM)
1. Pentingnya Manajemen
Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan. Unsur-unsur manajemen itu terdiri dari: man, money, methode, machines, materials, dan market, atau disingkat 6 M. Banyak para ahli mengemukakan tentang fungsi-fungsi manajemen itu sendiri dan tidak sama tentunya, tergantung pada sudut pendekatan dan pandangan mereka. Di antaranya G.R. Terry mengemukakan fungsi manajemen yaitu POAC (Planning, Organizing, Actuating, Controlling). Sedangkan menurut John F. Mee fungsi manajemen adalah Planning, Organizing, Motivating, Controlling. Adapun fungsi manajemen menurut Louis A. Allen yaitu Leading, Planning, Organizing, Controlling.
Wewenang merupakan alat atau dasar hukum untuk bertindak, sedangkan delegasi wewenang merupakan kunci dinamika organisasi. Wewenang adalah kekuasaan resmi yang dimiliki seseorang untuk bertindak dan memerintah orang lain. Tanpa ada wewenang terhadap suatu pekerjaan, janganlah mengerjakan pekerjaan tersebut, karena tidak mempunyai dasar hukum untuk melakukannya.
Organisasi adalah suatu sistem perserikatan formal dari dua orang atau lebih yang bekerja sama untuk mencapai tujuan tertentu. Struktur dan bagan organisasi (organization chart) memberikan manfaat dan informasi penting tentang hal-hal berikut, yaitu pembagian kerja, informasi atasan dan bawahan, jenis pekerjaan yang dilaksanakan, pengelompokkan bagian-bagian kerja, tingkat manajer, pimpinan organisasi. Organisasi perusahaan bertujuan untuk mendapatkan laba dan prinsip kegiatannya ekonomis rasional. Organisasi sosial bertujuan memberikan pelayanan, sedang prinsip kegiatannya ialah pengabdian sosial, misalnya Organisasi Republik Indonesia.
2. Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM)
Unsur men (manusia) ini berkembang menjadi suatu bidang ilmu manajemen yang disebut manajemen sumber daya manusia atau disingkat MSDM yang merupakan terjemahan dari man power management. Manajemen yang mengatur unsur manusia ini ada yang menyebutnya manajemen kepegawaian atau manajemen personalia (personnel management). Di antara para ahli yang mengemukakan tentang MSDM, yaitu:
Drs. Malayu S.P. Hasibuan, MSDM adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat.
Edwin B. Flippo, manajemen personalia adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian dari pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pemberhentian karyawan, dengan maksud terwujudnya tujuan perusahaan, individu, karyawan, dan masyarakat.
Andrew F. Sikula, Administrasi kepegawaian adalah penempatan orang-orang ke dalam suatu perusahaan. Implementasi tenaga kerja manusia adalah pengadaan, pemeliharaan, penempatan, indoktrinasi, latihan, dan pendidikan sumber daya manusia (human resources atau man power). Implementasi sumber daya manusia adalah recruitment, selection, training, education, placement, indoctrination, dan development.
John B. miner dan Mary Green Miner, Manajemen Personalia adalah suatu proses pengembangan, menerapkan dan menilai kebijakan-kebijakan, prosedur-prosedur, metode-metode, dan program-program yang berhubungan dengan individu karyawan dalam organisasi.
Pada intinya fokus kajian MSDM adalah masalah tenaga kerja manusia yang diatur menurut urutan fungsi-fungsinya, agar efektif dan efisien dalam mewujudkan tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat. Sedangkan yang dimaksud dengan karyawan adalah perencana, pelaku, dan selalu berperan aktif dalam setiap aktivitas perusahaan.
Komponen tenaga kerja manusia pada dasarnya dibedakan atas pengusaha, karyawan, dan pemimpin atau manajer. Peranan MSDM diantaranya adalah mengatur dan menetapkan program kepegawaian. Dalam mempelajari MSDM ada 3 pendekatan yang dapat dilakukan, yaitu:
1. Pendekatan Mekanis, adalah mengganti peranan tenaga kerja manusia dengan tenaga mesia untuk melakukan pekerjaan. Penggantian ini didasarkan kepada pertimbangan ekonomis, kemanusiaan, efektivitas, dan kemampuan yang lebih besar dan lebih baik.
2. Pendekatan Paternalis, yaitu manajer untuk pengarahan bawahannya bertindak seperti bapak terhadap anak-anaknya. Para bawahan diperlakukan dengan baik, fasilitas-fasilitas diberikan, bawahan dianggap sebagai anak-anaknya.
3. Pendekatan Sistem Sosial, adalah pendekatan yang memandang bahwa organisasi/perusahaan yaitu suatu sistem yang kompleks yang beroperasi dalam lingkungan yang kompleks yang bisa disebut sebagai sistem yang ada di luar.
Di antara fungsi MSDM meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengendalian, pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, kedisiplinan, dan pemberhentian. Menurut Drs. M. Manulang fungsi MSDM yaitu :
1. Precuring, yaitu membuat anggaran kerja bagi perusahaan, membuat job analysis, job description, dan job specification, menentukan dan menghubungi sumber-sumber tenaga kerja, mengadakan seleksi
2. Developing, yaitu melatih dan mendidik pegawai, mempromosikan dan memindahkan pegawai, mengadakan penilaian kecakapan
3. Maintenancing, yaitu mengurus pemberhentian, mengurus pensiun, mengurus kesejahteraan karyawan termasuk pembayaran upah, pemindahan, dan lain-lain serta motivasi
Sedangkan menurut Drs. Moekijat fungsi MSDM, yaitu perencanaan, penilaian prestasi, seleksi, pengembangan dan latihan, administrasi gaji dan upah, lingkungan kerja, pengawasan pelaksanaan pekerjaan, hubungan perburuhan, kesejahteraan sosial, penilaian dan riset.
Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan. Unsur-unsur manajemen itu terdiri dari: man, money, methode, machines, materials, dan market, atau disingkat 6 M. Banyak para ahli mengemukakan tentang fungsi-fungsi manajemen itu sendiri dan tidak sama tentunya, tergantung pada sudut pendekatan dan pandangan mereka. Di antaranya G.R. Terry mengemukakan fungsi manajemen yaitu POAC (Planning, Organizing, Actuating, Controlling). Sedangkan menurut John F. Mee fungsi manajemen adalah Planning, Organizing, Motivating, Controlling. Adapun fungsi manajemen menurut Louis A. Allen yaitu Leading, Planning, Organizing, Controlling.
Wewenang merupakan alat atau dasar hukum untuk bertindak, sedangkan delegasi wewenang merupakan kunci dinamika organisasi. Wewenang adalah kekuasaan resmi yang dimiliki seseorang untuk bertindak dan memerintah orang lain. Tanpa ada wewenang terhadap suatu pekerjaan, janganlah mengerjakan pekerjaan tersebut, karena tidak mempunyai dasar hukum untuk melakukannya.
Organisasi adalah suatu sistem perserikatan formal dari dua orang atau lebih yang bekerja sama untuk mencapai tujuan tertentu. Struktur dan bagan organisasi (organization chart) memberikan manfaat dan informasi penting tentang hal-hal berikut, yaitu pembagian kerja, informasi atasan dan bawahan, jenis pekerjaan yang dilaksanakan, pengelompokkan bagian-bagian kerja, tingkat manajer, pimpinan organisasi. Organisasi perusahaan bertujuan untuk mendapatkan laba dan prinsip kegiatannya ekonomis rasional. Organisasi sosial bertujuan memberikan pelayanan, sedang prinsip kegiatannya ialah pengabdian sosial, misalnya Organisasi Republik Indonesia.
2. Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM)
Unsur men (manusia) ini berkembang menjadi suatu bidang ilmu manajemen yang disebut manajemen sumber daya manusia atau disingkat MSDM yang merupakan terjemahan dari man power management. Manajemen yang mengatur unsur manusia ini ada yang menyebutnya manajemen kepegawaian atau manajemen personalia (personnel management). Di antara para ahli yang mengemukakan tentang MSDM, yaitu:
Drs. Malayu S.P. Hasibuan, MSDM adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat.
Edwin B. Flippo, manajemen personalia adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian dari pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pemberhentian karyawan, dengan maksud terwujudnya tujuan perusahaan, individu, karyawan, dan masyarakat.
Andrew F. Sikula, Administrasi kepegawaian adalah penempatan orang-orang ke dalam suatu perusahaan. Implementasi tenaga kerja manusia adalah pengadaan, pemeliharaan, penempatan, indoktrinasi, latihan, dan pendidikan sumber daya manusia (human resources atau man power). Implementasi sumber daya manusia adalah recruitment, selection, training, education, placement, indoctrination, dan development.
John B. miner dan Mary Green Miner, Manajemen Personalia adalah suatu proses pengembangan, menerapkan dan menilai kebijakan-kebijakan, prosedur-prosedur, metode-metode, dan program-program yang berhubungan dengan individu karyawan dalam organisasi.
Pada intinya fokus kajian MSDM adalah masalah tenaga kerja manusia yang diatur menurut urutan fungsi-fungsinya, agar efektif dan efisien dalam mewujudkan tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat. Sedangkan yang dimaksud dengan karyawan adalah perencana, pelaku, dan selalu berperan aktif dalam setiap aktivitas perusahaan.
Komponen tenaga kerja manusia pada dasarnya dibedakan atas pengusaha, karyawan, dan pemimpin atau manajer. Peranan MSDM diantaranya adalah mengatur dan menetapkan program kepegawaian. Dalam mempelajari MSDM ada 3 pendekatan yang dapat dilakukan, yaitu:
1. Pendekatan Mekanis, adalah mengganti peranan tenaga kerja manusia dengan tenaga mesia untuk melakukan pekerjaan. Penggantian ini didasarkan kepada pertimbangan ekonomis, kemanusiaan, efektivitas, dan kemampuan yang lebih besar dan lebih baik.
2. Pendekatan Paternalis, yaitu manajer untuk pengarahan bawahannya bertindak seperti bapak terhadap anak-anaknya. Para bawahan diperlakukan dengan baik, fasilitas-fasilitas diberikan, bawahan dianggap sebagai anak-anaknya.
3. Pendekatan Sistem Sosial, adalah pendekatan yang memandang bahwa organisasi/perusahaan yaitu suatu sistem yang kompleks yang beroperasi dalam lingkungan yang kompleks yang bisa disebut sebagai sistem yang ada di luar.
Di antara fungsi MSDM meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengendalian, pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, kedisiplinan, dan pemberhentian. Menurut Drs. M. Manulang fungsi MSDM yaitu :
1. Precuring, yaitu membuat anggaran kerja bagi perusahaan, membuat job analysis, job description, dan job specification, menentukan dan menghubungi sumber-sumber tenaga kerja, mengadakan seleksi
2. Developing, yaitu melatih dan mendidik pegawai, mempromosikan dan memindahkan pegawai, mengadakan penilaian kecakapan
3. Maintenancing, yaitu mengurus pemberhentian, mengurus pensiun, mengurus kesejahteraan karyawan termasuk pembayaran upah, pemindahan, dan lain-lain serta motivasi
Sedangkan menurut Drs. Moekijat fungsi MSDM, yaitu perencanaan, penilaian prestasi, seleksi, pengembangan dan latihan, administrasi gaji dan upah, lingkungan kerja, pengawasan pelaksanaan pekerjaan, hubungan perburuhan, kesejahteraan sosial, penilaian dan riset.
Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI dan Kurs terhadap Jumlah Uang Beredar (Periode 1998-April 2001)
BAB I
LATAR BELAKANG
A. Alasan Memilih Judul
Dari sudut pandang ekonom, uang (money) merupakan stok aset-aset yang digunakan untuk transaksi. Uang adalah sesuatu yang diterima/dipercaya masyarakat sebagai alat pembayaran atau transaksi. Uang memiliki empat fungsi penting, yaitu sebagai satuan hitung (unit of account), alat transaksi/pembayaran (medium of axchange), penyimpan nilai (store of value) dan standar pembayaran di masa mendatang (standart of deferred payment).
Yang dimaksud dengan jumlah uang beredar adalah nilai keseluruhan uang yang berada di tangan masyarakat. Melihat dan memahami dari definisi-definisi yang sudah ada dalam buku-buku teori ekonomi makro maka membuat saya untuk mengembangkan pembahasan lebih lanjut mengenai Jumlah Uang Beredar serta faktor apa saja yang mempengaruhinya. Maka dari itu saya memilih judul ini untuk membuat paper ini sebagai tugas akhir dari mata kuliah Statistik Ekonomi II di bawah bimbingan ibu Amalia SE, MM dan bapak Dr.Ir.Nadratuzzaman Hosen, PhD.
B. Tujuan Penulisan
Dalam penulisan paper ini ada beberapa tujuan penulisan yang ingin saya capai. Tujuan umum dari penulisan paper ini adalah untuk menguji apakah benar tingkat suku bunga SBI dan nilai tukar rupiah terhadap Dollar AS (kurs) itu berpengaruh terhadap jumlah uang beredar. Sedangkan tujuan yang spesifiknya adalah :
1. menyelesaikan tugas paper yang diberikan kepada setiap mahasiswa jurusan Perbankan Syariah semester IV sebagai pengganti Ujian Akhir Semester (UAS) pada mata kuliah Statistika Ekonomi II
2. menyelesaikan tugas paper sebagai tugas individual pada mata kuliah Statistika Ekonomi II guna mendapatkan nilai Ujian Akhir Semester (UAS)
3. mengetahui dan memahami pengaruh yang diberikan suku bunga SBI dan kurs terhadap jumlah uang beredar di masyarakat
4. mengaplikasikan pembahasan mengenai Regresi Berganda pada program SPSS
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Asumsi-asumsi Klasik
Fungsi regresi sederhana dan berganda, semua datanya bisa dipakai jika telah memenuhi asumsi-asumsi klasik. Di antara asumsi-asumsi klasik itu, yaitu :
1. Kenormalan (Normalitas)
Kenormalan (Normalitas) adalah untuk mengetahui apakah data sample berdistribusi normal atau tidak. Salah satu cara untuk mendeteksinya adalah dengan melihat grafik normalnya (normal probability plot). Dasar pengambilan keputusannya adalah jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mendekati arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. Jika data menyebar jauh dari garis diagonal atau tidak mendekati arah garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.
2. Heterokedasitas
Heterokedasitas adalah ketidaksamaan varians dalam analisis regresi. Salah satu cara mendeteksinya adalah dengan melihat scatter plotnya. Dasar pengambilan keputusannya adalah melihat scatter plot, jika titik-titiknya membentuk pola baik didaerah negatif ataupun positif maka dapat dikatakan ada masalah heterokedasitas. Dan jika titik-titiknya tidak membentuk pola yaitu titik-titiknya menyebar baik didaerah positif maupun negatif maka dapat dikatakan tidak ada masalah dalam heterokedasitas (homoskedasitas).
3. Autokorelasi
Autokorelasi terjadi jika kesalahan observasi (kesalahan pengganggu) yang ada berkorelasi satu sama lain, sehingga mengakibatkan penduga untuk a dan b tidak lagi BLUE (Best Linier Unbiased Estimator). Dasar pengambilan keputusannya adalah dengan melakukan uji statistik Durbin Watson yaitu membandingkan antara nilai Durbin Watson pada print out dengan nilai tabel Durbin Watson.
4. Multikolinearitas
Multikolinearitas terjadi jika variabel-variabel bebas yang ada berkorelasi satu sama lain secara extrim, ada kemungkinan terjadi 2 variabel atau lebih mempunyai hubungan korelasi yang sangat kuat sehingga pengaruh masing-masing variable bebas terhadap Y sukar untuk dibedakan.
B. Penjelasan Variabel X1, X2 dan Y
a. Tingkat Suku Bunga SBI (X1)
Yang dimaksud dengan suku bunga SBI adalah tingkat bunga yang ditetapkan pemerintah atas bank-bank umum yang ingin membeli sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang dijadikan patokan untuk menambah/mengurangi jumlah uang beredar.
b. Kurs (X2)
Kurs adalah nilai tukar rupiah terhadap dollar AS.
c. Jumlah Uang Beredar (Y)
Dalam teori ekonomi makro, kebijakan moneter adalah upaya mengendalikan atau mengarahkan perekonomian makro ke kondisi yang diinginkan (yang lebih baik) dengan mengatur jumlah uang beredar. Yang dimaksud dengan kondisi lebih baik adalah meningkatnya output keseimbangan dan atau terpeliharanya stabilitas harga (inflasi terkontrol). Melalui kebijakan moneter pemerintah dapat mempertahankan, menambah atau mengurangi jumlah uang beredar dalam upaya mempertahankan kemampuan ekonomi bertumbuh, sekaligus mengendalikan inflasi.
d. Keterangan Sampel
Dalam mengerjakan paper ini saya menggunakan sampel sebanyak 40 sampel. Sampel yang digunakan adalah bulan Januari tahun 1998 sampai dengan April 2001. Sampel ini saya ambil dari buku-buku yang ada di Perpustakaan Badan Pusat Statistik (BPS) untuk sampel tahun 1998-1999 dan Perpustakaan Bank Indonesia (BI) untuk sampel tahun 2000-2001, sebab untuk di perpustakaan BPS data-data terbaru mengenai perekonomian Indonesia itu belum bisa dipublikasikan karena harus diaudit ulang terlebih dahulu. Maka dari itu saya mencarinya di Perpustakaan Bank Indonesia gedung B lantai 2. Lalu data-data yang sudah terkumpul saya salin dalam Microsoft excel supaya lebih rapih dan tidak berceceran karena berbentuk lembaran fotocopyan-fotocopyan.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Uji Asumsi Klasik
1. Kenormalan (Normalitas)
Dengan melihat grafik kurva normal probability plot (normal p plot) dari gambar yang ada pada lampiran halaman 5 sebelum di transformasi ke dalam bentuk log dan lon gambar grafik kurva tersebut diketahui bahwa titik-titiknya kurang mendekati garis diagonal. Maka bias dikatakan tidak memenuhi asumsi normalitas.
Tetapi setelah data di transformasikan ke dalam bentuk log dan lon yang ada pada lampiran halaman 11 dan 17 maka terlihat bahwa titik-titik dalam gambar grafik kurva tersebut mendekati garis diagonal dan berarti data dalam fungsi regresi memenuhi asumsi normalitas.
2. Heterokedasitas
Dengan melihat grafik scatter plot yang ada pada lampiran halaman 6 sebelum di transformasi ke dalam bentuk log dan lon gambar tersebut diketahui bahwa titik-titiknya berkumpul membentuk pola maka ada masalah dalam asumsi heterokedasitas.
Tetapi setelah data ditransformasikan ke dalam bentuk log dan lon yang ada pada lampiran halaman 12 dan 18 maka terlihat bahwa titik-titik dalam gambar tersebut menyebar baik di daerah positif (+) maupun negatif (-) dan tidak membentuk pola sehinggga data dalam fungsi regresi tidak ada masalah heterokedasitas (homoskedasitas).
3. Multikolinearitas
Dengan melihat tabel coefficients yang ada pada lampiran halaman 2 sebelum ditransformasikan ke dalam bentuk log dan lon nilai VIF adalah 1,247. dan itu berarti tidak ada masalah dalam asumsi multikolinearitas. Sebab patokan untuk asumsi multikolinearitas adalah “jika nilai VIFnya kurang dari (<) 5 maka tidak ada masalah multikolinearitas dan jika nilai VIFnya lebih dari (>) 5 maka ada masalah multikolinearitas”.
Tetapi karena data sudah ditransformasikan ke dalam bentuk log dan lon maka nilai VIFnya berubah menjadi lebih kecil yaitu 1,090 (ada pada tabel coefficients halaman 8 dan 14), dan itu berarti tetap saja tidak ada masalah dalam asumsi multikolinearitas.
4. Autokorelasi
Cara mendeteksi untuk uji autokorelasi adalah dengan melihat nilai Durbin Watson pada print out dan Durbin Watson tabel.
- nilai Durbin Watson pada print out adalah 0, 180 dan transformasi log dan lon adalah 0,140
- nilai Durbin Watson tabel adalah harus terlebih dahulu:
N = 40
K = 2 tidak ada
α = 5% korelasi + tidak tahu korelasi tidak tahu korelasi -
0 DL DU 4-DU 4-DL 4
0,140 0,180
DL = 1,39
DU = 1,60 2,40 2,61
4-DL = 4-1,39 = 2,61
4-DU = 4-1,60 = 2,40
Jadi, dalam uji asumsi Autokorelasi berarti korelasi positif (+).
B. Fungsi Regresi dan Interpretasinya
Fungsi regresi yang bisa kita ambil dari print out yang ada sebelum ditransformasi ke dalam bentik log dan lon adalah
Y = 28073,4 + 542,277X1 + 10,208X2 + ε
(968,225) (672,423) (5,956)
Fungsi regresi di atas berarti :
- ketika X1 dan X2 mendekati 0 maka Y bernilai 28073,4
- ketika X1 naik 1 satuan sedang X2 tetap maka Y naik sebesar 542,277
- ketika X2 naik 1 satuan sedang X1 tetap maka Y naik sebesar 10,208
Fungsi regresi dalam bentuk log yang ada pada print out adalah
Y = 5,902 – 0,163X1 + 0,027X2 + ε
(0,189) (0,032) (0,050)
Fungsi regresi di atas berarti :
- ketika X1 dan X2 mendekati 0 maka Y bernilai 5,902
- ketika X1 naik 1 satuan sedang X2 tetap maka Y turun sebesar 0,163
- ketika X2 naik 1 satuan sedang X1 tetap maka Y naik sebesar 0,027
Fungsi regresi dalam bentuk lon yang ada pada print out adalah
Y = 13,589 – 0,163X1 + 0,027X2 + ε
(0,435) (0,032) (0,050)
Fungsi regresi di atas berarti :
- ketika X1 dan X2 mendekati 0 maka Y bernilai 13,589
- ketika X1 naik 1 satuan sedang X2 tetap maka Y turun sebesar 0,163
- ketika X2 naik 1 satuan sedang X1 tetap maka Y naik sebesar 0,027
C. Uji F
Uji F adalah menguji secara bersama-sama seluruh variable bebasnya terhadap variable tak bebasnya. Dalam uji F ini data sebelum dan sesudah di log dan lon nilai Signya tetap yaitu 0,000
Nilai sig Nilai α
0,000 < 0,005
Maka Ho ditolak, berarti signifikan. Artinya bahwa secara bersama-sama seluruh variable bebasnya mempunyai pengaruh terhadap variable tak bebasnya.
D. Uji t
Uji t adalah menguji masing-masing variable bebasnya terhadap variable tak bebasnya.
- Uji Konstanta
Nilai signifikan Nilai α
0,000 < 0,05
Maka Ho ditolak, berarti signifikan artinya bahwa X mempunyai pengaruh terhadap Y
- Uji X1
Nilai signifikan Nilai α
0,000 < 0,05
Maka Ho ditolak, berarti signifikan artinya bahwa X1 mempunyai pengaruh terhadap Y
- Uji X2
Nilai signifikan Nilai α
0,095 > 0, 05
Maka Ho diterima, berarti tidak signifikan artinya bahwa X2 tidak mempunyai pengaruh terhadap Y
Uji t log dan lon
- Uji Konstanta
Nilai signifikan Nilai α
0,000 < 0,05
Maka Ho ditolak, berarti signifikan artinya bahwa X mempunyai pengaruh terhadap Y
- Uji X1
Nilai signifikan Nilai α
0,000 < 0,05
Maka Ho ditolak, berarti signifikan artinya bahwa X1 mempunyai pengaruh terhadap Y
- Uji X2
Nilai signifikan Nilai α
0,595 > 0,05
Maka Ho diterima, berarti tidak signifikan artinya bahwa X2 tidak mempunyai pengaruh terhadap Y
E. Nilai Koefisien Korelasi (r) dan nilai Koefisien Determinant/Penentu (R2)
Koefisien korelasi adalah koefisien yang menyatakan kuat lemahnya hubungan antara variable bebas (X) dengan variable tak bebas (Y).
- Nilai r sebelum di log dan lon adalah sebesar 0,658, berarti hubungan antara variable X dan Y adalah kuat dan positif. Positif itu berarti jika X naik maka Y juga naik dan jika X turun maka Y juga akan turun.
- Nilai r di log dan lon adalah sebesar 0,651, berarti hubungan antara variable X dan Y adalah kuat dan positif. Positif itu berarti jika X naik maka Y juga naik dan jika X turun maka Y juga akan turun.
Koefisien determinant/penentu adalah nilai yang menyatakan seberapa besar variable Y dapat dijelaskan oleh variable X. Koefisien determinant atau koefisien penentu dilambangkan dengan R2. Nilai R2 sebelum di log dan lon adalah sebesar 43,29% berarti variabel Y dapat dijelaskan oleh variabel X sebesar 43,29% sedangkan sisanya sebesar 56,71% dijelaskan oleh faktor-faktor lain.
Nilai R2 di log dan lon adalah sebesar 42,38% berarti variabel Y dapat dijelaskan oleh variabel X sebesar 42,38% sedangkan sisanya sebesar 57,62% dijelaskan oleh faktor-faktor lain.
F. Uji secara Substansi
Secara substansi memang benar jumlah uang yang beredar dipengaruhi oleh tingkat suku bunga dan kurs Dollar AS karena sudah dibuktikan melalui metode regresi berganda dan nilai korelasinya pun positif dan kuat dalam ilmu statistik.
Secara teori ekonomi makro, belum ada yang menguji apakah kurs berpengaruh atau tidak karena dalam buku-buku ekonomi makro hanya faktor bungalah yang mempengaruhi jumlah uang beredar dimasyarakat. Dengan metode ilmu statistikalah dibuktikan kalau faktor kurs juga berpengaruh terhadap jumlah uang beredar.
BAB IV
PENUTUP
Dari pembahasan yang sudah dipaparkan tadi, bisa diambil kesimpulan bahwa fungsi regresi dari pengaruh suku bunga SBI dan kurs terhadap jumlah uang beredar adalah Y = 28073,4 + 542,277X1 + 10,208X2 + ε dengan standar error untuk konstanta (Y) adalah 968,225, untuk X1 adalah 672,423 dan untuk X2 adalah 5, 956. Dengan di uji t maka jelas terlihat bahwa variabel bebas dalam hal ini yaitu suku bunga SBI dan kurs memberikan pengaruh terhadap variabel tak bebasnya yaitu jumlah uang beredar. Fungsi regresi ini juga telah memenuhi asumsi klasik yaitu melalui uji asumsi Kenormalan, uji asumsi Heterokedasitas, uji asumsi Multikolinearitas dan uji asumsi Autokorelasi.
Jika kita lihat dari bagaimana hubungan antara pengaruh yang diberikan oleh suku bunga SBI dan Kurs terhadap jumlah uang beredar adalah kuat dan positif dengan nilai koefisien korelasinya yaitu sebesar 0,658. Dan Jumlah Uang Beredar (Y) dapat dijelaskan oleh suku bunga dan kurs (X1 dan X2) sebesar 43,29% dan 56,71% dijelaskan oleh faktor-faktor lain, mungkin inflasi atau kebijakan-kebijakan moneter pemerintah.
Dan tidak lupa dalam menginput data ke dalam SPSS saya mentransform data ke dalam bentuk log dan lon untuk lebih meyakinkan saja kalau data itu memenuhi asumsi klasik atau tidak.
Demikianlah tugas akhir dalam bentuk paper ini yang saya bisa kerjakan dalam waktu sebulan dengan mencari data ke Perpustakaan BPS dan BI. Mohon maaf jika ada kesalahan penulisan dan kekurangan dalam paper ini.
LATAR BELAKANG
A. Alasan Memilih Judul
Dari sudut pandang ekonom, uang (money) merupakan stok aset-aset yang digunakan untuk transaksi. Uang adalah sesuatu yang diterima/dipercaya masyarakat sebagai alat pembayaran atau transaksi. Uang memiliki empat fungsi penting, yaitu sebagai satuan hitung (unit of account), alat transaksi/pembayaran (medium of axchange), penyimpan nilai (store of value) dan standar pembayaran di masa mendatang (standart of deferred payment).
Yang dimaksud dengan jumlah uang beredar adalah nilai keseluruhan uang yang berada di tangan masyarakat. Melihat dan memahami dari definisi-definisi yang sudah ada dalam buku-buku teori ekonomi makro maka membuat saya untuk mengembangkan pembahasan lebih lanjut mengenai Jumlah Uang Beredar serta faktor apa saja yang mempengaruhinya. Maka dari itu saya memilih judul ini untuk membuat paper ini sebagai tugas akhir dari mata kuliah Statistik Ekonomi II di bawah bimbingan ibu Amalia SE, MM dan bapak Dr.Ir.Nadratuzzaman Hosen, PhD.
B. Tujuan Penulisan
Dalam penulisan paper ini ada beberapa tujuan penulisan yang ingin saya capai. Tujuan umum dari penulisan paper ini adalah untuk menguji apakah benar tingkat suku bunga SBI dan nilai tukar rupiah terhadap Dollar AS (kurs) itu berpengaruh terhadap jumlah uang beredar. Sedangkan tujuan yang spesifiknya adalah :
1. menyelesaikan tugas paper yang diberikan kepada setiap mahasiswa jurusan Perbankan Syariah semester IV sebagai pengganti Ujian Akhir Semester (UAS) pada mata kuliah Statistika Ekonomi II
2. menyelesaikan tugas paper sebagai tugas individual pada mata kuliah Statistika Ekonomi II guna mendapatkan nilai Ujian Akhir Semester (UAS)
3. mengetahui dan memahami pengaruh yang diberikan suku bunga SBI dan kurs terhadap jumlah uang beredar di masyarakat
4. mengaplikasikan pembahasan mengenai Regresi Berganda pada program SPSS
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Asumsi-asumsi Klasik
Fungsi regresi sederhana dan berganda, semua datanya bisa dipakai jika telah memenuhi asumsi-asumsi klasik. Di antara asumsi-asumsi klasik itu, yaitu :
1. Kenormalan (Normalitas)
Kenormalan (Normalitas) adalah untuk mengetahui apakah data sample berdistribusi normal atau tidak. Salah satu cara untuk mendeteksinya adalah dengan melihat grafik normalnya (normal probability plot). Dasar pengambilan keputusannya adalah jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mendekati arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. Jika data menyebar jauh dari garis diagonal atau tidak mendekati arah garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.
2. Heterokedasitas
Heterokedasitas adalah ketidaksamaan varians dalam analisis regresi. Salah satu cara mendeteksinya adalah dengan melihat scatter plotnya. Dasar pengambilan keputusannya adalah melihat scatter plot, jika titik-titiknya membentuk pola baik didaerah negatif ataupun positif maka dapat dikatakan ada masalah heterokedasitas. Dan jika titik-titiknya tidak membentuk pola yaitu titik-titiknya menyebar baik didaerah positif maupun negatif maka dapat dikatakan tidak ada masalah dalam heterokedasitas (homoskedasitas).
3. Autokorelasi
Autokorelasi terjadi jika kesalahan observasi (kesalahan pengganggu) yang ada berkorelasi satu sama lain, sehingga mengakibatkan penduga untuk a dan b tidak lagi BLUE (Best Linier Unbiased Estimator). Dasar pengambilan keputusannya adalah dengan melakukan uji statistik Durbin Watson yaitu membandingkan antara nilai Durbin Watson pada print out dengan nilai tabel Durbin Watson.
4. Multikolinearitas
Multikolinearitas terjadi jika variabel-variabel bebas yang ada berkorelasi satu sama lain secara extrim, ada kemungkinan terjadi 2 variabel atau lebih mempunyai hubungan korelasi yang sangat kuat sehingga pengaruh masing-masing variable bebas terhadap Y sukar untuk dibedakan.
B. Penjelasan Variabel X1, X2 dan Y
a. Tingkat Suku Bunga SBI (X1)
Yang dimaksud dengan suku bunga SBI adalah tingkat bunga yang ditetapkan pemerintah atas bank-bank umum yang ingin membeli sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang dijadikan patokan untuk menambah/mengurangi jumlah uang beredar.
b. Kurs (X2)
Kurs adalah nilai tukar rupiah terhadap dollar AS.
c. Jumlah Uang Beredar (Y)
Dalam teori ekonomi makro, kebijakan moneter adalah upaya mengendalikan atau mengarahkan perekonomian makro ke kondisi yang diinginkan (yang lebih baik) dengan mengatur jumlah uang beredar. Yang dimaksud dengan kondisi lebih baik adalah meningkatnya output keseimbangan dan atau terpeliharanya stabilitas harga (inflasi terkontrol). Melalui kebijakan moneter pemerintah dapat mempertahankan, menambah atau mengurangi jumlah uang beredar dalam upaya mempertahankan kemampuan ekonomi bertumbuh, sekaligus mengendalikan inflasi.
d. Keterangan Sampel
Dalam mengerjakan paper ini saya menggunakan sampel sebanyak 40 sampel. Sampel yang digunakan adalah bulan Januari tahun 1998 sampai dengan April 2001. Sampel ini saya ambil dari buku-buku yang ada di Perpustakaan Badan Pusat Statistik (BPS) untuk sampel tahun 1998-1999 dan Perpustakaan Bank Indonesia (BI) untuk sampel tahun 2000-2001, sebab untuk di perpustakaan BPS data-data terbaru mengenai perekonomian Indonesia itu belum bisa dipublikasikan karena harus diaudit ulang terlebih dahulu. Maka dari itu saya mencarinya di Perpustakaan Bank Indonesia gedung B lantai 2. Lalu data-data yang sudah terkumpul saya salin dalam Microsoft excel supaya lebih rapih dan tidak berceceran karena berbentuk lembaran fotocopyan-fotocopyan.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Uji Asumsi Klasik
1. Kenormalan (Normalitas)
Dengan melihat grafik kurva normal probability plot (normal p plot) dari gambar yang ada pada lampiran halaman 5 sebelum di transformasi ke dalam bentuk log dan lon gambar grafik kurva tersebut diketahui bahwa titik-titiknya kurang mendekati garis diagonal. Maka bias dikatakan tidak memenuhi asumsi normalitas.
Tetapi setelah data di transformasikan ke dalam bentuk log dan lon yang ada pada lampiran halaman 11 dan 17 maka terlihat bahwa titik-titik dalam gambar grafik kurva tersebut mendekati garis diagonal dan berarti data dalam fungsi regresi memenuhi asumsi normalitas.
2. Heterokedasitas
Dengan melihat grafik scatter plot yang ada pada lampiran halaman 6 sebelum di transformasi ke dalam bentuk log dan lon gambar tersebut diketahui bahwa titik-titiknya berkumpul membentuk pola maka ada masalah dalam asumsi heterokedasitas.
Tetapi setelah data ditransformasikan ke dalam bentuk log dan lon yang ada pada lampiran halaman 12 dan 18 maka terlihat bahwa titik-titik dalam gambar tersebut menyebar baik di daerah positif (+) maupun negatif (-) dan tidak membentuk pola sehinggga data dalam fungsi regresi tidak ada masalah heterokedasitas (homoskedasitas).
3. Multikolinearitas
Dengan melihat tabel coefficients yang ada pada lampiran halaman 2 sebelum ditransformasikan ke dalam bentuk log dan lon nilai VIF adalah 1,247. dan itu berarti tidak ada masalah dalam asumsi multikolinearitas. Sebab patokan untuk asumsi multikolinearitas adalah “jika nilai VIFnya kurang dari (<) 5 maka tidak ada masalah multikolinearitas dan jika nilai VIFnya lebih dari (>) 5 maka ada masalah multikolinearitas”.
Tetapi karena data sudah ditransformasikan ke dalam bentuk log dan lon maka nilai VIFnya berubah menjadi lebih kecil yaitu 1,090 (ada pada tabel coefficients halaman 8 dan 14), dan itu berarti tetap saja tidak ada masalah dalam asumsi multikolinearitas.
4. Autokorelasi
Cara mendeteksi untuk uji autokorelasi adalah dengan melihat nilai Durbin Watson pada print out dan Durbin Watson tabel.
- nilai Durbin Watson pada print out adalah 0, 180 dan transformasi log dan lon adalah 0,140
- nilai Durbin Watson tabel adalah harus terlebih dahulu:
N = 40
K = 2 tidak ada
α = 5% korelasi + tidak tahu korelasi tidak tahu korelasi -
0 DL DU 4-DU 4-DL 4
0,140 0,180
DL = 1,39
DU = 1,60 2,40 2,61
4-DL = 4-1,39 = 2,61
4-DU = 4-1,60 = 2,40
Jadi, dalam uji asumsi Autokorelasi berarti korelasi positif (+).
B. Fungsi Regresi dan Interpretasinya
Fungsi regresi yang bisa kita ambil dari print out yang ada sebelum ditransformasi ke dalam bentik log dan lon adalah
Y = 28073,4 + 542,277X1 + 10,208X2 + ε
(968,225) (672,423) (5,956)
Fungsi regresi di atas berarti :
- ketika X1 dan X2 mendekati 0 maka Y bernilai 28073,4
- ketika X1 naik 1 satuan sedang X2 tetap maka Y naik sebesar 542,277
- ketika X2 naik 1 satuan sedang X1 tetap maka Y naik sebesar 10,208
Fungsi regresi dalam bentuk log yang ada pada print out adalah
Y = 5,902 – 0,163X1 + 0,027X2 + ε
(0,189) (0,032) (0,050)
Fungsi regresi di atas berarti :
- ketika X1 dan X2 mendekati 0 maka Y bernilai 5,902
- ketika X1 naik 1 satuan sedang X2 tetap maka Y turun sebesar 0,163
- ketika X2 naik 1 satuan sedang X1 tetap maka Y naik sebesar 0,027
Fungsi regresi dalam bentuk lon yang ada pada print out adalah
Y = 13,589 – 0,163X1 + 0,027X2 + ε
(0,435) (0,032) (0,050)
Fungsi regresi di atas berarti :
- ketika X1 dan X2 mendekati 0 maka Y bernilai 13,589
- ketika X1 naik 1 satuan sedang X2 tetap maka Y turun sebesar 0,163
- ketika X2 naik 1 satuan sedang X1 tetap maka Y naik sebesar 0,027
C. Uji F
Uji F adalah menguji secara bersama-sama seluruh variable bebasnya terhadap variable tak bebasnya. Dalam uji F ini data sebelum dan sesudah di log dan lon nilai Signya tetap yaitu 0,000
Nilai sig Nilai α
0,000 < 0,005
Maka Ho ditolak, berarti signifikan. Artinya bahwa secara bersama-sama seluruh variable bebasnya mempunyai pengaruh terhadap variable tak bebasnya.
D. Uji t
Uji t adalah menguji masing-masing variable bebasnya terhadap variable tak bebasnya.
- Uji Konstanta
Nilai signifikan Nilai α
0,000 < 0,05
Maka Ho ditolak, berarti signifikan artinya bahwa X mempunyai pengaruh terhadap Y
- Uji X1
Nilai signifikan Nilai α
0,000 < 0,05
Maka Ho ditolak, berarti signifikan artinya bahwa X1 mempunyai pengaruh terhadap Y
- Uji X2
Nilai signifikan Nilai α
0,095 > 0, 05
Maka Ho diterima, berarti tidak signifikan artinya bahwa X2 tidak mempunyai pengaruh terhadap Y
Uji t log dan lon
- Uji Konstanta
Nilai signifikan Nilai α
0,000 < 0,05
Maka Ho ditolak, berarti signifikan artinya bahwa X mempunyai pengaruh terhadap Y
- Uji X1
Nilai signifikan Nilai α
0,000 < 0,05
Maka Ho ditolak, berarti signifikan artinya bahwa X1 mempunyai pengaruh terhadap Y
- Uji X2
Nilai signifikan Nilai α
0,595 > 0,05
Maka Ho diterima, berarti tidak signifikan artinya bahwa X2 tidak mempunyai pengaruh terhadap Y
E. Nilai Koefisien Korelasi (r) dan nilai Koefisien Determinant/Penentu (R2)
Koefisien korelasi adalah koefisien yang menyatakan kuat lemahnya hubungan antara variable bebas (X) dengan variable tak bebas (Y).
- Nilai r sebelum di log dan lon adalah sebesar 0,658, berarti hubungan antara variable X dan Y adalah kuat dan positif. Positif itu berarti jika X naik maka Y juga naik dan jika X turun maka Y juga akan turun.
- Nilai r di log dan lon adalah sebesar 0,651, berarti hubungan antara variable X dan Y adalah kuat dan positif. Positif itu berarti jika X naik maka Y juga naik dan jika X turun maka Y juga akan turun.
Koefisien determinant/penentu adalah nilai yang menyatakan seberapa besar variable Y dapat dijelaskan oleh variable X. Koefisien determinant atau koefisien penentu dilambangkan dengan R2. Nilai R2 sebelum di log dan lon adalah sebesar 43,29% berarti variabel Y dapat dijelaskan oleh variabel X sebesar 43,29% sedangkan sisanya sebesar 56,71% dijelaskan oleh faktor-faktor lain.
Nilai R2 di log dan lon adalah sebesar 42,38% berarti variabel Y dapat dijelaskan oleh variabel X sebesar 42,38% sedangkan sisanya sebesar 57,62% dijelaskan oleh faktor-faktor lain.
F. Uji secara Substansi
Secara substansi memang benar jumlah uang yang beredar dipengaruhi oleh tingkat suku bunga dan kurs Dollar AS karena sudah dibuktikan melalui metode regresi berganda dan nilai korelasinya pun positif dan kuat dalam ilmu statistik.
Secara teori ekonomi makro, belum ada yang menguji apakah kurs berpengaruh atau tidak karena dalam buku-buku ekonomi makro hanya faktor bungalah yang mempengaruhi jumlah uang beredar dimasyarakat. Dengan metode ilmu statistikalah dibuktikan kalau faktor kurs juga berpengaruh terhadap jumlah uang beredar.
BAB IV
PENUTUP
Dari pembahasan yang sudah dipaparkan tadi, bisa diambil kesimpulan bahwa fungsi regresi dari pengaruh suku bunga SBI dan kurs terhadap jumlah uang beredar adalah Y = 28073,4 + 542,277X1 + 10,208X2 + ε dengan standar error untuk konstanta (Y) adalah 968,225, untuk X1 adalah 672,423 dan untuk X2 adalah 5, 956. Dengan di uji t maka jelas terlihat bahwa variabel bebas dalam hal ini yaitu suku bunga SBI dan kurs memberikan pengaruh terhadap variabel tak bebasnya yaitu jumlah uang beredar. Fungsi regresi ini juga telah memenuhi asumsi klasik yaitu melalui uji asumsi Kenormalan, uji asumsi Heterokedasitas, uji asumsi Multikolinearitas dan uji asumsi Autokorelasi.
Jika kita lihat dari bagaimana hubungan antara pengaruh yang diberikan oleh suku bunga SBI dan Kurs terhadap jumlah uang beredar adalah kuat dan positif dengan nilai koefisien korelasinya yaitu sebesar 0,658. Dan Jumlah Uang Beredar (Y) dapat dijelaskan oleh suku bunga dan kurs (X1 dan X2) sebesar 43,29% dan 56,71% dijelaskan oleh faktor-faktor lain, mungkin inflasi atau kebijakan-kebijakan moneter pemerintah.
Dan tidak lupa dalam menginput data ke dalam SPSS saya mentransform data ke dalam bentuk log dan lon untuk lebih meyakinkan saja kalau data itu memenuhi asumsi klasik atau tidak.
Demikianlah tugas akhir dalam bentuk paper ini yang saya bisa kerjakan dalam waktu sebulan dengan mencari data ke Perpustakaan BPS dan BI. Mohon maaf jika ada kesalahan penulisan dan kekurangan dalam paper ini.
Kerjasama Ekonomi Asia dan Posisi Indonesia
Jika membicarakan mengenai perdagangan bebas (Free Trade Area) yang regional atau bilateral, dimanakah posisi Indonesia saat ini. Lihatlah sikap pemerintah RI yang mendua, di satu pihak Presiden sibuk sekali meningkatkan profil internasionalnya dan menyatakan ingin bekerja sama dengan semua negara tetanggga, dilain pihak Indonesia juga terkenal dengan sikapnya yang sangat proteksionis dan nasionalistik. Jika kita melihat negara kecil seperti Singapura dan Taiwan mereka amat berhasil dalam meningkatkan kesejahteraan rakyatnya dengan berdagang seluas-luasnya dengan dunia internasional.
Indonesia sejak zaman Suharto di pertengahan dasawarsa delapanpuluhan sudah melakukan deregulasi dan liberalisasi, dan dalam politiknya juga langsung menguntungkan ekspor dan laju pertumbuhan ekonomi. Selama tiga dasawarsa laju pertumbuhan PDB mencapai sekitar 7% setahun dan ekspornya tumbuh lebih dari 10% setahun. Perbedaan kinerja dengan Cina memang susah untuk dicari keterangan yang jelas. Akan tetapi kualitas SDM Cina memang lebih tinggi dan kualitas kebijaksanaan pemerintah di Beijing juga lebih baik daripada Jakarta (diakhir zaman Suharto kebijakan ekonomi Jakarta terlalu dipengaruhi oleh keluarga dan kroni yang memegang banyak monopoli).
Mengapa Indonesia bersikap ambivalen atau mendua. Karena di satu pihak, takut bahwa pasar dalam negeri akan dicaplok oleh asing, tetapi di lain pihak, juga sadar bahwa kalau tidak ikut mode FTA ini maka Indonesia bisa ”ketinggalan”. Salah satu gejala ketinggalan ini adalah dampak Trade Diversion. Artinya, kalau antara Malaysia dan Thailand di satu pihak dan Jepang di pihak lain ada FTA maka impor Jepang akan lebih dari kedua negara itu dan yang dirugikan adalah potensi ekspor dari Indonesia ke Jepang. Maka akhirnya Indonesia juga membuka perundingan bilateral untuk mencapai suatu FTA. Proses perundingan ini mengandung ”give and take”. Kalau Indonesia mengingini suatu konsesi atau fasilitas maka Indonesia juga harus bersedia menawarkan suatu konsesi (secara quid pro quo). Maka perundingan demikian berangsur-angsur membuka Indonesia untuk perdagangan yang lebih bebas. Bagi pemerintah RI, hasil perundingan demikian, termasuk konsesi yang harus diberikan oleh Indonesia, juga bisa dipakai untuk membela kebijakan pemerintah terhadap kritik-kritik dalam negeri yang bisa menuduh pemerintah ”menjual diri kepada pengaruh asing”. Indonesia juga menekankan economic partnership, misalnya dengan jepang, bukan semata-mata mengatur perdagangan. Dalam kemitraan ekonomi yang komprehensif termasuk juga pengaturan bantuan (economic aid) dan investasi untuk pelimpahan teknologi. Karena perjanjian multilateral (WTO) lebih superior daripada FTA bilateral atau regional, maka pemerintah Indonesia sebaiknya tetap berkiblat kepada pengaturan multilateral walaupun merundingkan FTA bilateral. Selekas ada kesempatan maka FTA bilateral harus dikaitkan kepada FTA regional dan ini disesuaikan dengan WTO.
Karena alasan politik praktis serta juga ideologis maka pemerintah RI sejak zaman Suharto sudah memilih mekanisme pasar terbuka dengan membuka diri terhadap perdagangan internasional dan tidak menolak arus globalisasi. Politik alternatif adalah dengan menjalankan nasionalisme ekonomi yang menutup diri, atau politik ideologis yang sosialis-marxis yang menolak ekonomi dunia karena dikuasai oleh kapitalisme-imperialisme. Kedua aliran pandangan ini juga ada penganutnya di Indonesia, atau khususnya di Jakarta. Akan tetapi, seperti pemerintah di India, maka di Indonesia pun pemerintah harus selalu melakukan balancing act agar pengaruh jelek dari ekonomi pasar (yakni kesenjangan antara yang berhasil di pasar dan yang gagal) bisa dilunakkan dengan berbagai kebijakan langsung mengurangi kemiskinan dan penganguran. Tugas pemerintah yang demikian memerlukan kemampuan pemerintah dalam ukuran APBN yang besar. Di masa sekarang pemerintah tidak punya kekuatan ini karena APBN terlalu dibebani oleh angsuran pembayaran utang dan subsidi (terutama untuk BBM) yang sangat besar.
Indonesia sejak zaman Suharto di pertengahan dasawarsa delapanpuluhan sudah melakukan deregulasi dan liberalisasi, dan dalam politiknya juga langsung menguntungkan ekspor dan laju pertumbuhan ekonomi. Selama tiga dasawarsa laju pertumbuhan PDB mencapai sekitar 7% setahun dan ekspornya tumbuh lebih dari 10% setahun. Perbedaan kinerja dengan Cina memang susah untuk dicari keterangan yang jelas. Akan tetapi kualitas SDM Cina memang lebih tinggi dan kualitas kebijaksanaan pemerintah di Beijing juga lebih baik daripada Jakarta (diakhir zaman Suharto kebijakan ekonomi Jakarta terlalu dipengaruhi oleh keluarga dan kroni yang memegang banyak monopoli).
Mengapa Indonesia bersikap ambivalen atau mendua. Karena di satu pihak, takut bahwa pasar dalam negeri akan dicaplok oleh asing, tetapi di lain pihak, juga sadar bahwa kalau tidak ikut mode FTA ini maka Indonesia bisa ”ketinggalan”. Salah satu gejala ketinggalan ini adalah dampak Trade Diversion. Artinya, kalau antara Malaysia dan Thailand di satu pihak dan Jepang di pihak lain ada FTA maka impor Jepang akan lebih dari kedua negara itu dan yang dirugikan adalah potensi ekspor dari Indonesia ke Jepang. Maka akhirnya Indonesia juga membuka perundingan bilateral untuk mencapai suatu FTA. Proses perundingan ini mengandung ”give and take”. Kalau Indonesia mengingini suatu konsesi atau fasilitas maka Indonesia juga harus bersedia menawarkan suatu konsesi (secara quid pro quo). Maka perundingan demikian berangsur-angsur membuka Indonesia untuk perdagangan yang lebih bebas. Bagi pemerintah RI, hasil perundingan demikian, termasuk konsesi yang harus diberikan oleh Indonesia, juga bisa dipakai untuk membela kebijakan pemerintah terhadap kritik-kritik dalam negeri yang bisa menuduh pemerintah ”menjual diri kepada pengaruh asing”. Indonesia juga menekankan economic partnership, misalnya dengan jepang, bukan semata-mata mengatur perdagangan. Dalam kemitraan ekonomi yang komprehensif termasuk juga pengaturan bantuan (economic aid) dan investasi untuk pelimpahan teknologi. Karena perjanjian multilateral (WTO) lebih superior daripada FTA bilateral atau regional, maka pemerintah Indonesia sebaiknya tetap berkiblat kepada pengaturan multilateral walaupun merundingkan FTA bilateral. Selekas ada kesempatan maka FTA bilateral harus dikaitkan kepada FTA regional dan ini disesuaikan dengan WTO.
Karena alasan politik praktis serta juga ideologis maka pemerintah RI sejak zaman Suharto sudah memilih mekanisme pasar terbuka dengan membuka diri terhadap perdagangan internasional dan tidak menolak arus globalisasi. Politik alternatif adalah dengan menjalankan nasionalisme ekonomi yang menutup diri, atau politik ideologis yang sosialis-marxis yang menolak ekonomi dunia karena dikuasai oleh kapitalisme-imperialisme. Kedua aliran pandangan ini juga ada penganutnya di Indonesia, atau khususnya di Jakarta. Akan tetapi, seperti pemerintah di India, maka di Indonesia pun pemerintah harus selalu melakukan balancing act agar pengaruh jelek dari ekonomi pasar (yakni kesenjangan antara yang berhasil di pasar dan yang gagal) bisa dilunakkan dengan berbagai kebijakan langsung mengurangi kemiskinan dan penganguran. Tugas pemerintah yang demikian memerlukan kemampuan pemerintah dalam ukuran APBN yang besar. Di masa sekarang pemerintah tidak punya kekuatan ini karena APBN terlalu dibebani oleh angsuran pembayaran utang dan subsidi (terutama untuk BBM) yang sangat besar.
Kenaikan Harga BBM dan Kemiskinan: Tanggapan Atas Tanggapan
Kenaikan harga BBM dan Kemiskinan: Tanggapan atas tanggapan
Sebagai peneliti yang melakukan kajian tentang kenaikan harga BBM termasuk kemiskinan saya sebetulnya sangat gembira melihat begitu banyaknya tanggapan terhadap studi ini. Tetapi saya ikut sedih melihat kebanyakan tanggapan tidak diikuti dengan analisis yang menggunakan metodologi yang memadai. Umumnya tanggapan ini lebih disebabkan oleh sangkaan yang tidak mendasar sehingga seolah-olah riset ini dilakukan secara parsial tanpa melihat kelompok yang lain (lihat misalnya tulisan Carunia Firdausy Kompas, 3 Maret 2004) dan sangat abtraksi.
Mari sedikit saya jelaskan bagaimana sejarah penelitian ini. Penelitian ini dimulai sejak tahun 2000 pada saat LPEM diminta baik oleh Kantor Menko Perekonomian (Pak Kwik Kian Gie masih menjadi Menko) dan Departemen ESDM (Pak Presiden SBY waktu itu menjadi menterinya) menyiapkan kajian tentang dampak makro BBM. Kajian dimulai dari sekedar analisis sangat sederhana dengan melihat perbedaan harga domestik dan luar negeri dan distribusi penerima subsidi BBM. Kebetulan saya pribadi sejak tahun 1992 melakukan riset individual melihat dampak regresif dari harga BBM.
Karena BBM dinaikan setiap tahun (2001 dan 2002) maka LPEM diminta melanjutkan proses ini termasuk melakukan sosialisasi di beberapa daerah di Indonesia tentang dampak BBM. Metodologi penelitian pun disempurnakan setelah mendapatkan feedback dari pertanyaan di daerah saat kami melakukan sosialisasi termasuk dalam melihat dampaknya terhadap rumah tangga khususnya rumah tangga miskin.
Bagaimana Dampak terhadap Kemiskinan dihitung?
Dalam melakukan analisis ini kami menggunakan baik pendekatan Computable General Equlibrium (CGE) maupun pendekatan sistem permintaan yang dikembangkan oleh Prof. Angus Deaton dari Princeton University yang hingga kini dianggap merupakan pendekatan empirikal terbaik. Sumber data yang digunakan sepenuhnya berasal dari Susenas yang diterbitkan oleh BPS yang menjadi dasar perhitungan tingkat kemiskinan di Indonesia.
Dalam menghitung dampak harga baik secara langsung maupun tidak langsung kami menggunakan hasil dari model CGE sehingga sudah memperhitungkan dampak tambahan (multiplier) dari kenaikan BBM. Dengan menggunakan elastisitas permintaan yang diestimasi secara terpisah, hasil perhitungan dampak harga ini kemudian dimasukkan dalam persamaan yang merupakan hasil optimasi konsumen dalam memaksimumkan tingkat kesejahteraan dengan kendala anggaran.
Kenaikan harga tentu akan mengakibatkan penurunan daya beli (pendapatan riil). Dampak ini sangat bervariasi tergantung pada pola konsumsi dan sensitifitas dari harga masing-masing komoditi terhadap kenaikan harga BBM. Rumah tangga miskin umumnya relatif terproteksi mengingat tiga hal. Pertama, pangsa konsumsi langsung BBM relatif kecil. Untuk BBM non minyak tanah, pangsa kelompok 40% terbawah kurang dari 1 % dari total pendapatan. Hanya minyak tanah yang lumayan besar yaitu sekitar 2,6% dari total pengeluaran. Kedua, konsumsi komoditi yang sensitif terhadap kenaikan BBM pun relatif kecil seperti pengeluaran untuk transportasi. Ketiga, Komoditi yang dominan dalam pola konsumsi rumah tangga 40% terbawah yaitu beras sebetulnya juga tidak bergerak banyak karena harga komoditi ini dijaga oleh pemerintah dan kenaikan harga BBM dilakukan pada saat siklus harga beras mengalami penurunan.
Walhasil kalau kita lihat beban kenaikan harga BBM hingga tingkat pendapatan menengah atas cenderung meningkat lebih dari proposional dan menurun lagi – walaupun masih jauh lebih tinggi dibandingkan kelompok 40% terbawah.
Hasil perhitungan dampak pendapatan riil ini kemudian ditranslasikan dalam perhitungan indeks kemiskinan dengan menggunakan nilai pengeluaran RT yang baru setelah kenaikan harga BBM. Secara logis kemudian, tingkat kemiskinan meningkat. Simulasi kami menunjukkan peningkatan indeks kemiskinan yang terjadi untuk tahun 2005 lebih kecil daripada tahun 2002 atau 2003 (pada saat kenaikan dibatalkan) karena kenaikan harga kali ini tidak diikuti dengan kenaikan harga listrik.
Tingkat kemiskinan kemudian mengalami penurunan tatkala kelompok termiskin mendapatkan kompensasi yang jumlahnya lebih besar dari kebutuhan untuk mempertahankan tingkat kesejahteraan yang sama seperti sebelum kenaikan harga BBM. Pendekatan ini dalam teori ekonomi mikro dikenalkan dengan pendekatan Compensating Variation – yang seharusnya dipahami oleh seluruh mahasiswa dan lulusan Fakultas Ekonomi. Jelas disini perhitungan yang kami lakukan mencakup seluruh rumah tangga yang ada dalam Susenas.
Saya ingin menjelaskan secara gamblang dengan menggunakan contoh kongkrit tanpa menggunakan sistem persamaan permintaan di atas. Saya dalam menjelaskan ini secara sadar membiarkan terjadi double counting dalam perhitungan kenaikan biaya untuk memberikan semacam shockbreaker atau pengaman jika kebocoran benar-benar terjadi.
Kita ambil rumah tangga yang pengeluarannya sama dengan garis kemiskinan. Berdasarkan Susenas 2002, garis kemiskinan rata-rata sekitar Rp 114000 per kapita per bulan. Untuk mendapatkan nilai garis kemiskinan tahun 2005, kita hitung dengan akumulasi inflasi selama tiga tahun yaitu 6% per tahun . Perhitungan ini menghasilkan garis kemiskinan baru sebesar Rp 135 ribu per kapita per bulan. Supaya aman dengan memperhitungkan dampak inflasi tambahan dan mudah menghitungnya, kita mark-up saja menjadi Rp 150 per kapita per bulan atau kira-kira Rp 650 ribu per keluarga perbulan. Kenaikan BBM non minyak tanah sebetulnya hanya meningkatkan biaya per rumah tangga hanya Rp 6500 per bulan dan kalau biaya transportasi diperhitungkan lagi, total pengeluaran meningkat sekitar Rp 12000 per bulan per keluarga.
Lalu karena keluarga ini mendapatkan raskin 20 kg dan membayar hanya Rp 1000 per kg, keluarga ini secara implisit mendapat transfer sebesar 20 x (Rp 2800 – Rp 1000) = Rp. 36000 per bulan. Kalaupun beras yang diterima hanya 10 kg saja, transfer yang diterima adalah Rp 18000 per bulan dan jumlahnya masih lebih besar dari kenaikan biaya tersebut. Dengan menggunakan raskin saja, keluarga ini telah overcompensated. Apalagi kalau ditambahkan dengan pengeluaran pendidikan yang berkisar antara Rp 25 ribu hingga Rp 160 ribu per bulan dan tabungan pengeluaran kesehatan karena berdasarkan Susenas 2002 dan dimarkup untuk tahun 2005 kira-kira sekitar Rp 20 ribu per bulan per keluarga. Harap dicatat pula simulasi di atas hanya memperhitungkan kompensasi beras plus SPP (hanya kira-kira sepertiga dari subsidi pendidikan yang direncanakan)
Tanpa menggunakan perhitungan yang rumit tadi secara jelas, akibat transfer yang diperoleh kenaikan harga BBM tadi, pendapatan keluarga miskin mengalami kenaikan dan mendorong mereka keluar dari garis kemiskinan. Mengingat jarak rata-rata pendapatan penduduk miskin dengan garis kemiskinan (poverty gap) di Indonesia tidak terlalu besar – karena mayoritas pendapatan mereka berada di sekitar garis kemiskinan, maka akan banyak keluarga miskin yang bisa terangkat. Tetapi bukan tidak ada keluarga yang mengalami turun status menjadi miskin akibat kenaikan BBM ini akibat RT ini tidak mendapatkan eligible mendapatkan kompensasi– ingat simulasi menunjukkan indeks kemiskinan meningkat hampir 0,5% atau 1 juta RT yang berubah menjadi miskin. Tetapi secara netto, jumlah yang terangkat lebih besar dibandingkan yang mengalami penurunan pendapatan.
Siapa yang dimenangkan dan dikalahkan akibat kebijakan ini?
Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial yang mengambil pelajaran ekonomi pembangunan tentu paham tentang koefisien ketimpangan seperti Indeks Gini atau Indeks Theil. Menggunakan indeks Gini, kita tahu kalau mendekati nilai 1 maka distribusinya sangat timpang. Artinya, semua pendapatan suatu perekonomian dimonopoli oleh 1 keluarga. Kalau kita memakai indeks Gini ini untuk menghitung distribusi subsidi, hampir semua komponen BBM, indeksnya nyaris mendekati 1. Hanya minyak tanah yang nilai sekitar 0,6 – itu pun sudah timpang.
Apa artinya hal ini? Kalau kita biarkan BBM terus disubsidi, kita secara sadar membiarkan proses ketimpangan distribusi pendapatan terus berlanjut. Pajak yang dipungut dari keluarga mampu dikembalikan kepada rumah tangga mampu. Secara kasar malah bisa dikatakan -mengingat rumah tangga mampu mendapatkan lebih banyak karena sebagian struktur pajak kita yang regresif dan rumah tangga belum membayar pajak- dengan subsidi BBM mereka mendapatkan lebih besar dari yang mereka bayar (dalam bentuk pajak). Agak aneh dan kontradiktif kemudian, kalau kita mengamati suara-suara atau tulisan yang menyuarakan anti kenaikan BBM justru dari orang-orang yang selama ini getol berbicara tentang ketimpangan pendapatan.
Yang kita bisa simpulkan hingga kini, dan kalau kita sepakat bahwa distribusi pendapatan harus diperbaiki, maka subsidi BBM memang sudah salah dari ”sono”nya.
Tetapi merubah kebijakan komoditi yang strategis seperti beras dan BBM tidak mudah. Menaikkan harga BBM saja jelas akan memperbaiki distribusi pendapatan. Dampak akan lebih baik jika diikuti dengan program kompensasi yang diarahkan pada rumah tangga miskin. Inilah sebetulnya rekomendasi dari penelitian LPEM.
Kembali kepada pertanyaan di atas, yang paling dimenangkan dari kebijakan ini adalah rumah tangga miskin yang mendapatkan kompensasi dan yang paling dirugikan sebetulnya kelompok pendapatan menengah yaitu kelompok kelas pendapatan 40%-60%. Kalau mereka membayar pajak pendapatan rumah tangga ini sebetulnya sudah terkompensasi sejak awal dengan kenaikan pendapatan tidak kena pajak (PTKP) sebesar 300% sejak Januari 2005. Cuma sayangnya kalau melihat struktur penerimaan pajak perorangan, sebagian dari kelompok ini bukan merupakan pembayar pajak kecuali pegawai tetap termasuk buruh pabrik.
Yang sebetulnya memerlukan tambahan proteksi adalah rumah tangga yang sebelum kebijakan ini diberlakukan tergolong nyaris miskin terutama di daerah perkotaan. Oleh karena itu LPEM sejak awal meminta agar coverage raskin diperluas bukan hanya mencakup rumah tangga miskin berdasarkan kriteria BPS tetapi rumah tangga di atasnya. Kalau kita kuatir akan dikorupsi oleh aparat pemerintah, kita minta saja LSM yang melakukannya terutama untuk yang ada di daerah perkotaan. Beberapa LSM telah melakukan profesi ini menyalurkan beras dari WFP dengan baik. Hitungan saya tambahan program raskin dari 8,6 juta menjadi 10 juta keluarga memerlukan dana sebesar Rp 700 milyar. Dan jika beras digunakan adalah beras domestik maka akan menambah volume beras procurement pemerintah dan akan mengangkat harga beras dan gabah di daerah pedesaan dan akan membantu menggiatkan ekonomi pedesaan. Sayang kemudian saran ini kalah dengan program-program lain di luar pendidikan. Tetapi masih mungkin berubah karena yang dikemukakan selama ini adalah hanya usulan pemerintah. DPR masih mungkin merubahnya.
Program Kompensasi dan Pemberantasan Kemiskinan
Apakah kemudian program kompensasi ini bisa digunakan untuk menanggulangi kemiskinan?. Sebagian program ini adalah relief program yang mencoba meringankan beban orang miskin dan bukan mengangkat mereka dari kemiskinan secara permanen.
Tetapi program subsidi pendidikan dan kesehatan atau infrastruktur pedesaan jelas merupakan bagian dari peningkatan kapasitas orang miskin dan upaya mengurangi biaya transaksi dan bargaining position rumah tangga miskin.
Analisis kuantitatif dengan menggunakan model logit yang kami lakukan jelas menunjukkan peran penting pendidikan, kesehatan serta infrastruktur dalam mengurangi kemiskinan. Hubungan pendidikan dengan upah yang diterima adalah positif. Pendidikan juga merupakan ”tiket masuk” dalam pasar tenaga kerja (lihat saja prasyarat iklan lamaran pekerjaan seperti minimal lulusan SMA).
Serupa pula dengan infrastruktur dimana di banyak daerah tertinggal, kemiskinan lebih disebabkan oleh isolasi dari pasar ketimbang faktor fundamental lainnya. Lagi pula untuk produk pertanian, biaya marketing dan transportasi makin menguat perannya dalam harga akhir. Perbaikan infrastruktur akan memperkuat daya saing penduduk desa dimana 80% orang miskin Indonesia bertempat tinggal.
Sebagai penutup saya kira sebaiknya diskusinya beralih pada bagaimana meyakinkan agar program kompensasi ini berjalan minimal mendekati simulasi ekonometri LPEM. Peran masyarakat sangat menentukan karena penentuan siapa yang mendapatkan beasiswa atau raskin sangat tergantung pada partisipasi kita semua..
Sebagai peneliti yang melakukan kajian tentang kenaikan harga BBM termasuk kemiskinan saya sebetulnya sangat gembira melihat begitu banyaknya tanggapan terhadap studi ini. Tetapi saya ikut sedih melihat kebanyakan tanggapan tidak diikuti dengan analisis yang menggunakan metodologi yang memadai. Umumnya tanggapan ini lebih disebabkan oleh sangkaan yang tidak mendasar sehingga seolah-olah riset ini dilakukan secara parsial tanpa melihat kelompok yang lain (lihat misalnya tulisan Carunia Firdausy Kompas, 3 Maret 2004) dan sangat abtraksi.
Mari sedikit saya jelaskan bagaimana sejarah penelitian ini. Penelitian ini dimulai sejak tahun 2000 pada saat LPEM diminta baik oleh Kantor Menko Perekonomian (Pak Kwik Kian Gie masih menjadi Menko) dan Departemen ESDM (Pak Presiden SBY waktu itu menjadi menterinya) menyiapkan kajian tentang dampak makro BBM. Kajian dimulai dari sekedar analisis sangat sederhana dengan melihat perbedaan harga domestik dan luar negeri dan distribusi penerima subsidi BBM. Kebetulan saya pribadi sejak tahun 1992 melakukan riset individual melihat dampak regresif dari harga BBM.
Karena BBM dinaikan setiap tahun (2001 dan 2002) maka LPEM diminta melanjutkan proses ini termasuk melakukan sosialisasi di beberapa daerah di Indonesia tentang dampak BBM. Metodologi penelitian pun disempurnakan setelah mendapatkan feedback dari pertanyaan di daerah saat kami melakukan sosialisasi termasuk dalam melihat dampaknya terhadap rumah tangga khususnya rumah tangga miskin.
Bagaimana Dampak terhadap Kemiskinan dihitung?
Dalam melakukan analisis ini kami menggunakan baik pendekatan Computable General Equlibrium (CGE) maupun pendekatan sistem permintaan yang dikembangkan oleh Prof. Angus Deaton dari Princeton University yang hingga kini dianggap merupakan pendekatan empirikal terbaik. Sumber data yang digunakan sepenuhnya berasal dari Susenas yang diterbitkan oleh BPS yang menjadi dasar perhitungan tingkat kemiskinan di Indonesia.
Dalam menghitung dampak harga baik secara langsung maupun tidak langsung kami menggunakan hasil dari model CGE sehingga sudah memperhitungkan dampak tambahan (multiplier) dari kenaikan BBM. Dengan menggunakan elastisitas permintaan yang diestimasi secara terpisah, hasil perhitungan dampak harga ini kemudian dimasukkan dalam persamaan yang merupakan hasil optimasi konsumen dalam memaksimumkan tingkat kesejahteraan dengan kendala anggaran.
Kenaikan harga tentu akan mengakibatkan penurunan daya beli (pendapatan riil). Dampak ini sangat bervariasi tergantung pada pola konsumsi dan sensitifitas dari harga masing-masing komoditi terhadap kenaikan harga BBM. Rumah tangga miskin umumnya relatif terproteksi mengingat tiga hal. Pertama, pangsa konsumsi langsung BBM relatif kecil. Untuk BBM non minyak tanah, pangsa kelompok 40% terbawah kurang dari 1 % dari total pendapatan. Hanya minyak tanah yang lumayan besar yaitu sekitar 2,6% dari total pengeluaran. Kedua, konsumsi komoditi yang sensitif terhadap kenaikan BBM pun relatif kecil seperti pengeluaran untuk transportasi. Ketiga, Komoditi yang dominan dalam pola konsumsi rumah tangga 40% terbawah yaitu beras sebetulnya juga tidak bergerak banyak karena harga komoditi ini dijaga oleh pemerintah dan kenaikan harga BBM dilakukan pada saat siklus harga beras mengalami penurunan.
Walhasil kalau kita lihat beban kenaikan harga BBM hingga tingkat pendapatan menengah atas cenderung meningkat lebih dari proposional dan menurun lagi – walaupun masih jauh lebih tinggi dibandingkan kelompok 40% terbawah.
Hasil perhitungan dampak pendapatan riil ini kemudian ditranslasikan dalam perhitungan indeks kemiskinan dengan menggunakan nilai pengeluaran RT yang baru setelah kenaikan harga BBM. Secara logis kemudian, tingkat kemiskinan meningkat. Simulasi kami menunjukkan peningkatan indeks kemiskinan yang terjadi untuk tahun 2005 lebih kecil daripada tahun 2002 atau 2003 (pada saat kenaikan dibatalkan) karena kenaikan harga kali ini tidak diikuti dengan kenaikan harga listrik.
Tingkat kemiskinan kemudian mengalami penurunan tatkala kelompok termiskin mendapatkan kompensasi yang jumlahnya lebih besar dari kebutuhan untuk mempertahankan tingkat kesejahteraan yang sama seperti sebelum kenaikan harga BBM. Pendekatan ini dalam teori ekonomi mikro dikenalkan dengan pendekatan Compensating Variation – yang seharusnya dipahami oleh seluruh mahasiswa dan lulusan Fakultas Ekonomi. Jelas disini perhitungan yang kami lakukan mencakup seluruh rumah tangga yang ada dalam Susenas.
Saya ingin menjelaskan secara gamblang dengan menggunakan contoh kongkrit tanpa menggunakan sistem persamaan permintaan di atas. Saya dalam menjelaskan ini secara sadar membiarkan terjadi double counting dalam perhitungan kenaikan biaya untuk memberikan semacam shockbreaker atau pengaman jika kebocoran benar-benar terjadi.
Kita ambil rumah tangga yang pengeluarannya sama dengan garis kemiskinan. Berdasarkan Susenas 2002, garis kemiskinan rata-rata sekitar Rp 114000 per kapita per bulan. Untuk mendapatkan nilai garis kemiskinan tahun 2005, kita hitung dengan akumulasi inflasi selama tiga tahun yaitu 6% per tahun . Perhitungan ini menghasilkan garis kemiskinan baru sebesar Rp 135 ribu per kapita per bulan. Supaya aman dengan memperhitungkan dampak inflasi tambahan dan mudah menghitungnya, kita mark-up saja menjadi Rp 150 per kapita per bulan atau kira-kira Rp 650 ribu per keluarga perbulan. Kenaikan BBM non minyak tanah sebetulnya hanya meningkatkan biaya per rumah tangga hanya Rp 6500 per bulan dan kalau biaya transportasi diperhitungkan lagi, total pengeluaran meningkat sekitar Rp 12000 per bulan per keluarga.
Lalu karena keluarga ini mendapatkan raskin 20 kg dan membayar hanya Rp 1000 per kg, keluarga ini secara implisit mendapat transfer sebesar 20 x (Rp 2800 – Rp 1000) = Rp. 36000 per bulan. Kalaupun beras yang diterima hanya 10 kg saja, transfer yang diterima adalah Rp 18000 per bulan dan jumlahnya masih lebih besar dari kenaikan biaya tersebut. Dengan menggunakan raskin saja, keluarga ini telah overcompensated. Apalagi kalau ditambahkan dengan pengeluaran pendidikan yang berkisar antara Rp 25 ribu hingga Rp 160 ribu per bulan dan tabungan pengeluaran kesehatan karena berdasarkan Susenas 2002 dan dimarkup untuk tahun 2005 kira-kira sekitar Rp 20 ribu per bulan per keluarga. Harap dicatat pula simulasi di atas hanya memperhitungkan kompensasi beras plus SPP (hanya kira-kira sepertiga dari subsidi pendidikan yang direncanakan)
Tanpa menggunakan perhitungan yang rumit tadi secara jelas, akibat transfer yang diperoleh kenaikan harga BBM tadi, pendapatan keluarga miskin mengalami kenaikan dan mendorong mereka keluar dari garis kemiskinan. Mengingat jarak rata-rata pendapatan penduduk miskin dengan garis kemiskinan (poverty gap) di Indonesia tidak terlalu besar – karena mayoritas pendapatan mereka berada di sekitar garis kemiskinan, maka akan banyak keluarga miskin yang bisa terangkat. Tetapi bukan tidak ada keluarga yang mengalami turun status menjadi miskin akibat kenaikan BBM ini akibat RT ini tidak mendapatkan eligible mendapatkan kompensasi– ingat simulasi menunjukkan indeks kemiskinan meningkat hampir 0,5% atau 1 juta RT yang berubah menjadi miskin. Tetapi secara netto, jumlah yang terangkat lebih besar dibandingkan yang mengalami penurunan pendapatan.
Siapa yang dimenangkan dan dikalahkan akibat kebijakan ini?
Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial yang mengambil pelajaran ekonomi pembangunan tentu paham tentang koefisien ketimpangan seperti Indeks Gini atau Indeks Theil. Menggunakan indeks Gini, kita tahu kalau mendekati nilai 1 maka distribusinya sangat timpang. Artinya, semua pendapatan suatu perekonomian dimonopoli oleh 1 keluarga. Kalau kita memakai indeks Gini ini untuk menghitung distribusi subsidi, hampir semua komponen BBM, indeksnya nyaris mendekati 1. Hanya minyak tanah yang nilai sekitar 0,6 – itu pun sudah timpang.
Apa artinya hal ini? Kalau kita biarkan BBM terus disubsidi, kita secara sadar membiarkan proses ketimpangan distribusi pendapatan terus berlanjut. Pajak yang dipungut dari keluarga mampu dikembalikan kepada rumah tangga mampu. Secara kasar malah bisa dikatakan -mengingat rumah tangga mampu mendapatkan lebih banyak karena sebagian struktur pajak kita yang regresif dan rumah tangga belum membayar pajak- dengan subsidi BBM mereka mendapatkan lebih besar dari yang mereka bayar (dalam bentuk pajak). Agak aneh dan kontradiktif kemudian, kalau kita mengamati suara-suara atau tulisan yang menyuarakan anti kenaikan BBM justru dari orang-orang yang selama ini getol berbicara tentang ketimpangan pendapatan.
Yang kita bisa simpulkan hingga kini, dan kalau kita sepakat bahwa distribusi pendapatan harus diperbaiki, maka subsidi BBM memang sudah salah dari ”sono”nya.
Tetapi merubah kebijakan komoditi yang strategis seperti beras dan BBM tidak mudah. Menaikkan harga BBM saja jelas akan memperbaiki distribusi pendapatan. Dampak akan lebih baik jika diikuti dengan program kompensasi yang diarahkan pada rumah tangga miskin. Inilah sebetulnya rekomendasi dari penelitian LPEM.
Kembali kepada pertanyaan di atas, yang paling dimenangkan dari kebijakan ini adalah rumah tangga miskin yang mendapatkan kompensasi dan yang paling dirugikan sebetulnya kelompok pendapatan menengah yaitu kelompok kelas pendapatan 40%-60%. Kalau mereka membayar pajak pendapatan rumah tangga ini sebetulnya sudah terkompensasi sejak awal dengan kenaikan pendapatan tidak kena pajak (PTKP) sebesar 300% sejak Januari 2005. Cuma sayangnya kalau melihat struktur penerimaan pajak perorangan, sebagian dari kelompok ini bukan merupakan pembayar pajak kecuali pegawai tetap termasuk buruh pabrik.
Yang sebetulnya memerlukan tambahan proteksi adalah rumah tangga yang sebelum kebijakan ini diberlakukan tergolong nyaris miskin terutama di daerah perkotaan. Oleh karena itu LPEM sejak awal meminta agar coverage raskin diperluas bukan hanya mencakup rumah tangga miskin berdasarkan kriteria BPS tetapi rumah tangga di atasnya. Kalau kita kuatir akan dikorupsi oleh aparat pemerintah, kita minta saja LSM yang melakukannya terutama untuk yang ada di daerah perkotaan. Beberapa LSM telah melakukan profesi ini menyalurkan beras dari WFP dengan baik. Hitungan saya tambahan program raskin dari 8,6 juta menjadi 10 juta keluarga memerlukan dana sebesar Rp 700 milyar. Dan jika beras digunakan adalah beras domestik maka akan menambah volume beras procurement pemerintah dan akan mengangkat harga beras dan gabah di daerah pedesaan dan akan membantu menggiatkan ekonomi pedesaan. Sayang kemudian saran ini kalah dengan program-program lain di luar pendidikan. Tetapi masih mungkin berubah karena yang dikemukakan selama ini adalah hanya usulan pemerintah. DPR masih mungkin merubahnya.
Program Kompensasi dan Pemberantasan Kemiskinan
Apakah kemudian program kompensasi ini bisa digunakan untuk menanggulangi kemiskinan?. Sebagian program ini adalah relief program yang mencoba meringankan beban orang miskin dan bukan mengangkat mereka dari kemiskinan secara permanen.
Tetapi program subsidi pendidikan dan kesehatan atau infrastruktur pedesaan jelas merupakan bagian dari peningkatan kapasitas orang miskin dan upaya mengurangi biaya transaksi dan bargaining position rumah tangga miskin.
Analisis kuantitatif dengan menggunakan model logit yang kami lakukan jelas menunjukkan peran penting pendidikan, kesehatan serta infrastruktur dalam mengurangi kemiskinan. Hubungan pendidikan dengan upah yang diterima adalah positif. Pendidikan juga merupakan ”tiket masuk” dalam pasar tenaga kerja (lihat saja prasyarat iklan lamaran pekerjaan seperti minimal lulusan SMA).
Serupa pula dengan infrastruktur dimana di banyak daerah tertinggal, kemiskinan lebih disebabkan oleh isolasi dari pasar ketimbang faktor fundamental lainnya. Lagi pula untuk produk pertanian, biaya marketing dan transportasi makin menguat perannya dalam harga akhir. Perbaikan infrastruktur akan memperkuat daya saing penduduk desa dimana 80% orang miskin Indonesia bertempat tinggal.
Sebagai penutup saya kira sebaiknya diskusinya beralih pada bagaimana meyakinkan agar program kompensasi ini berjalan minimal mendekati simulasi ekonometri LPEM. Peran masyarakat sangat menentukan karena penentuan siapa yang mendapatkan beasiswa atau raskin sangat tergantung pada partisipasi kita semua..
Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Sebagai gejala historis maka tingkat inflasi di Indonesia lebih tinggi daripada di negara tetangga ASEAN seperti Thailand dan Malaysia. Mengapa? Dan Apakah ini menguntungkan kehidupan serta pembangunan ekonomi? Pada umumnya tidak. Kinerja ekonomi dan laju pertumbuhan PDB di Thailand dan Malaysia lebih tinggi daripada di Indonesia. Di Asia Tenggara Indonesia lebih mirip Filipina. Inflasi di Filipina juga lebih tinggi (sedikit) daripada di Thailand dan Malaysia, dan laju pertumbuhan ekonomi Filipina juga di bawah Thailand dan Malaysia.
Kinerja ekonomi mana lebih baik, di Indonesia atau di Filipina? Ini agak susah dijawab. Mungkin Filipina lebih baik sedikit. Filipina sesudah perang dunia kedua sudah mempunyai pendapatan per kapita yang lebih tinggi daripada kebanyakan negara ASEAN, akan tetapi sesudah itu di lampaui oleh Thailand dan Malaysia. Sekarang pendapatan orang di Filipina mungkin masih lebih tinggi sedikit daripada di Indonesia, akan tetapi perbedaannya tidak banyak. Filipina sering disebut “the sick man of Asia”, dan akar penyakitnya ada di struktur sosialnya. Tetapi struktur sosial di Indonesia lain daripada di Filipina, yang dikuasai oleh sekelompok tuan tanah yang besar, antara lain keluarga Presiden. Mungkin kelebihan di Malaysia dan Thailand (dibandingkan Indonesia) adalah peran unsur penduduk Tionghoanya di perekonomiannya lebih besar. Di Indonesia penduduk etnis Tionghoa juga menguasai ekonomi tetapi tidak punya pengaruh politik. Di Indonesia politik ada di tangan penduduk golongan pribumi yang mayoritas. Mungkin perbedaan ini menyebabkan kualitas politik ekonomi di Indonesia lain daripada di Thailand dan Malaysia. Maka mungkin juga akar inflasi yang tinggi ada di keadaan sosial-politik ini.
Golongan pribumi adalah mayoritas akan tetapi yang berpendapatannya lebih rendah, Salah suatu ciri orang miskin adalah punya nafsu mengkonsumsi lebih banyak dibandingkan pendapatan riilnya. Kalau masyarakat mau mengeluarkan uang lebih banyak daripada nilai produksinya maka harga-harga akan naik. Inilah sumber inflasi di Indonesia.
Inflasi di Indonesia di zaman Suharto pun lebih tinggi daripada di Malaysia dan Thailand, walaupun tingkat inflasi di zaman Suharto sudah jauh lebih rendah daripada di zaman Bung Karno. Itu akibat perubahan policy dari team ekonomi yang dikendalikan oleh Prof. Widjojo dan Ali Wardhana. Mereka berhasil mengurangi inflasi yang sebelumnya ratusan persen setahun dan merupakan runaway inflation. Senjatanmya adalah balanced budget, anggaran pemerintah yang berimbang. Rumus ini cukup berhasil.
Di zaman Orde Baru itu maka belum ada ketentuan bahwa Bank Indonesia mempunyai misi utama menjaga nilai rupiah, alias pengekangan inflasi. Baru setelah Reformasi tahun 1998 ketentuan demikian dituangkan dalam undang-undang yang menjaga independensi Bank Indonesia sebagai bank sentral. Ini banyak membantu untuk mengurangi inflasi.
Apakah lalu kebijakan anggaran belanja pemerintah menjadi sumber inflasi? In prinsip, tidak. Karena prinsip anggaran belanja yang berimbang masih dipertahankan. Akan tetapi, dalam praktek ini belum merupakan jaminan. APBN yang meningkat, walaupun tetap berimbang, dampaknya inflator. Prinsip anggaran berimbang tidak boleh dipegang terlalu kaku. Misalnya, akhir tahun 2005 ada kelebihan penerimaan besar karena sebagian subsidi BBM dihapus. Jumlah ini lalu “dipaksakan” menjadi pengeluaran pemerintah atas nama anggaran yang berimbang. Policy demikian ikut meniup inflasi. Sebetulnya anggaran belanja pemerintah harus diperbolehkan mengumpulkan surplus yang dampaknya akan deflator.
Akan tetapi, selalu ada tekanan dari masyarakat agar pemerintah mengeluarkan uang lebih banyak untuk pembangunan, atau untuk membantu sektor pendidikan dan kesehatan. Di sinilah pemerintah terjebak “gejala orang miskin” yang selalu mau hidup di atas kemampuan penghasilannya.
Idée fix masyarakat adalah kalau pemerintah meningkatkan pengeluaranya untuk pembangunan maka laju pertumbuhan ekonomi akan naik. Ini salah pikir. Yang lebih menentukan tingkat laju pertumbuhan ekonomi adalah total investasi di masyarakat, termasuk dari swasta dalam dan luar negeri. Jumlah ini tidak akan optimal kalau iklim moneternya serba inflator, yang mengganggu stabilitas ekonomi dan menambah resiko.
Kemakmuran yang dibawa oleh inflasi adalah semu. Orang merasa lebih kaya oleh karena pegang uang lebih banyak. Akan tetapi nilai uang merosot sehingga akhirnya orang atau masyarakat itu menjadi lebih miskin.
Sebagai gejala historis maka tingkat inflasi di Indonesia lebih tinggi daripada di negara tetangga ASEAN seperti Thailand dan Malaysia. Mengapa? Dan Apakah ini menguntungkan kehidupan serta pembangunan ekonomi? Pada umumnya tidak. Kinerja ekonomi dan laju pertumbuhan PDB di Thailand dan Malaysia lebih tinggi daripada di Indonesia. Di Asia Tenggara Indonesia lebih mirip Filipina. Inflasi di Filipina juga lebih tinggi (sedikit) daripada di Thailand dan Malaysia, dan laju pertumbuhan ekonomi Filipina juga di bawah Thailand dan Malaysia.
Kinerja ekonomi mana lebih baik, di Indonesia atau di Filipina? Ini agak susah dijawab. Mungkin Filipina lebih baik sedikit. Filipina sesudah perang dunia kedua sudah mempunyai pendapatan per kapita yang lebih tinggi daripada kebanyakan negara ASEAN, akan tetapi sesudah itu di lampaui oleh Thailand dan Malaysia. Sekarang pendapatan orang di Filipina mungkin masih lebih tinggi sedikit daripada di Indonesia, akan tetapi perbedaannya tidak banyak. Filipina sering disebut “the sick man of Asia”, dan akar penyakitnya ada di struktur sosialnya. Tetapi struktur sosial di Indonesia lain daripada di Filipina, yang dikuasai oleh sekelompok tuan tanah yang besar, antara lain keluarga Presiden. Mungkin kelebihan di Malaysia dan Thailand (dibandingkan Indonesia) adalah peran unsur penduduk Tionghoanya di perekonomiannya lebih besar. Di Indonesia penduduk etnis Tionghoa juga menguasai ekonomi tetapi tidak punya pengaruh politik. Di Indonesia politik ada di tangan penduduk golongan pribumi yang mayoritas. Mungkin perbedaan ini menyebabkan kualitas politik ekonomi di Indonesia lain daripada di Thailand dan Malaysia. Maka mungkin juga akar inflasi yang tinggi ada di keadaan sosial-politik ini.
Golongan pribumi adalah mayoritas akan tetapi yang berpendapatannya lebih rendah, Salah suatu ciri orang miskin adalah punya nafsu mengkonsumsi lebih banyak dibandingkan pendapatan riilnya. Kalau masyarakat mau mengeluarkan uang lebih banyak daripada nilai produksinya maka harga-harga akan naik. Inilah sumber inflasi di Indonesia.
Inflasi di Indonesia di zaman Suharto pun lebih tinggi daripada di Malaysia dan Thailand, walaupun tingkat inflasi di zaman Suharto sudah jauh lebih rendah daripada di zaman Bung Karno. Itu akibat perubahan policy dari team ekonomi yang dikendalikan oleh Prof. Widjojo dan Ali Wardhana. Mereka berhasil mengurangi inflasi yang sebelumnya ratusan persen setahun dan merupakan runaway inflation. Senjatanmya adalah balanced budget, anggaran pemerintah yang berimbang. Rumus ini cukup berhasil.
Di zaman Orde Baru itu maka belum ada ketentuan bahwa Bank Indonesia mempunyai misi utama menjaga nilai rupiah, alias pengekangan inflasi. Baru setelah Reformasi tahun 1998 ketentuan demikian dituangkan dalam undang-undang yang menjaga independensi Bank Indonesia sebagai bank sentral. Ini banyak membantu untuk mengurangi inflasi.
Apakah lalu kebijakan anggaran belanja pemerintah menjadi sumber inflasi? In prinsip, tidak. Karena prinsip anggaran belanja yang berimbang masih dipertahankan. Akan tetapi, dalam praktek ini belum merupakan jaminan. APBN yang meningkat, walaupun tetap berimbang, dampaknya inflator. Prinsip anggaran berimbang tidak boleh dipegang terlalu kaku. Misalnya, akhir tahun 2005 ada kelebihan penerimaan besar karena sebagian subsidi BBM dihapus. Jumlah ini lalu “dipaksakan” menjadi pengeluaran pemerintah atas nama anggaran yang berimbang. Policy demikian ikut meniup inflasi. Sebetulnya anggaran belanja pemerintah harus diperbolehkan mengumpulkan surplus yang dampaknya akan deflator.
Akan tetapi, selalu ada tekanan dari masyarakat agar pemerintah mengeluarkan uang lebih banyak untuk pembangunan, atau untuk membantu sektor pendidikan dan kesehatan. Di sinilah pemerintah terjebak “gejala orang miskin” yang selalu mau hidup di atas kemampuan penghasilannya.
Idée fix masyarakat adalah kalau pemerintah meningkatkan pengeluaranya untuk pembangunan maka laju pertumbuhan ekonomi akan naik. Ini salah pikir. Yang lebih menentukan tingkat laju pertumbuhan ekonomi adalah total investasi di masyarakat, termasuk dari swasta dalam dan luar negeri. Jumlah ini tidak akan optimal kalau iklim moneternya serba inflator, yang mengganggu stabilitas ekonomi dan menambah resiko.
Kemakmuran yang dibawa oleh inflasi adalah semu. Orang merasa lebih kaya oleh karena pegang uang lebih banyak. Akan tetapi nilai uang merosot sehingga akhirnya orang atau masyarakat itu menjadi lebih miskin.
Langganan:
Postingan (Atom)